12

🌹🌹🌹

Kedatangan Kevia di lapangan basket disambut lemparan bola basket oleh Natha. Untung ia sigap menangkapnya. Kalo tidak sudah pasti akan benjol jidatnya. Dasar dedemit menyebalkan.

"Kak Natha! Kalo kena muka gue gimana?" triak Kevia sambil melemparkan kembali bola kepada Natha yang langsung ditangkap oleh Natha, "Untung gerak reflek gue bagus."

"Ngetes. Biar lo peka sama bahaya sekitar." jawab Natha yang berjalan mendekat kearah Kevia sambil membawa bola basketnya, "Lama banget, sih, lo? Darimana?"

"Kepo. Kenapa nyuruh gue kesini?" tanya Kevia langsung keintinya.

"Buru-buru amat, sih. Duduk dulu lah." Bukannya langsung menjawab, Natha malah duduk di salah satu bangku penonton dan mengeluarkan sesuatu dari saku celananya, "Nih, minum dulu." Natha menyodorkan susu kotak rasa coklat kepada Kevia.

Kevia menghela nafas kasar sebelum menuruti perintah Natha. Entahlah, akhir-akhir ini ia jadi penurut sekali kepada Natha. Kevia menerima susu kotak itu dan ikut duduk di samping Natha. Ia melihat susu kotak rasa coklat dengan pandangan curiga.

"Kak Natha beliin ini buat gue?" Kevia masih memperhatikan susu kotak rasa coklat itu. Ia jadi curiga, Natha nggak mungkin sebaik itu kepadanya. Pasti ada maunya.

"Nggak usah GR, tadi gue makan, pas bayar nggak ada kembalian, yaudah gue ambil itu."

Kevia memutar bola matanya malas. Tuh, kan benar. Natha tidak mungkin sebaik itu kepadanya. Tanpa berfikir lagi Kevia mencobloskan sedotan ke susu kotak dan meminumnya.

"Pulang sekolah bareng gue." Kevia tersedak mendengarnya, "Ck, nggak usah GR. Gue cuma mau bahas soal kampanye selanjutnya." ralat Natha sambil menyodorkan sapu tangan kepada Kevia.

Kevia membersihkan mulutnya dari sisa-sisa susu, "Siapa juga yang GR. Gue biasa aja, tuh." elak Kevia, padahal ia sudah mengira jika Natha akan mengantarnya pulang. Tapi yang namanya Natha pasti tidak akan berbaik hati kepadanya.

Kemudian tidak ada percakapan lagi diantara mereka. Hening, sibuk dengan pikiran masing-masing. Natha memutar-mutarkan bola ditangannya, terlihat diam namun ada yang mengganggu pikirannya. Natha tahu jika tadi Kevia bersama Reno di taman belakang bahkan Natha melihat saat Reno memberikan gelang kepada Kevia.

Yang sangat menggangu pikirannya adalah Kevia terlihat sangat senang dengan pemberian Reno hingga saat ini pun ia masih senyum-senyum sendiri sambil memperhatikan gelangnya.

"Tumben lo pake gelang? Bukannya lo nggak suka pake aksesoris?" Suara Natha yang pertama memecah keheningan diantara mereka.

Seingatnya, dulu Melodinya tidak suka memakai aksesoris. Katanya ribet.

"Siapa bilang? Sekarang gue suka pake aksesoris." jawabnya, seakan mengingatkan jika ia bukan Kevia yang dulu, "Lagian yang ini spesial. Pastilah gue pake."

"Dari Reno?" tebaknya yang tak dijawab oleh Kevia, "Lo...beneran suka sama Reno?" tanya Natha dengan nada rendah dan terdengar berat.

Kevia mengerutkan kening, merasa heran Natha tiba-tiba bertanya kepadanya seperti itu dengan nada yang entahlah.

"Kenapa nanya kayak gitu? Tiba-tiba banget." jawab Kevia.

Ada jeda sebentar sebelum Natha menjawab, "Nggak papa, nanya doang."

Kevia memicing menatap Natha curiga, "Kak Natha cemburu ya?"

"Nggak mungkin lah. Ya kali gue cemburu. Pede lo." elaknya cepat, "Kurang-kurangin, deh, rasa percaya diri lo, kelebihan nggak bagus." tambahnya sambil beranjak berdiri dan berjalan menuju pintu keluar lapangan indoor tersebut.

"Eh, Kak, mau kemana?" tanya Kevia yang ikut beranjak.

"Kelas." jawab Natha singkat.

"Dih, kok jadi ngambek, sih? Katanya nggak cemburu?" tanya Kevia yang membuntuti Natha.

"Siapa juga yang ngambek? Gue cuma mau tidur di kelas." jawabnya ketus.

Kevia mengulum senyum jahil, "Masak, sih? Ah, cemburu pasti. Iya kan?" tuduh Kevia sambil menunjuk kearah muka Natha, "Hayo ngaku. Tuh, buktinya mukanya cemberut terus."

"Nggak." jawab Natha yang tetap berjalan.

Kevia jadi berpindah di depan Natha dan menjadi berjalan mundur demi melihat muka masam Natha.

"Halah, ngaku, deh. Tuh, tuh, tuh, mukanya makin cemberut."

"Ck, dibilangin nggak ya nggak. Pergi sana." usir Natha

"Nggak mau. Ngaku dulu. Baru gue pergi "

"Awas, Mel. Jangan jalan mundur ntar jatuh." bukannya menjawab Natha malah mengingatkan Kevia.

"Makanya cepetan ngaku." desak Kevia, "Tinggal bilang 'iya' apa susahnya, sih? Ngaku nggak, ngaku nggak, nga--Aaahhk!"

Kejadian begitu cepat. Secepat Natha Menarik tangan Kevia dan menahan pinggangya supaya tidak terjatuh karena dibelakang Kevia ada dua anak tangga turun.

Seketika suasana menjadi hening. Kevia masih berada di dalam pelukan Natha. Dan Natha pun tidak ada tanda-tanda akan melepaskan Kevia. Sejenak Kevia terhanyut dengan tatapan teduh Natha. Mata itu masih sama seperti dulu. Tatapan itu juga terasa tak asing bagi Kevia, hingga tanpa sadar membuat jantungnya berdetak lebih cepat.

"Gue udah bilang, kan, sama lo buat lebih peka sama bahaya sekitar." Suara berat dan tegas itu menyadarkan Kevia.

Kevia yang sudah sadar pun berusa melepaskan diri dari Natha. Diam-dian ia berusaha menetralkan detak jantungnya.

"Maaf." kata Kevia yang tak berani menatap Natha.

Natha menghela nafas panjang. Dia menatap Kevia yang masih memalingkan muka. Dengan perlahan Natha memegang dagu Kevia dan mengarahkan kepadanya. Natha mendekatkan wajahnya kepada Kevia hingga Kevia harus menahan nafas saking dekatnya.

"Kalo gue jawab 'iya gue cemburu lo sama Reno' apa jawaban gue itu ngaruh sama lo?"

Setelah mengatakan itu Natha langsung pergi begitu saja meninggalkan Kevia yang masih terdiam seperti patung. Ia masih mencerna apa yang terjadi. Tangannya memegang dada kirinya, kenapa dengan jantungnya yang tiba-tiba berdetak cepat hingga terasa sakit. Dan tatapan itu mengingatkan Kevia dengan masa lalu. Natha, kenapa dia selalu mengusik ketenangannya?

****

"Dasar sahabat laknat. Gue tungguin dari tadi di kantin, lo malah enak-enakan nglamun disini." sembur Mira yang baru saja masuk ke dalam kelas dan mendapati Kevia sudah duduk manis di bangkunya sambil bengong.

Kevia menatap sahabatnya dengan bingung, "Gue kan nggak bilang mau nyusul lo ke kantin?"

Mira terdiam. Benar juga. Kevia memang tidak mengatakan itu tadi sebelum pergi bersama Reno.

"Ya seenggaknya lo inisiatif, kek, buat nyusul gue." Mira duduk di bangkunya dan memperhatikan sahabatnya yang berbeda dari sebelum pergi bersama Reno.

"Kenapa muka lo? Kayak orang linglung aja." tanya Mira.

Kevia memegang dada kirinya, "Mir, kayaknya jantung gue sakit, deh."

"Hah? Lo punya riwayat sakit jantung?" tanya Mira terkejut.

"Sembarangan. Nggak lah." Kevia memukul lengan Mira, "Cuma tadi, tuh, jantung gue tiba-tiba detaknya kenceng banget gitu."

Mira mengerutkan kening, "Lo habis lari?" Kevia menggeleng.

"Ada yang ngagetin lo terus lo kaget banget?" Kevia menggeleng lagi.

"Terus?"

"Waktu gue mau jatuh terus ditolongin sama Kak Natha."

Mira terdiam sejenak. Ia sedang menganalisis perkataan Kevia barusan. Tiba-tiba Mira membelalakkan matanya.

"Lo deg-degan deket Kak Natha?" tebak Mira.

"Kayaknya nggak, deh, Mir. Gue deg-degan karena mau jatuh tadi." kata Kevia mengingat kejadian tadi, "Iya bener. Pasti karena mau jatuh tadi terus gue syok."

"Aduh, Kev. Lo tuh deg-degan karena deket Kak Natha. Fiks itu, mah."

"Dibilangin enggak. Itu karena gue syok."

"Dibilangin iya. Lo cuma nggak peka aja kalo lo deg-degan deket Kak Natha." ucap Mira ngeyel, "Itu artinya, lo suka sama Kak Natha." tuduh Mira sambil menunjuk muka Kevia.

"Nggak usah ngawur, deh, Mir. Gue sukanya sama Kak Reno ya. Nih, tadi dia ngasih gue ini."

Kevia menunjukkan gelang yang ads di pergelangan tangan kirinya.

"Sini coba lihat." Mira menarik tangan Kevia untuk melihat gelangnya lebih jelas, "Biasa aja gelangnya. Pasaran. Nggak istimewa."

Kevia menarik tangannya kembali, "Biarin. Yang penting ini dari Kak Reno." ia senyum-senyum sendiri mengingat tadi bersama Reno.

Mira memutar bola matanya malas. Reno menang satu langkah dari sepupu gilanya itu. Hebat sekali Reno.

"Oh iya, Mir, tadi Kak Reno bilang kalo selesai pemilihan nanti dia mau ngomong sesuatu sama gue." Kevia bercerita dengan semangat tentang tadi ia dan Reno, "Kayaknya dia mau nembak gue, deh, Mir. Duh, jadi nggak sabar."

Kevia menangkup kedua pipinya gemas. Ia jadi senyum-senyum sendiri membayangkannya. Sedangkan Mira hanya diam mendengar hal tersebut. Jika benar Reno akan menyatakan cinta kepada sahabatnya, bisa gawat. Sepupu gilanya bisa makin gila nanti. Dan yang pasti dia yang akan disalahkan. Mira harus melakukan sesuatu.

"Dih, pede banget, sih, lo. Siapa tau mau bilang hal lain." kata Mira yang mematahkan bayangan indah Kevia, "Lagian lo, kan, baru kenal Kak Reno. Emang lo beneran cinta sama Kak Reno? Emang Kak Reno benetan jomblo? Siapa tahu dia punya cewek diluar sana."

Muka Kevia berubah menjadi cemberut, "Jahat banget, sih, lo, Mir. Kak Reno nggak mungkin kayak gitu. Kalo dia udah punya cewek pasti nggak bakal deketin gue, lah."

"Siapa tau, kan. Mending lo selidikin dulu Kak Reno."

"Nggak ah, gue percaya sama Kak Reno. Dia baik sama gue, sama semua orang juga."

Mira menghela napas kasar, "Terserah lo, deh. Tapi nanti kalo harapan lo nggak sesuai kenyataan, jangan bilang kalo gue nggak memperingatin lo ya."

Kevia tersenyum manis. Sahabatnya memang paling pengertian.

"Iya-iya, Mir. Lo nggak usah khawatir. Kak Reno baik, kok." Kevia mengalungkan lengannya ke bahu Mira, " Makasih, ya, udah khawatirin gue."

"Hm. Kev, gue mau tanya." Mira terlihat setius sekali.

"Tanya aja. Biasanya juga langsung nyerocos."

Mira terdiam sejenak sebelum berkata, "Lo udah bener-bener nggak ada rasa sama Kak Natha?"

"Lo aneh, deh, Mir, tiba-tiba nanyain kayak gitu." Kevia memandang sahabatnya aneh.

"Lo nggak mau cari tau kebenaran soal kejadian dulu itu?" tanya Mira.

Pandangan Kevia berubah menjadi datar, "Mir, gue, kan, udah bilang, gue nggak mau bahas itu lagi."

"Ya tapi, kan, lo perlu tau kebenatannya. Gimana kalau selama ini lo salah paham? Gimana kalo Kak Nath--"

"Mir, please. Semua udah selesai."

****

Terima kasih udah baca cerita ini.

Salam dunia halu

By : V

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top