5
Jangan hadir tiba-tiba, Karena aku tak tau cara mengendalikan rasa
~Kevia Melodi~
🌹🌹🌹
Natha tidak tau kenapa dirinya tiba-tiba merasa kesal hanya dengan melihat pemandangan di depan sana. Niatnya hanya ingin mengetahui apakah Kevia benar-benar belajar kelompok atau hanya menghindari dirinya. Ya, dia mengikuti Kevia ke cafe hingga pulang kerumahnya. Terniat memang.
Dan saat ini ia dengan motor ninja merahnya berhenti tidak jauh dari rumah Kevia yang menyuguhkan pemandangan menyebalkan. Kenapa harus si anak sok jagoan itu yang mengantar Kevia pulang?
"Ck, sok banget tuh anak, pake nganterin pulang segala." gumam Natha kesal, "Tuh cewek juga kecentilan banget mau-mau aja dianterin. Lihat aja lo ntar." tambahnya.
Sebelum ia tambah kesal dan melakukan hal gila karena cowok sok jagoan itu belum pergi juga dari depan rumah Kevia, Natha memutuskan pergi dari sana, ia akan menyusun rencana supaya Melodinya eh maksudnya Kevia mau menjadi tim suksesnya.
Sedangkan Kevia masih diam menunduk di depan Bara yang duduk di atas motornya. Dengan jantung yang berdetak cepat Kevia menatap takut-takut kearah Bara. Bukan karena Kevia jatuh cinta tapi karena dia takut dengan cowok yang masih mengenakan helm itu.
"Makasih udah nganterin gue." cicit Kevia yang malah terdengar seperti gumaman tidak jelas di telinga Bara.
Dan Bara hanya menelengkan kepala untuk melihat wajah Kevia supaya mendengar suaranya lebih jelas.
"Ma-makasih udah nganterin gue." ulang Kevia lebih keras sedikit.
Bara menghela nafas pelan. Sebenarnya Bara tahu jika cewek di depannya ini diam-diam selalu menatapnya takut-takut sejak dari parkiran sekolah tadi. Yakinlah, dirinya bukan monster yang makan orang.
"Lo takut sama gue?" suara rendah nan berat itu malah membuat Kevia merinding.
"Iya...eh enggak." Tuh, kan Kevia jadi keceplosan saking merindingnya.
Bara hanya tersenyum kecil dari baik helmnya "Asal lo tau, gue nggak nglakukin apa-apa sama tuh anak. Gue difitnah."
Berita ia diskors karena tawuran hingga menyebabkan murid sekolah tetangga masuk rumah sakit pasti sudah menyebar, wajar kalo cewek di depannya ini menjaga jarak kepadanya.
Setelah mengucapkan kalimat itu, Bara langsung menyalakan motornya dan melaju pergi tanpa mengucap apapun lagi. Kenapa juga Bara repot-repot menjelaskan kepada cewek itu? Biasanya ia tidak peduli tentang pandangan orang lain terhadap dirinya.
"Mati lo, Kev. Kenapa pake keceplosan segala, sih? Kalo Bara marah terus lo bakal dibantai gimana coba?" gumam Kevia takut sambil menepuk-nepuk kecil bibirnya.
"Kayaknya gue emang harus minta ke papa untuk pindah sekolah." Ide gila Kevia itu muncul lagi, "Papa Kevia mau pindah sekolah." rengeknya sambil berjalan masuk kedalam rumah.
****
"Hahaha..."
"Mir, nggak lucu. Nyawa gue lagi di ujung tanduk. Gue butuh solusi bukan diketawain sama lo."
Sudah sejak beberapa menit lalu Kevia yang duduk di atas tempat tidur itu sedang video call dengan Mira. Ia menceritakan kejadian tadi sore saat ia pulang bersama Bara. Dan Mira malah mentertawakannya. Dasar sahabat laknat.
"Lagian lo, sih. Kev, Bara tu manusia biasa kali bukan zombi yang suka makan orang."
"Ya gimana dong, gue kan ngeri aja gitu kalo deket sama orang yang pernah bantai orang."
"Haduh, terus gimana? Lo juga bakal ketemu mulu sama dia. Kan kita sekelas."
"Apa gue minta maaf aja ya? Tapi kalo dia marah terus gue di apa-apain gimana?"
"Ya coba aja dulu. Minta maaf yang tulus, siapa tau dimaafin."
"Duh, pusing, nih, gue. Masalah sama Kak Natha aja belum kelar, tambah lagi ini sama si Bara. Gini amat nasib gue." rengek Kevia sedih.
Ia yang ingin kehidupan SMA nya indah malah jadi rumit begini.
"Cup, cup, cup. Udah ya jangan nangis, ntar gue beliin susu coklat yang banyak." ledek Mira.
"Dasar lo tidak berperisabahatan."
"Hahaha...udah ah, laper gue dengerin curhatan lo. Gue mau makan dulu, bye besti."
Mira mematikan video call dengan sepihak.
"Dasar, bener-bener sahabat laknat." omel Kevia kepada ponsel yang sudah menampilkan layar menu.
Kevia merebahkan dirinya ke kasur. Menatap langit-langit kamar yang di tempeli bintang warna warni. Berfikir bagaimana caranya supaya ia bisa bebas dari segala masalah dan menjalani kehidupan SMA dengan tenang dan PDKT dengan Kak Reno.
"Kayaknya gue harus minta maaf deh besok." gumamnya sambil memikirkan cara untuk meminta maaf, "Tapi gue takut. Duh, pusing gue."
Ting
Suara ponsel menghentikan aktifitas Kevia. Suara pesan entah dari siapa. Dengan malas ia menggapai ponsel di sampingnya.
Besok gue tunggu di lapangan basket indoor. Kalo nggak dateng, gue bocorin semua ke Reno.
Natha
Mata Kevia melebar seketika karena kaget. Sepertinya hidupnya sudah tidak bisa setenang dulu. Dasar dedemit nyebelin.
"AAAA...dasar nyebelin. Tukang perintah. Cowok sok ganteng. Sok berkuasa. Gue tonjok lo sampe bonyok." umpatan keluar dari mulut mungil Kevia, sedangkan gulingnya menjadi korban pelampiasan amarahnya.
"Huaaa...Papa, mama, tolong pindahin Kevia ke planet lain."
Brak
"Woi, berisik banget, sih, lo." Andra muncul dengan bar-bar. Karena suara adik tiga menitnya itu menggangu sekali.
"Biarin, bodo amat." Kevia tetap melanjutkan tangisan tanpa air mata itu.
"Kenapa, sih, lo? Galau diputusin gebetan?"
"Nggak!" jawab Kevia cepat, "Belum juga jadian." gumamnya.
"Apa lo bilang?"
"Enggak, bukan apa-apa." elaknya, "Eh, dra." panggil Kevia ketika sesuatu terlintas dipikirannya. Ia bangkit dari kasur dan menarik tangan Andra untuk masuk ke kamarnya.
"Apaan, sih, lo tarik-tarik?" Andra menarik tangannya dari Kevia.
"Sini dulu, duduk. Gue mau tanya sesuatu." Kevia menyuruh Andra untuk duduk di kursi meja belajarnya.
"Tanya apaan. Kalo nggak penting gue males jawab."
"Ih, ini penting, menyangkut hidup dan mati gue."
Andra mengerutkan kening bingung. Apa ada yang mengganggu adiknya ini? Kalau ada, akan ia pastikan orang itu tidak akan tenang hidupnya.
"Buruan, apaan?"
"Hmm, jadi gini. Lo kan cowok, nih. Kalo ada cewek yang nglakuin kesalahan sama lo terus mau minta maaf sama lo gimana?"
"Ya dimaafin. Tapi tergantung kesalahannya, sih. Kalo fatal, ya jangan langsung dimaafin. Dikerjain dikit lah, biar kapok." jawab Andra santai.
Bukannya tenang, perasaan Kevia malah ketar ketir mendengar jawaban Andra. Mampus gue.
"Tapi kalo lo mau minta maaf, sih, ya harus bawa sesuatu biar langsung dimaafin." tambah Andra.
"Berarti gue harus baw-- eh, kok gue? Bukan gue ya asal lo tau. Itu...emm temen gue, iya, temen gue." ela Kevia
"Alasan aja. Udah ketebak kali." Andra mendorong kening Kevia pelan, "Bikin masalah apa lo? Dan sama siapa? Butuh bantuan gue nggak?"
"Nggak-nggak, jangan. Gue bisa selesein sendiri, kok. Santai."
Andra memicingkan mata tidak percaya.
"Oke. Gue nggak akan ikut campur. Tapi kalo sampe ada yang nyentuh lo, lo tau gue kan." Kevia mengganguk menuruti Andra, "Good. Buruan tidur sana. Udah malam. Jangan sampe kesiangan."
"Iya bawel." jawab Kevia.
Akhirnya Andra keluar dari kamar Kevia.
Kevia menghela nafas kasar "Oke Kevia, lo pasti bisa. Besok harus selesein malasah lo."
****
Hari masih pagi dan Kevia sudah duduk di dalam kelasnya. Bahkan yang datang baru tiga orang. Ia berangkat pagi demi menyiapkan mental untuk berhadapan dengan seseorang.
"Widih, gue pikir gue halu lihat lo udah duduk disitu. Pagi bener, neng. Biasanya juga gue duluan yang datang." Suara Mira yang baru datang membuyarkan konsentrasinya yang sedang berdo'a.
"Sttt, Mira berisik banget, sih, lo." jawab Kevia yang langsung melanjutkan do'anya.
Mira yang sudah duduk disamping kirinya menatap heran sahabatnya itu.
"Lagi ngapain, sih, lo komat kamit?"
"Lagi berdo'a minta keselamatan dunia akhirat."
"Lebay lo." Mira cekikikan. Lucu sekali sahabatnya ini. Ya sudahlah biarkan saja dia melakukan sesuka hatinya.
Satu persatu penghuni kelas mulai berdatangan. Hingga sebentar lagi bel masuk akan berbunyi. Kevia harap-harap cemas menatap kearah pintu kelas.
"Kev, biasa aja kali. Santai, jangan tegang. Bara emang datengnya mepet bel masuk." Mira mencoba menenangkan sahabatnya ini.
"Gue takut, nih. Kalo dia nggak maafin gue gimana? Terus gue diapa-apain." jawab Kevia panik.
"Bara nggak gitu kali. Tuh orangnya dateng." Mira mengedikkan dagu kearah pintu dimana ada Bara yang sedang berjalan masuk, "Buruan sana keburu bel bunyi."
"Duh, gue nggak berani. Mir, temenin gue, yuk." ajak Kevia.
"Dih, nggak mau. Udah cepetan sana. Kalo lo diapa-apain tinggal triak aja. Kelas kan juga rame."
Kevia menghela nafas berat. Oke Kevia semangat. Tarik nafas, hembuskan, tarik nafas, hembuskan. Kevia mengambil sesuatu dari dalam tasnya dan menoleh sebentar kearah meja belakang paling pojok kanan. Ternyata Bara sedang bermain game di ponselnya.
"Oke Kevia, lo pasti bisa." Kevia menyemangati dirinya sendiri.
Kevia berjalan pelan menuju dimana Bara duduk dan malah berdiri diam di depannya tanpa melakukan apapun. Mira menepuk jidatnya melihat kelakuan sahabatnya.
"Mau apa lo?" tanya Bara tanpa mengalihkan pandangan dari ponselnya.
Suara Berat Bara mengagetkan Kevia. Ia melirik sejenak teman sebangku Bara yang menatapnya lalu akhirnya Kevia menarik tangan yang ia sembunyikan dibalik punggungnya.
"Baraguemaumintamaafsoalkemareninitandapermintamaafanguetolong maafin. Bye." Kevia langsung lari ke tempat duduknya.
Arka, teman sebangku Bara melongo melihat tingkah Kevia. Sedangkan Bara hanya menatap Kevia dalam diam.
"Dia ngomong apaan ya tadi. Nggak pake spasi gitu." tanya Arka yang masih menatap Kevia yang kini menelungkupkan kepalanya di atas meja.
"Apaan, nih?" Arka melihat sesuatu yang dibawa Kevia tadi, "Wih, nasi goreng, ada smile nya lagi. Buat gue, ya." Baru saja Arka akan mengambilnya, tapi Bara lebih dulu menyimpannya ke dalam laci.
"Ck, pelit lo."
Bara melanjutkan Kegiatannya bermain ponsel. Tanpa diketahui siapapun, ia tersenyum kecil membaca note yang ada di tuperware tersebut. Lucu sekali cewek itu. Padahal ia tidak marah sama sekali soal kemarin.
Bara, tolong maafin ya.
Jangan lupa dimakan.
Kevia
****
Duh, Bara meresahkan.
Terima kasih buat yang masih mau baca cerita ini.
Jangan lupa dukungannya.
Salam dunia halu
By V
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top