9. Buket Bunga Pengantin





Leanna bangun terlalu pagi di akhir pekan yang cukup tenang. Leanna membuka pintu kaca balkonnya dan menghirup udara pagi yang segar. Tercium beberapa aroma bunga yang bermekaran dari taman belakang dan dia tak pernah bosan menghabiskan waktu luangnya untuk sekadar bersantai di kursi balkon kamar tersebut.

Sayangnya dering telepon yang mengalunkan lagu favorit Leanna berhasil menyabotase kegiatannya menikmati udara segar dan ketenangan di balkon tersebut. Leanna langsung menekan tombol terima dengan segera.

"Pagi, Leanna. Apa kabarmu pagi ini?" tanya Arvian lembut.

"Aku baik. Kenapa meneleponku sepagi ini? Memangnya kamu tidak ada syuting?"

"Ini aku sudah di lokasi syuting. Hari ini aku syuting mini drama dan suasananya sangat membosankan. Andai saja kamu ada di sini Leanna," keluh Arvian.

"Memang yang jadi lawan mainmu sekarang siapa?"

"Soraya. Dari dia datang sampai break syuting, dia selalu saja mengikutiku dan membuatku jengkel. Jadi aku melarikan diri darinya dan bersembunyi supaya bisa mendengar suara manismu, Leanna!"

"Loh, kenapa begitu? Kelihatannya dia baik padamu?"

"Baik kalau ada maunya! Nanti malam kamu ada waktu luang tidak?"

"Sayang sekali ... aku sudah ada janji malam ini. Lain kali saja, ya."

"Begitu, ya. Memangnya ada janji dengan siapa? Apa kamu mau
pergi dengan pacarmu ya nanti malam?"

"Bukan. Aku harus menghadiri pernikahan sahabatku. Maaf ya."

"Begitu, ya. Iya, tak apa. Leanna, nanti kutelepon lagi ya. Sutradara sudah memanggilku. Sampai nanti, Leanna."

"Ya, sampai nanti."

Usai meletakkan ponselnya, Leanna keluar kamar dan bersiap untuk mandi. Langkah Leanna terhenti ketika berpapasan dengan Reynald yang baru saja selesai mandi. Entah kenapa jantung Leanna selalu berdetak kencang setiap bertemu pandang dengan pria itu. Apalagi saat menatap mata Reynald yang tajam seakan menusuk itu bisa membuat tubuh Leanna mendadak kaku di tempatnya.

"Kenapa?"

"Apa?"

"Kenapa memandangiku begitu?"

"Ah, tidaak ..." sahut Leanna salah tingkah kemudian melarikan diri ke dalam kamar mandi dan menutup pintunya rapat-rapat.

Selesai merapikan diri, Leanna turun ke ruang makan untuk sarapan. Di ruang makan sudah ada Reynald yang sedang membaca koran sambil meminum kopinya. Sepertinya hari ini Reynald sedang libur terlihat dari gaya pakaiannya yang santai. Pria itu hanya mengenakan kaos berkerah dipadu celana jeans biru yang sempat membuat Leanna semakin terpesona. Untungnya dia berhasil menguasai diri saat Kakek Antony datang bergabung sambil tersenyum menatap keduanya.

Selesai sarapan, Leanna menemani Kakek berjalan-jalan di taman belakang sambil berbincang-bincang. Leanna selalu punya cerita unik yang bisa dia ceritakan pada Kakek Antony yang dengan senang hati selalu mendengarkan semua cerita gadis itu. Bahkan beberapa kali cerita Leanna sempat membuatnya tertawa bahagia dan terhibur. Inilah yang membuat Kakek begitu menyayangi Leanna. Leanna selalu bisa membuatnya tertawa dan bahagia.

Sedangkan dari teras belakang, Reynald memperhatikan kedua orang itu dengan saksama. Sesekali Reynald tersenyum tipis saat melihat Kakek bisa tertawa lepas. Tanpa Reynald sadari, pandangannya sedari tadi terus memperhatikan setiap gerak gerik Leanna. Dari caranya bicara, tertawa hingga berjalan. Semua seolah terekam begitu saja dalam benak Reynald.

"Kakek, malam ini aku mau pergi, boleh? Mungkin pulang agak larut malam," kata Leanna meminta izin.

"Memangnya kamu mau ke mana?"

"Aku ada janji menghadiri pernikahan sahabatku. Boleh kan, aku pergi?"

"Hmm ... boleh, tapi dengan satu syarat," kata Kakek sambil tersenyum penuh misteri.

"Syarat? Apa syaratnya?"

"Kamu lihat saja nanti malam, Nak." Kakek mengedip pelan sambil tertawa riang penuh arti.

Ketika malam tiba, Leanna pun berdandan secantik mungkin untuk menghadiri hari spesial sahabatnya itu. Dengan rambut terurai lurus dihiasi pita dengan bunga kecil di sisi kiri kepalanya melengkapi penampilannya malam ini. Jangan lupakan gaun biru muda bertabur bunga kecil dan kristal yang dia buat sebelumnya. Penampilan Leanna sempurna. Bahkan saat Leanna berjalan perlahan menuruni tangga menuju ruang tengah, dia sempat melihat Reynald sempat terpana untuk beberapa saat. Sedangkan Kakek terlihat duduk bersandar di sofa sambil tersenyum senang.

"Sebenarnya apa tujuan Kakek menyuruhku seperti ini?" gerutu Reynald jengkel dengan wajah dingin tanpa ekspresinya. Pria yang sudah rapi mengenakan jas itu berusaha mengalihkan fokusnya pada sang kakek. Debaran jantungnya saat menatap Leanna barusan akan sangat berbahaya untuk hidupnya selanjutnya.

"Kan sudah jelas apa tujuan Kakek, kenapa kamu tanya lagi?" jawab Kakek santai.

"Sebenarnya ada apa ini, Kek?" tanya Leanna bingung saat melihat Reynald dengan balutan jasnya.

Ada jeda sesaat sebelum akhirnya Kakek menjawab, "Cantiknya dirimu, Nak. Pilihan Kakek memang tak pernah salah, iya kan Rey?" ucap Kakek sambil melirik Reynald yang sepertinya kembali terpesona dengan penampilan Leanna yang lain dari pada biasanya. "Ini syarat yang tadi Kakek bilang. Kamu perginya harus dengan Rey, ya."

"Tapi, Kek ...." Leanna melirik hati-hati ke arah Reynald yang terlihat jengkel.

"Ayo pergi! Lebih cepat pergi lebih baik, kan?" ucap Reynald ketus sambil bangkit berdiri dan mendahului Leanna keluar rumah hingga akhirnya gadis itu pun mengikutinya sambil membalas lambaian tangan sang Kakek.

"Maaf ya. Karena aku, Dokter jadi harus ikut pergi," kata Leanna pelan.

"Hmm ... kebetulan saya libur," jawab Reynald singkat tanpa menoleh dan tetap fokus pada jalanan di hadapannya. Reynald tak ingin dibuat terpesona lagi jika menatap gadis itu sekali lagi.

Ketika sampai di gedung tempat acara pernikahan Stella dilangsungkan, tak ada sepatah kata pun keluar dari mulut Leanna maupun Reynald. Sekalipun Leanna berusaha mencairkan suasana, tetapi selalu ditanggapi dengan datar dan dingin oleh pria itu.

"Dokter, aku mau ke ruang pengantin wanita dulu, ya. Apa Dokter mau ikut?"

"Tidak. Saya tunggu di dalam saja."

"Oke." Leanna segera menuju ruang pengantin wanita untuk menemui Stella.

"Wow!!! Lihatlah dirimu ... kamu cantik sekali Stella," puji Leanna tulus sambil menghampiri sang pengantin yang terlihat cantik dengan gaun putih yang berhiaskan sentuhan ornamen bunga berwarna biru sesuai tema pernikahannya.

"Akhirnya kamu datang juga. Lihat yang lain sudah menunggumu!" kata Stella sambil menunjuk teman-temannya yang mengenakan pakaian dengan warna dan bahan yang sama dengan yang dikenakan Leanna.

Beberapa teman dekat masa sekolahnya dulu kini ada di hadapannya. Dengan antusias Leanna menghampiri dan memeluk mereka satu persatu.

"Hei-hei .... Kalian asik sekali reuninya sampai melupakan aku! Aku ini pengantinnya loh!" sungut Stella jengkel hingga membuat yang lain hanya tertawa riang.

Mereka semua sempat saling bertukar cerita dan pengalaman di tempat tinggal mereka yang baru.

"Oh ya terus, sekarang kamu tinggal di mana? Kok tidak pernah memberitahuku?" tanya Stella penasaran diikuti tatapan yang sama dari ketiga teman lainnya.

"Ada yang berbaik hati memberiku tempat tinggal. Tenang saja, aku pasti akan baik-baik saja," kata Leanna sambil tersenyum manis.

"Syukurlah kalau begitu. Ah, aku senang sekali kalian bisa kumpul di sini! Ayo kita foto dulu!" kata Stella lagi sambil memanggil semua temannya untuk berfoto bersama.

Tak lama kemudian tim WO memberikan tanda kalau acara akan dimulai dan pengantin wanita dipersilakan bersiap memasuki ruang pesta. Sedangkan Leanna dan bridesmaid lainnya tengah bersiap dengan keranjang kecil berisi kelopak bunga yang akan mereka tabur mengiringi jalan pengantin wanita menuju pelaminan.

Selesai melaksanakan tugasnya sebagai bridesmaid, Leanna izin pergi sebentar kepada teman-temannya. Wanita itu segera mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan ballroom untuk mencari pria yang tadi datang bersamanya. Sudut matanya menangkap pria itu tengah berdiri dekat meja dessert di sisi kiri ruangan pesta. Entah sedang mengobrol dengan siapa Leanna tak tahu karena sosok lawan bicara pria itu terhalang tingginya tubuh Reynald.

Saat Leanna menghampiri Reynald, sesosok yang sangat dikenal Leanna muncul dari balik tubuh tinggi pria itu. Wanita cantik dengan dress royal blue yang elegan yang melekat erat di tubuhnya juga belahan gaun yang memamerkan kaki jenjangnya yang mulus. Dengan rambut hitamnya yang digelung ketat berhiaskan aksesoris kristal kecil yang berkilauan, wanita itu terlihat benar-benar cantik dan berkelas. Penampilan wanita itu sempat membuat Leanna merasa minder dengan tubuhnya yang mungil bahkan rasa cemburu sempat menghiasi perasannya saat menatap wanita yang tengah berbicara dengan suara yang mendayu pada pria yang katanya dijodohkan dengan Leanna itu. Siapa lagi kalau bukan Safira yang fenomenal, yang selalu berusaha menarik perhatian Reynald ke mana pun dan di mana pun pria itu berada.

"Ehem. Maaf membuatmu menunggu, Dok!" sapa Leanna ketika tiba disamping Reynald.

"Kenapa dia ada di sini? Ada apa ini? Tidak seperti dirimu yang biasanya," tanya Safira tak percaya dengan apa yang dilihatnya sambil melirik sinis pada Leanna.

"Memangnya kamu tahu apa tentang diriku? Lagipula aku datang ke sini karena dia!" sahut Reynald santai.

"What?! Sebenarnya apa hubungan kalian?"

"Dia kandidat pendampingku," sahut Reynald santai, tetapi mampu membuat kedua wanita di hadapannya terkejut.

"What?! Apa?! Kandidat pendamping? Jangan gila! Yang benar saja! Kamu pasti bohong kan, Rey!" kata Safira kaget. "Sejak kapan?! No-no-no ... aku tidak akan percaya sama sekali! Apa kamu sengaja merayu pria milikku ini, hah?!" tanya Safira sambil mendorong bahu Leanna dengan kesal. "Wanita macam apa kamu ini sebenarnya? Berani-beraninya merebut pria milik orang lain!" kata Safira sambil berusaha menampar Leanna. Namun tangannya terhenti karena Reynald menahannya dengan cepat.

"Apa kamu ini preman, Safira? Jangan berani memukul orang lain seperti ini. Apa kamu ingin membuat masalah di tempat seramai ini?" tanya Reynald dingin.

"Lepaskan! Kalian tidak akan bisa menebak apa yang sanggup aku lakukan! Menyingkirlah dari sini! Aku tidak akan percaya kalau kalian ada hubungan seperti itu!" kata Safira sambil mendorong Leanna dengan kasar hingga membuat gadis itu hampir terjatuh. Untungnya dengan sigap Reynald menahan pinggang Leanna dan menariknya mendekat. Tentu saja hal ini membuat Safira semakin berang dan akhirnya memilih meninggalkan pasangan tersebut sambil berkata, "Lihat saja nanti apa yang akan aku lakukan! Aku tak akan menyerah begitu saja!"

Leanna segera membebaskan diri dan bergeser menjauh dari pria itu begitu Safira menghilang di kerumunan. Jantungnya sudah jungkir balik tak karuan. Paru-parunya berusaha kembali menerima udara yang tadi sempat tertahan.

"Para hadirin sekalian, mari merapat ke depan! Pangantin wanita akan melempar buket bunganya sekarang!"

Terdengar suara MC memanggil seluruh para hadirin membuat Leanna nyaris berlari untuk menghindari Reynald yang kini menatapnya sambil tersenyum. Senyuman yang membuat Leanna semakin salah tingkah. Suasana canggung sempat melingkupi keduanya. Namun Reynald segera menarik tangan Leanna dan mengajaknya ke depan panggung pelaminan di mana orang-orang telah berkumpul untuk mendapatkan buket bunga sang pengantin.

Di panggung pelaminan, Stella sudah siap untuk melempar buket bunganya. Ketika buket bunga itu dilempar, refleks Leanna mengangkat kedua tangannya untuk menangkap seikat bunga warna putih biru yang dirangkai sangat cantik tersebut. Tepat saat Leanna hendak menangkap buket bunga yang terbang ke arahnya, secara bersamaan Reynald pun mengulurkan tangannya dan alhasil mereka berdualah yang mendapatkan buket tersebut. Keduanya saling menatap kemudian pandangan mereka beralih pada buket bunga yang mereka pegang bersamaan diiringi riuh tepuk tangan semua tamu yang melihat.

"Wah ... Leanna selamat, ya! Segera menyusul kami, ya! Jangan lupa mengundang kami!" teriak Stella dari panggung pengantin. Leanna hanya tersenyum malu-malu sedangkan Reynald hanya menatapnya heran.

"Apa yang sedang kamu pikirkan?" tanya Reynald tiba-tiba dan menghancurkan semua angan-angan indah yang sedang Leanna susun dibenaknya.

"Bukan apa-apa! Dokter tak perlu tahu!" kata Leanna kesal kemudian menarik buket bunga tersebut dari tangan pria itu dan pergi ke tempat teman-temannya berkumpul. "Huh, apa yang bisa kuharapkan dari pria macam dia!"

****

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top