---28. Korsleting (1)---
Ina sedikit lega saat menemukan Irham dan Adel berada di toko, di lantai satu. Paling tidak, mereka bukan berduaan. Biarpun begitu, Adel seperti memiliki hak khusus untuk duduk di sebelah dalam counter, tepat di depan Irham. Kedua tangannya di atas meja, menopang dagu. Lelaki yang dipandangi tengah membongkar bagian bawah laptop. Keduanya terlihat rukun sekali. Ina tidak mau membiarkan perempuan itu leluasa merayu suaminya. Ia segera mendekat.
"Halo, Mbak. Lama nggak ketemu," sapanya.
Adel dan Irham serempak mendongak dan menatapnya.
"In, kamu dari mana?" tanya Irham, keheranan karena Ina turun mengenakan baby doll dan tanpa masker. Tangannya meraih kotak masker di rak sebelah meja, lalu mengulurkannya pada Ina yang berada di sisi luar etalase. "Jangan lupa pakai masker kalau ke luar," tegurnya.
Ina menerima pelindung pernapasan itu sembari manyun. Siapa pula yang ingat masker saat mantan terindah suami datang? Sekilas terlihat tatapan Irham menyapu tubuhnya. Barulah ia sadar pakaian yang ia kenakan tidak layak untuk berada di toko komputer yang ditata cukup elit. "Aku dari depan, Mas, mau cari buah, tapi nggak jadi." Ia menggigit bibir karena berbohong lagi.
"Kalau mau naik, jangan lupa mandi keramas dulu," ujar Irham. Sorot matanya seperti mau berkata kalau ia terganggu dengan kelalaian Ina.
"Wah, kamu ketat banget, ya, soal protokol kesehatan," komentar Adel. Setelah itu ia menoleh ke Ina. "Bagus itu, In."
"Laptopnya kenapa, Mbak?" tanya Ina. Walau sudah dipelototi Irham, ia masih berdiri di seberang etalase, tapi tidak berani masuk karena Irham kembali sibuk membongkar laptop dan tidak menyuruhnya mendekat. Pasti alasan lelaki itu karena ia baru saja dari luar. Padahal Adel juga dari luar, tapi kenapa wanita itu dibiarkan dekat-dekat? Walau keduanya mengenakan masker, tetap saja jarak mereka kurang dari 1,5 m.
"Punya bosku. Katanya nge-blank, nggak keluar apa-apa," jawab Adel. "Kamu di rumah aja, In, kuliah online?"
"Iya, Mbak."
"Bosen nggak sih, di ruko terus?"
"Bosen banget, sih, tapi mau gimana, Mbak? Kalau keluar-keluar takut kena Covid lagi." Ina melirik Irham yang telah selesai memasang kembali penutup bagian bawah laptop.
"Sesekali ajak masmu keluar. Cari tempat yang sepi buat hang out," saran Adel sok perhatian. Melihat interaksi Irham dan Ina, ia yakin sekali pondasi rumah tangga mereka rapuh.
"Mas Ir sibuk," sahut Ina jujur.
Sudah kuduga! Adel menyeringai maksimal di balik masker. Matanya yang lebar dan berbulu mata lentik kembali mencuri pandang ke Irham yang tengah mencoba menyalakan laptop. Ina dapat melihat hasrat terpendam Adel dengan sangat jelas. Kontan saja dadanya memanas.
"Gimana, Ir? Harus ganti hard disk?" tanya Adel dengan suara yang bagi telinga Ina terdengar sangat mesra.
Irham memutar laptop yang menyala hingga menghadap Adel. "Udah beres. Hard disk-nya cuma kegeser karena benturan. Cukup dilepas lalu dipasang lagi."
"Wooow! Kamu emang terbaik, Ir!" puji Adel. "Berapa, nih?"
"Ah, bawa aja. Cuma gitu aja, kok," sahut Irham.
Adel kembali tersenyum diam-diam. Ia tidak menunggu untuk melempar bom waktu. "Makasih ya, Ir. Lusa jadi ke Blitar?"
Irham mengangguk. "Jadi. Pak Edi udah konfirmasi."
Ina melongo. Irham mau keluar kota, tapi ia tidak diberitahu? Adel langsung menangkap kilas kekecewaan itu.
"In, kita refreshing, yuk?" ujarnya pada Ina. "Masmu kan sekitar tiga harian di Blitar. Week end nanti kita nyusul, gimana? Di sana ada Kampung Cokelat, Pantai Peh Pulo, Gua Luweng, dan makam Bung Karno. Air terjun juga ada. Seru, kan?"
Ina cuma berkedip-kedip saja. Menyusul Irham ke Blitar? Adel mau ke sana? Pasti mengajak dirinya itu hanya modus untuk pendekatan. Ia memang tidak pernah mempercayai perempuan satu ini. Saat masih sebagai pacar Irham saja keduanya kerap bertengkar tidak jelas.
"Heh! Jangan! Covid kita masih tinggi. Nggak usah macam-macam!" Irham dengan cepat menolak mentah-mentah.
"Tapi aku emang kepingin liburan ke sana, kok, Sabtu nanti. Aku nggak perlu izin kamu, kan? Aku mau ajak Rico dan mamaku jalan-jalan," ujar Adel dengan selembut mungkin.
Sudah pasti Ina ternganga mendengar itu. Ia yakin sekali, Adel akan menyambangi Irham di Blitar. Bukankah Adel akan membawa ibu dan anaknya? Tinggal menambah figur seorang ayah—yang adalah Irham—sudah terkesan seperti liburan keluarga, bukan? Otak istri mana yang tidak korsleting bila mendengar hal seperti ini? Tanpa pamit, Ina balik kanan, hendak pergi dari situ.
"In!" panggil Irham sambil bangkit berdiri. "Mau ke mana?"
Ina membalikkan badan. "Mau mandi keramas!"
Irham menggerakkan tangan untuk mencegah Ina. "Tunggu! Kamu udah nyiapin baju ganti di kamar mandi?"
Ina menggeleng. Masker saja lupa dipakai, apalagi baju ganti. Ah, repot sekali hidup di zaman pandemi ini!
Irham mendesis. "Lain kali kalau mau keluar, siapin baju gantinya di depan kamar mandi. Kalau kamu pakai lagi baju yang dari luar itu, apa gunanya kamu mandi? Tunggu di situ dulu, aku telepon Mak Nah buat ambilin baju."
Ina menatap Irham dengan nanar. Ia baru sadar isi otak suaminya cuma komputer, proyek, dan Covid! Percikan api di otak Ina menjalar ke dada.
Virus terus yang kamu peduliin, Mas! Jantungku jadi korsleting, tahu!
☆Bersambung☆
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top