6
🌹🌹🌹
Jam istirahat pertama, Kevia langsung menarik Mira melesat ke kantin. Dan sekarang ia sedang menyeruput susu kotak rasa coklat miliknya dengan rakus. Mira hanya melongo melihatnya.
"Kev, kesambet apaan lo? Kayak barongsai kehausan gitu, bar-bar banget." tanya Mira heran melihat sabahatnya yang srperti orang tidak minum berhari-hari.
"Mir, lo tau nggak, selama di kelas tadi punggung gue rasanya panas. Kayak ada yang ngawasin gue pake sinar laser gitu." jawab Kevia yang sudah menghabiskan minumannya.
"Lebay lo. Orang kelas kita adem begitu ada ac nya. Panas darimana coba?"
"Ih, beneran. Kayaknya Bara lihatin gue mulu, deh, dari belakang."
"PD banget, sih, lo, Bara seenggak ada kerjaan itu ya sampe harus lihatin lo. Mending tidur lah dia. Dah, ah, mending gue pesen makan daripada lo makin ngawur ntar." Mira berdiri dan berjalan menuju stand bakso.
"Mir, gue juga samain sama lo." ucap Kevia agak keras karena Mira sudah agak jauh dan ditanggapi dengan acungan jempol oleh Mira.
"Hai, Kev." sapa Reno yang tiba-tiba datang. Tentu saja itu langsung membuat muka ketih Kevia mrnjadi cerah.
"Hai, Kak. Em...duduk, kak."
"Thanks. Kamu sendirian?" tanya Reno yang sudah duduk di depannya.
"Aku sama Mira. Dia lagi pesen bakso, tuh." Kevia menunjuk Mira yang sedang berdiri di depan stand bakso, "Kak Reno mau dipesenin juga?"
"Oh, aku udah pesen bakso juga tadi." tolaknya, "Paling bentar lagi juga dianter kesini." tambahnya sambil menoleh kearah stand bakso.
"Oh."
Setelahnya hening beberapa saat. Hingga suara Reno terdengar lagi.
"Kev, maaf ya, beberapa hari ini aku sibuk nyiapin kampanye buat calon Ketua Osis. Jadi jarang nemuin kamu di kantin."
"Nggak papa, kok, Kak, aku ngerti."
Kevia tersenyum kecil. Untung Kak Reno sibuk, jadi tidak akan melihat peperangan dirinya dan Natha beberapa hari belakangan.
"Ini pesanannya tuan putri." Mira datang dengan nampan penuh makanan dan minuman yang langsung ia taruh di atas meja, "Eh, hai Kak Reno." sapanya setelah menyadari ada Kak Reno di meja mereka.
"Hai, gue boleh gabung sama kalian kan?"
"Boleh, sih. Tapi emang Kak Reno nggak gabung sama temen-temen Kakak?" Entah kenapa Mira agak keberatan.
"Pandu sama Bayu lagi remidi ulangan Fisika. Kalo Natha, nggak tau deh kemana. Tadi dia keluar duluan."
"Oh."
Setelahnya tidak ada balasan dari Mira ataupun Kevia. Mereka sedang sibuk menuangkan kecap atau sambal ke dalam bakso.
"Ini pesanannya Mas Reno." Suara Mang Asep yang mengantar pesanan Reno.
"Makasih, Mang."
"Sama-sama, Mas."
Mereka menikmati makanan masing-masing. Suasana kantin lumayan rame. Terutama meja yang berada di tengah yang berisi siswi-siswi kelas dua belas. Sherly dan gengnya.
"Mir, lo tau nggak orang yang duduk di meja tengah yang lagi ketawa-ketawa itu?" tanya Kevia penasaran dengan mbak-mbak make up tebal yang terlihat akrab dengan Natha.
Bukan hanya Mira yang menoleh ke meja tengah, melainkan Reno juga.
"Entah, nggak tau gue. Kakak kelas, sih, kayaknya." jawab Mira.
"Mereka anak kelas dua belas. Gue denger dari Bayu nama geng mereka itu The Hits." jawab Reno, "Ketuanya Sherly, tuh, yang pake bando pink. Dia suka sama Natha dari kita kelas sepuluh."
Uhuk
Tiba-tiba Kevia tersedak. Reno dengan sigap memberi Kevia minum, sedangkan Mira mengusap-usap punggungnya.
"Pelan-pelan kali, makannya." nasihat Mira.
"Gimana udah enakan?" tanya Reno yang dibalas anggukan oleh Kevia, "Maaf." Reno tiba-tiba mengambil selembar tisu yang tersedia di meja dan mengelap ujung bibir Kevia yang agak belepotan.
Tindakan Reno membuat Kevia kaget dan tertegun sejenak
"Udah bersih."
"Ma-makasih, Kak." Kevia yang gugup segera meminum es tehnya untuk meredakan panas di pipi.
"Cyee, pacaran, nih."
Uhuk-uhuk
"Kevia kamu nggak papa?" tanya Reno cemas.
Kevia tersedak karena suara tersebut tepat di samping telinga kanannya. Suara menyebalkan milik orang yang sekarang sedang penepuk-nepuk punggungnya sambil tersenyum miring.
"Kak Natha, bisa kan nggak usah ngagetin gitu?" omel Kevia setelah batuknya reda sambil menyingkirkan tangan Natha dari punggungnya.
"Oh, lo kaget? Ya sorry. Makanya fokus kalo minum jangan jelalatan kemana-mana." jawab Natha santai.
Tanpa rasa bersalah Natha malah duduk di samping kanan Kevia. Sedangkan Kevia merasa tersindir, karena saat ia minum, ia sempat melirik Reno.
"Eh, Ren, lo udah mojok aja disini. Gue cariin dari tadi." kata Natha sambil menusuk bakso milik Kevia menggunakan garpu dan dimasukkan ke dalam mulut.
"Kak Natha, itu bakso gue." protes Kevia.
"Minta dikit elah, pelit amat."
"Beli sendiri kan bisa, Kak."
"Males kesono gue. Lo pesenin dong buat gue."
"Idih, ogah banget. Dikira gue babu."
"Yaudah, gue minta punya lo aja kalo gitu." Natha menusuk bakso Kevia lagi dan memasukkannya ke dalam mulut dengan tampang mengejek.
"Iiih, nyebelin banget, sih, jadi orang."
Mira yang sejak tadi hanya jadi penonton mulai jengah dengan perdebatan Kevia Natha
"Huft, mulai lagi, deh, mereka." gumam Mira sambil meneruskan makan sambil chatingan dengan Randy.
"Udah-udah. Kalian berdua kalo ketemu berantem mulu. Nath, lo juga jangan gangguin Kevia mulu. Kevia, nih, makan punya aku aja kalo kamu mau." lerai Reno.
"Nggak usah, Kak, makasih. Ini masih, kok." jawab Kevia sambil tersenyum.
Natha hanya menatap Reno datar. Kenapa Reno jadi ngeselin sekarang di matanya. Padahal dulu waktu pertama kenal waktu kelas sepuluh kelihatan cocok jadi sahabat yang baik.
"Gue tunggu lo pulang sekolah." bisik Natha kepada Kevia sebelum akhirnya beranjak dari sana.
Kevia menoleh kearah Natha yang sudah berjalan menuju pintu keluar kantin dan mengacungkan kepalan tangan seakan ingin menonjoknya. Dasar dedemit nyebelin.
****
Kevia berjalan cepat di koridor yang masih agak ramai. Padahal bel pulang sekolah sudah bunyi sepuluh menit yang lalu. Sebenarnya Kevia ingin cepat pulang, tapi karena chat yang masuk ke ponselnya lima menit sebelum bel pulang berbunyi itu membuatnya berada disini.
Dedemit
Gue tunggu di lapangan basket. Buruan. Sepuluh menit. Awas telat.
Dan Kevia pastikan ia telat. Karena guru mata pelajaran terakhir lama sekali keluarnya.
"Lah, rame amat. Gue pikit cuma ada Kak Natha. Sekarang mana lagi tuh orang?" gumam Kevia setelah ia sampai di pintu masuk lapangan basket, ia celingukan mencari keberadaan Natha tapi tak menemukannya, "Gue tanya kakak yang itu aja, deh."
Di lapangan ternyata ada banyak anak basket yang sedang latihan. Kevia memutuskan untuk bertanya kepada orang yang sedang duduk dipinggir lapangan. Kevia berjalan menuju dimana orang tersebut berada. Beberapa langkah lagi ia akan sampai jika tidak ada triakan awas yang membuat ia menoleh ke kiri dan melihat bola basket melayang kearahnya.
Ia pasrah jika akan terkena bola. Kevia memejamkan mata rapat-rapat sambil menunduk. Tidak lama terdengar suara bug di sampingnya, tapi kenapa ia tidak merasakan sakit? Dan kenapa jadi hening suasaanya.
Kevia memberanikan diri untuk membuka mata. Dan tepat di depannya ada sosok laki-laki tinggi yang sedang memegang lengan tangan kanannya.
"Kak Natha?"
"Lo bisa nggak, sih, jangan ceroboh. Lagian lo ngapain disini? Kalo lo tadi kena bola gimana? Bisa benjol kepala lo." bentak Natha tanpa sadar.
Kevia berjengit kaget "Kan Kak Natha yang nyuruh gue kesini." jawab Kevia pelan, "Ya gue nyari Kak Natha karena Kak Natha nggak ada tadi."
"Lo kan bisa tunggu gue dibangku penonton. Terus chat gue kalo lo udah dateng. Gitu aja repot."
"Ya maaf. Gue nggak kepikiran."
"Nath, udah, dong, jangan dimarahin. Kasihan tuh anak orang. Sampe takut gitu." Salah satu teman basketnya memperingatkan.
Ah, benar. Kevia terlihat takut dengannya. Kenapa juga ia bisa lepas kontrol.
Natha menghela napas pelan "Yaudah, sekarang ikut gue." perintahnya yang ditanggapi anggukan.
Duh, kenapa Kevia jadi penurut begitu? Biasanya kan ia galak. Kevia mengikuti Natha yang berjalan di depannya. Mereka menuju bangku penonton nomor empat dari bawah.
"Duduk." perintah Natha yang sudah duduk terlebih dahulu.
Kevia menurut. Turutin aja, Kev. Biar cepet pulang. Batinnya.
"Tangan Kak Natha nggak papa?" tanya Kevia karena ia melihat Natha yang selalu memegangi lengannya.
Oke itu bukan bentuk perhatian, tapi anggap itu sebagai ucapan terima kasih karena Natha sudah menyelamatkannya dari bola basket. Dia kan tidak mau hutang budi dengan mantan.
"Nggak papa." jawabnya singkat.
Lalu keadaan menjadi hening diantara mereka. Natha dengan pikirannya yang bingung dengan tindakannya tadi dan Kevia yang bertanya-tanya untuk apa Natha menyuruhnya kesini.
"Kak, sebenarnya ngapain, sih, nyuruh gue kesini?" tanya Kevia yang sudah tidak tahan dengan keheningan mereka.
Ada jeda lama sebelum Natha menjawab "Gue kasih tau nanti habis gue latihan basket. Lo tunggu sini, awas lo pulang duluan." Natha beranjak pergi menuju lapangan, meninggalkan Kevia yang sudah siap meledak.
"Jadi gue disuruh kesini cuma buat nontonin dia latihan basket?" tanyanya entah kepada siapa, "Kalo aja bunuh mantan nggak dosa, udah gue cekik, tuh, orang." Kevia mengarahkan kedua tangannya seakan ingin mencekiknya beneran.
"Asli, nyebelin banget tuh orang. Gini banget, sih, nasib gue." rengeknya sambil meratapi nasibnya yang kurang beruntung.
Dengan terpaksa, Kevia benar-benar menonton Natha. Ternyata kalo dilihat-lihat, tidak terlalu membosankan juga. Anak-anak basket terlihat keren-keren jika sedang bermain begitu. Apalagi Natha yang terlihat sangat mencolok dengan headband hitam di kepalanya. Sangat cocok dengan seragam basketnya yang berwarna putih. Duh, ternya dia sekeren itu kalau main basket. Astaga, Kevia sadar. Itu Natha, cowok super nyebelin yang harus dibasmi.
Kevia menggeleng-gelengkan kepala untuk menghilangkan pemikiran tidak warasnya. Sadar Kevia, sadar.
Tring.
Suara ponsel menghentikan aktifitasnya. Ternyata ada pesan masuk.
Kak Reno
Kev, besok weekend. Bisa jalan?
Duh, pesan singkat Reno kenapa mampu membuatnya senyum-senyum sendiri?
****
Akhirnya up juga, meskipun telat.
Terima kasih buat yang mau baca cerita ini.
Maaf typo bertebaran.
Salam dunia halu
By : V
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top