13. Gawat Darurat
Reynald sudah siap di meja makan untuk sarapan dengan Kakek Antony. Namun pria itu sedikit heran ketika kakek memulai sarapannya tanpa menunggu Leanna. Biasanya kakek tak akan memulai sarapannya kalau anggota keluarganya belum lengkap. "Loh Kek, Leanna kan belum ada?"
"Dia kan sedang pulang ke rumah orang tuanya. Memang kamu tidak tahu?" kata Kakek balik bertanya.
"Pulang?"
"Hmm. Memang ada apa di antara kalian? Kenapa dia sampai pulang ke rumah orang tuanya? Apa kamu menyakitinya?" tanya Kakek penuh selidik.
"Aku? Tidak, Kek! Aku bahkan tak pernah mengusiknya."
"Lalu kenapa kamu tidak menjemputnya kembali?"
"Kenapa harus aku? Lagipula mungkin saja dia rindu orang tuanya," jawab Reynald cuek sambil menyeruput kopinya.
Sedangkan di halaman rumah sakit Savero telah penuh oleh berbagai macam reporter dan wartawan dari berbagai media massa. Mereka berkumpul untuk mencari tahu lebih lanjut berita tentang Safira dan Reynald. Tampaknya foto wajah Reynald pun sudah tersebar luas di semua media. Semua wartawan dan reporter tersebut langsung mengerubungi dan memberondongnya dengan berbagai pertanyaan tentang hubungannya dengan Safira begitu melihat Reynald melintasi lobi. Untung saja para petugas keamanan rumah sakit segera menolongnya agar terbebas dari para wartawan dan reporter yang agresif tersebut.
"Apa-apaan mereka itu? Sebenarnya apa yang sedang dia rencanakan?" gerutu Reynald.
"Hei, Rey! Ada apa denganmu? Kenapa semua berita menayangkan tentang kau dan Safira? Memangnya kalian punya hubungan spesial?" tanya Ardant yang terlihat cukup kaget dengan semua pemberitaan sahabatnya itu.
"Tidak! Ah aku baru ingat sekarang. Ini pasti karena wawancara Safira kemarin. Ketika dia memanggilku dan mengucapkan kalimat aneh, pasti itu sebabnya. Sial! Aku tak tahu kalau maksudnya kemarin adalah skandal ini."
"Lalu, tunanganmu bagaimana? Apa dia tahu hal ini?"
"Dia belum menjadi tunanganku. Tak ada hubungannya dengan Leanna. Tapi untungnya dia sedang tidak disini."
"Memang di mana dia? Lalu apa yang akan kamu lakukan sekarang?"
"Dia di rumah orang tuanya. Entahlah ... tapi kalau sampai Kakek tahu, bisa gawat urusannya!"
Belum sampai lima menit Reynald berkata seperti itu, ponselnya berbunyi nyaring dan nomor rumah Kakek Antony tertera di layarnya.
"Rey! Berita apa-apaan itu? Apa karena hal itu Leanna pergi? Apa kamu benar-benar sedang berkencan dengan artis genit itu?" teriak Kakek murka.
"Tunggu dulu, Kek! Aku bisa jelaskan semuanya. Aku tak pernah punya hubungan apa-apa dengan dia. Aku juga tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Mungkin karena Safira syuting di sini dan dulu dia adalah pasienku jadi mereka salah paham. Sungguh, aku tak punya hubungan apapun dengannya!"
"Benarkah?! Kamu yakin dengan apa yang kamu katakan, Rey? Karena gosipnya malah sampai kamu akan melamar dia sebentar lagi. Dari dulu kan, sudah sering Kakek bilang jangan pernah berhubungan lagi dengannya. Apa kamu tak pernah ... agh ... mengerti ... aaagh ...."
Sambungan telepon Kakek terputus begitu saja diikuti dengan suara berdebam yang kencang seperti orang yang terjatuh.
"Kakek?" Reynald berusaha untuk kembali menelepon ke rumah kakeknya dan ternyata Bu Tia yang mengangkat teleponnya dengan suara panik.
"Tuan Muda ... Tuan Besar pingsan. Saya akan langsung membawanya ke rumah sakit, Tuan!"
"Oke. Tolong cepat bawa Kakek ke sini ya Bu Tia!" kata Reynald cemas. "Ar, kita harus siap di IGD. Kakek pingsan lagi."
"Ayo! Semoga Kakek baik-baik saja ya, Rey!" Kedua dokter tersebut segera berlari ke ruang IGD. Dengan cemas Reynald menunggu kedatangan kakeknya di depan pintu IGD dan berharap agar tidak terjadi sesuatu yang buruk mengingat kondisi kakeknya yang tak sehat.
Ambulan yang ditunggu pun akhirnya datang juga. Reynald dan Ardant segera melakukan pemeriksaan dan pertolongan pertama begitu kakek tiba di ruang IGD. Beberapa perawat pun terlihat hilir mudik membantu kedua dokter tersebut.
"Rey, kakekmu harus lakukan operasi sesegera mungkin," kata Ardant begitu selesai membaca hasil tes darah, rontgen jantung dan echocardiogram milik Kakek Antony.
"Apa ada penyumbatan?"
"Ya. Semoga saja operasi ini bisa membantu kinerja jantungnya."
"Oke. Lakukan saja!"
"Suster Mia, tolong siapkan ruang operasinya, ya! Panggil Dokter Jimmy juga!" perintah Ardant kepada salah satu perawat yang sedari tadi mendampinginya.
"Baik, Dokter!" Perawat yang bernama Mia itu pun segera menuju meja perawat dan menelepon perawat ruang operasi beserta Dokter Jimmy sang spesialis bedah jantung, senior Ardant.
Di ruang tunggu Reynald berdiri menunggu jalannya operasi sambil berdoa kalau semua akan baik-baik saja. Tak lama terdengar suara ketukan heels menggema di lorong rumah sakit yang senyap. Setengah berlari Fiona menghampiri kakak semata wayangnya.
"Kakak ... apa yang terjadi dengan Kakek?" tanya Fiona yang datang dengan tergesa begitu mendengar kabar tentang kakeknya.
"Ada hal yang membuat Kakek kaget dan marah. Mungkin itu yang menyebabkan jantungnya bermasalah."
"Lalu sekarang bagaimana keadaannya?" tanya Fiona cemas.
"Ardant dan Dokter Jimmy sedang mengoperasi Kakek. Kita doakan saja semoga operasinya berjalan lancar," jelas Reynald berusaha menenangkan adiknya.
"Iya. Kakek orang yang kuat. Aku yakin Kakek bisa melewati ini!"
Setelah hampir enam jam menunggu akhirnya Ardant keluar bersama Dokter Jimmy. Reynald pun menghampiri kedua rekan sejawatnya itu.
"Syukurlah operasinya berjalan lancar. Semoga kakekmu lekas sembuh ya, Rey!" kata Dokter Jimmy sambil menepuk pundak juniornya itu.
"Terima kasih, Dok!" kata Reynald sambil tersenyum.
"Kakek kamu hebat, Rey! Sepertinya dia benar-benar berjuang di dalam sana!" kata Ardant sambil menunjuk ruang operasi di belakangnya.
"Ya. Semoga begitu."
Setelah beberapa jam akhirnya Kakek siuman. Seorang perawat ICU memanggil Reynald karena sepertinya kakek meminta perawat itu memanggilkan cucunya.
"Bagaimana keadaan Kakek?" tanya Reynald saat berdiri di samping kakeknya yang masih terbaring lemah dengan bantuan selang oksigen dan peralatan lainnya.
"Le ... anna, ba ... wa ... dia ... pulang!" ucap Kakek terbata-bata.
"Iya, nanti aku bawa dia pulang. Kakek harus cepat pulih dulu. Jangan pikirkan hal lain kecuali kesembuhan dan kesehatan Kakek."
"Jem ... put ... Le ... anna ... se ... karang. Aku ... mau ... kalian ... menikah ... secepatnya!"
"Kakek ...."
"Aku ... mau ... lihat ... kalian ... menikah ... sebelum ... aku ... mati!!!" kata Kakek keras kepala.
"Kakek, jangan bicara begitu. Kakek pasti sembuh dan sehat lagi."
"Aku ... mau ... kalian ... menikah! Jemput ... dia!" Kakek sama sekali tak mau dibantah dan tetap pada pendiriannya.
"Baiklah. Aku akan jemput dia sekarang. Kakek harus cepat pulih kalau mau lihat kami menikah, oke!" kata Reynald disertai anggukan pelan sang kakek.
"Bawa ... Leanna ... ke sini!"
"Iya Kek. Kalau kakek membaik dan pindah keruang perawatan, aku akan bawa Leanna menemui Kakek."
Fiona segera menghampiri kakaknya begitu melihat pria itu keluar dari ruang ICU. Wanita itu sempat takut sesuatu terjadi pada kakeknya saat melihat raut wajah kakaknya yang sedikit muram.
"Kakek tak apa-apa, kan, Kak?"
"Kakek baik-baik saja. Kondisinya stabil."
"Terus kenapa wajah Kakak seperti itu?"
"Kakek ... ingin aku menikahi Leanna secepatnya."
"Apa?! Aduuuh ... apa-apaan sih Kakek itu. Dalam kondisi begini masih saja pikirkan pernikahan Kakak!" kata Fiona jengkel.
"Ya sudah. Kamu tunggu di sini! Kalau ada apa-apa telepon Kakak!"
"Loh, memangnya Kakak mau ke mana?" tanya Fiona heran.
"Disuruh Kakek jemput calon istri!" kata Reynald sambil menghela napas pelan.
"Kakak serius mau menuruti permintaan Kakek?"
"Kamu kan tahu sendiri Kakek seperti apa. Cuma ini yang bisa kulakukan!" kata Reynald sambil tersenyum tipis kemudian melangkah pergi meninggalkan adiknya yang menatapnya iba.
"Anda mau pergi ke mana Tuan Muda?" tanya Nico saat mereka berpapasan di lobi rumah sakit.
"Menjemput Leanna. Apa kamu punya alamatnya, Nic?"
"Ada, tunggu sebentar!" Nico mengeluarkan ponsel pintarnya kemudian mengetik beberapa tombol. "Sudah saya kirim ke ponsel Tuan."
"Oke. Terima kasih. Tolong jaga Kakek dan Fiona selagi saya pergi ya, Nic! Segera hubungi saya kalau terjadi sesuatu!"
"Baik, Tuan! Masalah gosip itu tak perlu Anda pikirkan. Saya akan segera menyelesaikan semuanya."
"Baiklah. Terima kasih banyak, Nic!"
Sedangkan di rumah Leanna, semua penghuni rumah sedang sibuk menata makanan di meja makan untuk makan malam. Seperti yang dikatakan Mama Leanna kalau hari ini akan ada tamu yang datang.
Leanna sempat heran saat Mama menyuruhnya berdandan dan mengenakan baju terusan paling bagus yang dia punya. Mama juga menistruksikan Leanna untuk tampil secantik mungkin.
"Sebenarnya tamu Mama itu siapa, sih? Presiden? Gubernur? Atau Walikota? Kenapa aku yang harus berdandan secantik ini? Lagipula aku tak nyaman dengan rok selutut ini, Mam! Kalo lewat sawah bisa diintip orang yang sedang menanam padi!" gerutu Leanna sambil merengut.
"Sttt ... sudah, jangan cerewet! Nanti juga kamu tahu. Ada cowok tampannya juga pokoknya!"
"Memang tamunya mau apa ke sini, Ma?"
"Mau Mama jodohin sama kamu laaaah! Kasian kan anak Mama cantik-cantik gini masih sendirian. Nanti di bilang tidak laku."
"Aduh Mama apa-apaan, sih! Jadi Mama nyuruh aku pulang cuma buat jodohin aku? Ya ampun, Mam!" Leanna sampai geleng-geleng kepala mendengarkan penjelasan Mamanya yang takut dia sampai tidak laku karena sampai sekarang belum punya pacar.
"Mama cuma mau kenalin saja. Ya siapa tahu jodoh. Kalo bukan jodoh ya jadi teman juga bolehlah! Tapi kalo bisa sih jodoh. Biar Mama cepat gendong cucu!" kata Mama lagi sambil terkekeh membuat Leanna sampai menepuk keningnya melihat kelakuan Mamanya yang ingin segera menjadi seorang nenek.
****
Halo semuanya ...
Yang masih penasaran sama kisah Leanna dan dr. Reynald bisa meluncur langsung ke Goodnovel ya dengan judul Mengejar Cinta Dokter Dingin.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top