11. Sedikit Perhatian




"Hei Rey, sudah mau pulang?" tanya Ardant saat melihat sahabatnya sudah berganti pakaian.

"Iya. Hari ini kamu yang jaga malam?"

"Iya. Oh ya, aku penasaran kenapa tadi di kantin kamu terlihat kesal ketika Arvian datang mengajak Leanna makan siang bersama?" tanya Ardant sambil merangkul sahabatnya. "Apa sekarang kamu mulai ada perasaan pada Leanna?" selidik pria itu sambil menatap Reynald lekat-lekat.

"Apa? Itu ... karena ... aku tahu perempuan itu tidak bisa menjaga kesehatannya."

"Benarkah hanya karena itu? Kenapa kamu begitu peduli padanya? Dan lagi sepertinya kamu sudah hafal kebiasaan gadis itu," pancing Ardant lagi.

"Itu ... karena kakek menyuruhnya tinggal di rumah. Lagipula aku ini kan dokter. Mungkin itu yang membuatku peduli pada kesehatannya," sahut Reynald salah tingkah dengan mencoba mencari berbagai alasan.

"Yang benar? Benarkah hanya itu?" Ardant kembali menggoda sahabatnya itu.

"Tapi kamu sendiri seberapa dekat dengannya? Bagaimana kamu bisa tahu cita-citanya?" tanya Reynald ingin tahu.

"Jadi kamu benar-benar ingin tahu tentang dia sekarang?"

"Ah, sudahlah. Aku pulang duluan. Bye!" kata Reynald yang tak ingin sahabatnya itu bertanya lebih jauh.

"Oh ya, Rey! Tadi aku lihat Leanna di lobi. Sepertinya dia juga baru mau pulang. Kamu tidak mengajaknya pulang bersama? Sepertinya Arvian juga hendak mengantarnya pulang!" kata Ardant sambil tersenyum tipis saat sahabatnya itu menghentikan langkahnya dan berbalik menatapnya sekilas.

Sepertinya perkataan Ardant sukses membuat Reynald melangkah cepat menuju pintu depan lobi rumah sakit di mana Leanna tengah berdiri memandangi hujan yang mulai turun sambil menghela napas pelan karena dia lupa membawa payungnya.

"Kamu mau pulang?" tanya Reynald yang sudah berdiri di samping Leanna dengan wajah tanpa ekspresinya.

"Iya. Tapi tunggu hujannya reda. Aku lupa bawa payung," kata Leanna sambil tersenyum tipis.

"Ayo kita pulang! Kakek bisa marah kalau tahu saya membiarkanmu kehujanan!" katanya sambil mengambil snellinya kemudian ditudungkannya di kepala Leanna hingga membuat gadis itu tak bisa berkata-kata dan hanya menatap pria di hadapannya heran.

"Kenapa bengong? Kamu mau pulang tidak?" tanya Reynald lagi kemudian menarik lengan Leanna untuk mengikutinya ke parkiran. Leanna yang masih terkesima dengan sikap Reynald hanya bisa memandang punggung pria di hadapannya itu sambil menahan degup jantungnya agar tidak terdengar siapa pun.

"Hari ini Dokter kenapa? Bukan karena salah makan, kan?" tanya Leanna sambil menatap pria di sampingnya yang serius menatap jalanan dari balik kemudi.

"Kenapa? Kamu tidak suka pulang bersama saya?"

"Bukan itu maksudnya. Aneh saja Dokter bersikap baik padaku. Biasanya kan Dokter selalu tak menghiraukanku."

"Benarkah? Apa menurutmu saya seperti itu?"

"Mungkin. Aku pikir Dokter membenciku karena tiba-tiba Kakek menjodohkan kita," kata Leanna jujur.

"Saya tidak membencimu."

"Yang benar? Serius? Tapi kenapa sikap Dokter dingin sekali padaku?"

"Itu ... entahlah ... mungkin karena itu sudah sifat saya!"

"Syukurlah kalau begitu! Terima kasih karena tidak membenciku," kata Leanna sambil tersenyum.

Begitu sampai di rumah, Leanna sudah tertidur di mobil Reynald. Untuk sesaat Reynald memandang setiap sudut wajah Leanna. Memang tidak ada yang salah dengan wajah gadis itu. Wajahnya terlihat begitu jujur tidak seperti beberapa wanita yang sempat kakeknya jodohkan padanya yang menyukainya hanya karena kekayaan yang dimiliki oleh kakeknya. Bahkan wanita yang pernah ada di hatinya pun tak mampu bertahan untuk terus selalu bersamanya sekalipun kata saling mencintai selalu mereka ucapkan.

Reynald menghela napas pelan saat memandang wajah Leanna yang tertidur pulas. Wanita ini tak pernah peduli dengan semua kenyamanan fasilitas yang kakek berikan padanya. Bahkan dia selalu menolak setiap kali kakek menyuruh Pak Sugio untuk mengantarnya ke kantor. Gadis itu justru lebih memilih pergi menggunakan bus yang padat daripada duduk nyaman di mobil mewah milik kakek.

Dengan perlahan Reynald membuka sabuk pengaman Leanna kemudian menggendongnya masuk ke dalam rumah. Pria itu tak ingin membangunkan Leanna yang terlihat sangat kelelahan. Bu Tia dengan sigap membantunya membawakan tas Leanna dan membukakan pintu kamar wanita itu agar Reynald bisa meletakkan Leanna di tempat tidurnya yang nyaman.

Setelah meletakkan tas dan membuka sepatu Leanna, Bu Tia segera meninggalkan kamar tersebut dan memberikan privasi pada tuan mudanya bersama gadis yang menurut tuan besarnya adalah calon istri cucu lelaki satu-satunya itu. Sementara Reynald merapikan selimut Leanna kemudian menatapnya sebentar sebelum akhirnya meninggalkan kamar bernuansa pink dan putih itu.

Leanna bangun dari tidurnya sambil mereganggakan kedua tangannya. "Ya ampun, semalam kan aku ketiduran di mobil. Tapi ...." Leanna memandang sekeliling ruang kamarnya sambil menggaruk pelan kepalanya. "Kenapa aku bisa sampai di kamarku? Jalan sambil tidur? Atau jangan-jangan ...."

Leanna bergegas bangkit dari tempat tidurnya dan segera merapikan diri. Sesekali wajah Leanna memerah membayangkan kalau pria itu yang telah menggendongnya ke dalam kamar. Mungkinkah pria itu bersikap baik padanya? Memikirkan itu membuat Leanna tak berhenti tersenyum. Apa itu artinya dia menyukai apa yang telah pria itu lakukan? Entahlah, tetapi jantungnya masih saja sering berdebar kencang bila berada di dekat pria tampan tanpa ekspresi itu.

Leanna tiba di ruang makan dan menyapa Kakek Antony yang tersenyum sayang padanya setelah memutuskan sambungan teleponnya dengan sekretaris andalannya, Nico. Sedangkan Reynald hanya menatapnya sekilas kemudian kembali memeriksa ponsel pintarnya sambil sesekali menyeruput kopi hitamnya.

"Kakek dengar kamu sedang menangani drama yang syuting di rumah sakit Rey, ya?" tanya Kakek Antony saat Leanna sudah duduk di kursinya.

"Iya Kek. Beberapa hari ini kami syuting di rumah sakit, setelah itu baru pindah ke studio."

"Nah, bagus kalau begitu! Kalian jadi lebih sering bertemu, kan? Aah ... kenapa sekarang kalian tidak berangkat bareng saja? Pasti lebih romantis kan berangkat kerja bersama," kata Kakek Antony penuh semangat dengan senyum bahagianya.

Leanna sempat tersedak makanannya saat kakek begitu antusias membicarakan setiap kesempatan yang bisa dia gunakan untuk membuat cucu lelaki satu-satunya semakin dekat dengan Leanna. Sedangkan pria yang dimaksud hanya duduk tenang sambil sesekali menyeruput kopinya. Reynald sudah tak asing dengan segala imajinasi dan perilaku kakeknya yang absurd. Pria paruh baya itu tak pernah kehabisan akal untuk membuat suasana romantis untuk sepasang anak manusia berbeda sifat yang sedang menikmati sarapan di hadapannya.

"Aku berangkat sekarang! Kalau kamu mau ikut, cepat selesaikan makanmu!" kata Reynald bangkit dari kursinya. Otomatis dengan cepat Leanna menyelesaikan sarapannya diiringi tatapan Kakek Antony yang seolah memerintahnya untuk segera mengikuti Reynald.

Mobil Reynald tiba di parkiran rumah sakit bersamaan dengan mobil Safira. Di kejauhan Leanna melihat Safira bergegas turun dari mobilnya begitu melihat mobil Reynald terparkir. Dengan senyum merekah dibibirnya yang indah, Safira melambaikan tangannya ke arah pria tampan itu. Namun sayangnya Reynald tak mengacuhkannya dan begitu melihat Leanna turun dari mobil Reynald, senyuman manis di bibir artis cantik itu pun menghilang.

"Kalian berangkat bersama? Kok bisa?" tanya Safira heran.

"Itu bukan urusanmu Safira," jawab Reynald cuek kemudian menarik lengan Leanna dan meninggalkan Safira begitu saja.

"Uugh! Perempuan itu benar-benar membuatku kesal!!!" gerutu Safira jengkel. "Lihat saja nanti! Aku takkan membiarkan perempuan itu merebut pria impianku!"

"Sudahlah, Safira. Sepertinya kamu sudah tidak bisa masuk ke dalam hati Dokter itu lagi. Apa kamu tidak lihat tadi bagaimana tatapan Pak Dokter saat memandang staff TV itu?" kata Tania, manager Safira.

"Kamu diam saja, jangan ikut campur! Ini urusanku!"

"Akan menjadi urusanku kalau sampai membahayakan dirimu dan karirmu! Aku hanya memperingatkanmu saja. Aku tak ingin kamu terluka sekali lagi hanya karena seorang pria seperti dua tahun yang lalu! Aku tak ingin melihat dirimu begitu hancur," jelas Tania.

"Kalau kamu tak mau aku hancur, sebaiknya kamu bantu aku mendapatkan hati Reynald kembali. Hanya dia satu-satunya yang bisa membuatku bangkit dari keterpurukanku!" kata Safira keras kepala.

"Terserahlah! Oh ya, nanti sore ada wawancara dengan majalah FASHIONATE. Aku sudah minta break syuting satu jam untuk wawancara eksklusif itu!"

"Baiklah. Kita lihat apa yang bisa aku lakukan!" jawab Safira sambil tersenyum penuh arti.

***

"Hei Dokter! Kamu mau menarikku ke mana? Safiranya kan sudah tidak ada," kata Leanna saat Reynald terus menariknya kedalam rumah sakit hingga nyaris masuk ruangan IGD.

"Ah, ya benar. Kalau begitu, sampai nanti!"

"Iya. Terima kasih ya Dok, untuk tumpangannya," kata Leanna sambil tersenyum manis dan dijawab dengan anggukan pelan dari Reynald yang kemudian pergi menuju IGD meninggalkan Leanna yang masih sibuk mengatur detak jantungnya.

"Hei! Kenapa melamun di sini? Apa kamu sedang menungguku, ya?" kata Arvian penuh percaya diri sambil tersenyum manis di samping Leanna.

"Ah tidak ...." jawab Leanna sambil tersenyum tipis.

"Terus kenapa melamun? Sedang memikirkan apa? Memikirkanku, ya?" goda Arvian.

"Bukan."

"Kenapa bukan? Justru aku ingin selalu ada di pikiranmu," kata Arvian sambil menatap Leanna lekat-lekat.

"Jangan gombal pagi-pagi dong Arvian!" kata Leanna sambil tetawa kecil.

"Siapa bilang gombal? Aku serius!" kata Arvian tak berhenti menatap Leanna.

"Arvian~ Kamu lagi kenapa?" tanya Leanna lembut sambil menatap pria di hadapannya.

"Aku suka kamu Leanna!" kata Arvian lembut. Kalimat yang baru saja diucapkan artis pria paling diminati ini membuat Leanna diam mematung.

"Tap-tapi...."

"Aku cuma ingin kamu tahu saja. Sudah yuk, syutingnya sudah mau mulai!" kata Arvian sambil merangkul Leanna.

"Tapi Vian, aku...."

"Ssttt ... jangan jawab sekarang. Bersikap biasa saja seperti biasanya. Aku suka kamu yang selalu ceria."

"Hmmm ... terima kasih, ya."

"Untuk apa?"

"Terima kasih sudah menyukaiku."

Di kejauhan Soraya yang melihat kedekatan pria yang dipujanya dengan Leanna membuatnya kesal. Sudah berkali-kali dia mencoba menarik perhatian Arvian bahkan sudah berkali-kali dia bersikap sangat baik di depan pria itu namun hasilnya nihil. Arvian tetap tak menggubrisnya. Namun begitu melihat Arvian begitu dekat dengan Leanna membuat Soraya marah dan iri. Bahkan ketika Arvian meninggalkan Leanna sendirian, Soraya berjalan mendekati Leanna kemudian seolah tanpa sengaja menabraknya hingga membuat kopi panas yang dibawanya tumpah mengenai lengan Leanna.

"Awww!" Leanna berjengit kaget saat cairan panas menyiram lengannya.

"Ups ... sori! Aduh, panas ya? Maaf deh! Makanya jangan buat hati orang lain panas juga!" kata Soraya ketus kemudian pergi begitu saja meninggalkan Leanna yang heran mendapat perlakuan seperti itu.

Leanna berjalan menuju ruang IGD berharap perawat di sana punya obat untuk luka bakar. Namun baru saja hendak masuk ruang IGD, Leanna menabrak Reynald di pintu masuk.

"Aaw!"

"Kamu ini kalau jalan lihat-lihat!"

"Ah maaf."

"Tanganmu kenapa?" tanya Reynald sambil menarik lengan Leanna yang mulai memerah.

"Ini ... tadi tersiram kopi panas," jawab Leanna sambil meringis.

"Kamu ini ceroboh sekali! Ayo ikut saya!" kata Reynald sambil menarik lengan Leanna yang satunya dan membawanya ke dalam ruang IGD. Pria itu memberi instruksi pada seorang perawat untuk mengambilkan beberapa obat yang dia butuhkan. Setelah semua hal yang dibutuhkan tersedia, pria itu segera memeriksa lengan Leanna. Dengan perlahan dan hati-hati Reynald mengoleskan obat di lengan Leanna, sedangkan wanita itu diam-diam menatap pria tampan di hadapannya. Entah kenapa ekspresi serius pria tampan itu selalu menjadi ekspresi kesukaan Leanna.

"Nah selesai! Apa masih sakit?"

"Sedikit lebih baik. Terima kasih."

"Bagaimana lenganmu bisa tersiram kopi panas?"

"Ah itu ... karena aku menabrak seseorang."

"Ya sudah, lain kali hati-hati!" kata Reynald sambil mengelus puncak kepala Leanna lembut saat pria itu bangkit berdiri sebelum akhirnya kembali pada pekerjaannya yang lain meninggalkan Leanna yang mematung heran saat tiba-tiba mendapat perhatian pria itu.

****
Hai-hai-hai~
Gimana? Pada suka nggak sama ceritanya? Makasih loh yang udah mau bertahan baca samapai bab ini. 💕

Oh iya, aku mau tanya dong, Kira-kira kalian suka cerita yang kayak apa sih? Yang romantis? Yang manis-manis kayak kisah anak kuliahan? Atau kisah rumah tangga yang gemes-gemes manis?

Share di kolom komentar ya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top