10
🌹🌹🌹
"Bara? Kok lo bisa disini?" pekik Kevia tanpa sadar.
Bara memandang Kevia datar.
"Ini jalanan umum. Siapa aja boleh disini." jawabnya dingin.
"Ah, ma-maksud gue, kebetulan banget kita ketemu disini." balas Kevia canggung.
Kevia tiba-tiba jadi merinding. Malam-malam begini bertemu seorang Bara, sendirian pula.
"Ngapain lo malam-malam kluyuran sendirian?" Kevia tersentak atas pertanyaan Bara.
Mata Kevia melirik kesana kemari, mencari jawaban yang tepat.
"Olahraga malam." jawab Kevia sambil menggerakkan tangannya ke kanan dan ke kiri.
Bara tersenyum tipis mendengar jawaban Kevia. Mana ada orang olahraga menggunakan dress selutut dan flatshoes?
"Alasan lo kurang tepat." Kevia memalingkan wajah, malu karena jawaban ngawurnya.
"Ikut gue."
"Kemana?"
"Makan. Gue laper."
"Yaudah sana makan sendiri. Gue udah makan tadi."
Tatapan dingin Bara membuat Kevia menciut seketika.
"Lo mau ikut gue, atau tetap disini dan lo bakal jadi korban abang-abang yang nongkrong disana?"
Perkataan Bara membuat Kevia reflek menoleh kearah yang ditunjuk Bara. Ia berlari mendekat dan berdiri disamping Bara, setelah melihat beberapa orang berwajah seram sedang merokok disebuah warung.
"Lo jangan nakutin gue, dong." cicit Kevia.
"Mereka dari tadi nglihatin lo."
Kevia semakin merapat kearah Bara. Dan tanpa sadar ia sudah memegang lengan Bara.
"Gue ikut lo aja, deh. Tapi jangan macem-macemin gue ya. Gue bukan tipe lo." Bara hampir saja tertawa mendengar perkataan Kevia.
"Nggak akan." Bara melepas jaketnya dan memberikan kepada Kevia, "Nih, pake. Rok lo pendek."
Kevia menerimanya, "Makasih."
Baru saja Kevia naik keboncengan Bara, ponsel yang berapa di dalam tasnya berbunyi. Setelah tau siapa yang menelponnya, ponselnya dbiarkan begitu saja.
"Kok nggak diangkat?" tanya Bara yang sudah memakai helm.
"Nggak penting."
Tidak lama setelah ponselnya diam, sebuah pesan masuk membuatnya ingin mengumpat.
Dedemit
Angkat.penting
Baru saja Kevia selesai membaca pesan, ponselnya berdering lagi memunculkan nama sang pengirim pesan.
Dedemit Calling...
"Ck, nyebelin banget, sih." gumamnya pelan, "Bentar, ya, Bar. Gue angkat telpon dulu." Bara mengangguk mengiyakan.
"Apaan, sih? Ganggu tau nggak." sembur Kevia setelah panggilan tetsambung.
"Temuin gue di taman deket cafe bintang. Gue tunggu disana sekarang."
"Gue nggak bisa kalo sekarang. Sibuk."
"Sibuk kencan sama temen sekelompok lo waktu itu? Siapa namanya? Baron?"
"Kok, lo tau? Lo ngintai gue ya?" Kevia melihat kesekitar. Tidak ada tanda-tanda kehadiran Natha disini. Jadi darimana ia tau?
"Lo nggak perlu tau. Yang penting lo dateng sekarang."
"Tap--eh, woi." Natha memutus panggilannya secara sepihak, "Main matiin aja, nih, orang."
"Kenapa? Ada madalah?" tanya Bara yang sedari tadi diam mendengarkan.
"Bar, bisa anterin gue ke taman deket cafe bintang nggak? Gue ada urusan disana." pinta Kevia.
Bara hanya menganggung sebagai jawaban. Setelah itu ia langsung melajukan motornya menuju arah yang Kevia minta.
Jauh dibelakang dari tempat Kevia dan Bara tak sengaja bertemu, tepatnya di persimpangan jalan, Natha memandang Kevia yang baru saja pergi dengan Bara.
"Sialan." umpatnya.
Natha memasukkan ponsel ke dalam saku celana, setelah itu melajukan motor dengan kecepatan tinggi menuju tempat janjiannya dengan Kevia.
Di atas motor Bara yang melaju sedang Kevia bingung hendak bicara apa. Bara itu pendiam, dingin, seram pula. Jika bicara, Kevia takut salah seperti waktu itu. Eh, ngomong-ngomong, Bara sudah memaafkannya belum ya? Apakah ia bertanya saja? Atau tidak?
"Bar, soal permintaan maaf gue waktu itu, gimana?" Akhirnya Kevia bertanya setelah berfikir lama.
"Diterima." jawabnya pelan.
"Hah apa? Lo ngomong apa barusan?"
"Yaudah kalo nggak denger." jawab Bara agak keras.
"Ih, nyebelin."
Bara tersenyum tipis melihat muka cemberut Kevia dari kaca spion motornya.
****
"Dimana, sih, Kak Natha?" gumamnya pelan. Tangannya sibuk menempelkan ponsel ke telinga. Ia sedang menelpon Natha tapi tak kunjung diangkat.
Kevia dan Bara sudah sampai di taman sejak sepuluh menit yang lalu. Tapi Kevia belum menemukan Natha disana. Dan Bara yang sudah ia suruh pergi, malah menunggunya disini.
"Lama bang--"
"Gue di warung sate."
"Hah? Disebelah man-- yaelah, hobi banget, sih, nih, orang matiin telfon sepihak." dumel Kevia, "Bar, Kak Natha nunggu di warung sate. Gue kesana dulu ya. Lo kalo mau pulang juga nggak papa."
"Gue ikut."
"Hah? Kok ikut?" tanya Kevia bingung.
Bara sudah berjalan lebih dulu tanpa mempedulikan kebingungan Kevia.
Kevia menghela nafas lelah, "Bara, tunggu." Akhirnya Kevia hanya bisa membiarkan Bara ikut dengannya.
Suasana taman yang ramai pedagang, menjadikan suasana taman seperti wisata kuliner.
"Kak Natha." panggil Kevia yang melihat Natha berdiri di depan warung sate.
"Lama banget, sih, lo." sembur Natha saat Kevia sudah sampai di depannya, "Lo ngapain ngajak dia?" tanyanya saat menangkap kehadiran Bara disana. Kevia bingung mau menjawab apa.
"Gue cuma nganter dia." jawab Bara yang melihat kebingungan Kevia, "Pak, satenya dua."
Bukannya pergi Bara malah masuk ke warung sate dan memesan dua porsi.
"Kev, lo udah gue pesenin." kata Bara yang nyembulkan kepala dari dalam warung.
"Heh, bocah tengil, pulang sana. Gue ada urusan sama Melodi." usir Natha yang terganggu dengan kehadiran Bara.
Bara hanya mengedikkan bahu acuh dan malah menarik Kevia untuk ikut masuk ke warung.
Natha melongo melihatnya, "Wah, nantangin, nih, anak."
Natha akhirnya ikut masuk ke warung menyusul Kevia yang sudah duduk berhadapan dengan Bara.
"Lo duduknya bisa di meja sebelah nggak? Ada yang harus gue omongin sama Melodi. Berdua." usir Natha secara halus saat sudah duduk disamping kanan Kevia.
Bara hanya menatap Natha datar dan memasang headset di kedua telinganya. Dan Natha hanya bisa menghela nafas kasar melihat kelakuan Bara.
"Udah, deh, biarin aja. Bara cuma mau makan. Kak Natha ada urusan apa?" tanya Kevia to the point.
Natha mencoba mengabaikan kehadiran Bara. Natha membuka mulutnya hendak bicara namun tidak jadi. Ia melirik Bara yang sibuk dengan ponselnya.
"Makan dulu aja, deh. Gue laper. Bang, satenya satu."
Kevia memutar bola matanya malas. Percayalah, ini pasti akan berlangsung lama. Jika sudah berhubungan dengan Natha pasti tidak akan mudah baginya.
"Oh, cuma modus." celetuk Bara tiba-tiba yang langsung mendapat tatapan tajam dari Natha. Sedangkan Kevia memandang Bara bingung. Sang pelaku malah tetap asyik bermain ponsel. Dasar bocah sialan, batin Natha.
****
Natha memasuki rumah dengan muka yang ditekuk. Hancur sudah rencananya. Ia membanting dirinya ke sofa ruang tengah, disana sudah ada Mira yang asyik memakan keripik kentang dan menonton televisi.
"Cye, seneng banget yang habis pulang kencan." Baru saja Natha memejamkan mata, pertanyaan Mira mengganggunya.
"Lo nggak bisa lihat muka gue yang ganteng ini lagi bete?" ketus Natha sebal.
Mira memandang muka Natha dengan seksama, "Oh, iya. Butek banget. Jadi makin jelek lo. Kenapa? Kevia nggak mau ketemu lo?" tanya Mira yang kembali sibuk dengan keripik kentangnya.
"Temen lo, tuh, dateng bawa bodyguard." Natha masih kesal jika mengingat kejadian tadi.
Mira mengerutkan kening, "Bodyguard?" Ia memandang Natha penuh tanya.
"Iye. Bocah tengil yang waktu itu satu kelompok sama lo."
Mira semakin mengerutkan kening, ia sedang mengingat-ingat siapa kira-kira yang dimaksud oleh Natha.
"Namanya Baron atau siapalah itu."
"Bara kali." jawab Mira setelah ingat, "Eh, tunggu. Kevia ketemu lo bareng Bara?" Natha mengangguk malas, "Kok bisa?" tanya Mira terkejut.
"Mana gue tau. Lo yang bilang dia sendirian. Buktinya dia sama si bocah tengil itu." Natha makin kesal mengingat wajah tengil Bara.
Mira masih berfikir, bagaimana bisa sahabatnya itu bersama Bara. Jelas-jelas waktu ia tinggal, Kevia sendirian.
"Eh, dia emang sendiri ya pas gue tinggal di cafe tadi. Lo kali yang kelamaan."
"Gue langsung cabut pas lo ngechat gue. Berarti lo yang salah, nggak mastiin bener-bener."
Mira yang tidak terima disalahkan pun beranjak berdiri dari sofa dan meletakkan toples keripiknya ke meja.
"Enak aja lo nyalahin gue. Gue udah pastiin dia sendiri. Kalo pun tiba-tiba ada Bara disana, berarti lo yang kurang beruntung." kata Mira tidak terima.
Natha menegakkan duduknya, "Pokoknya gue nggak mau tau, lo harus tanggung jawab. Bikin gue ngedate sama dia."
"Kenapa nggak lo sendiri aja, sih. Lo tinggal telpon dia terus ajakin ngedate, deh. Gampang, kan." usul Mira.
"Lo pikir Melodi bakal terima gitu aja ajakan gue?"
Kalau itu Mira tidak bisa memastikan.
"Ya, nggak, sih."
"Nah, itu lo tau. Jadi lo harus tetap jadi mak comblang gue."
Mira kembali duduk di sofa. Gini amat nasib punya sepupu gagal move on.
"Dasar cowok bucin gagal move on." umpat Mira pelan.
"Ada apa, sih, kalian ribut banget. Kedengeran, loh, sampai belakang." Dina, Maminya Natha muncul membawa sepiring kue yang baru matang.
"Anak Mami, tuh, gagal kencan tapi nyalahin Mira." adu Mira kepada Dina.
"Emang salah lo, kok." balas Natha dengan muka jutek.
"Mami tau nggak, anak Mami ini, tuh, bucin banget. Mana gagal move on lagi." adu Mira lagi kepada Dina.
"Masak, sih? Sama siapa? Cantik nggak dia?" tanya Dina antusias.
"Cantik lah, Mi. Makanya dia nggak mau sama anak Mami yang jelek itu." ledek Mira.
"Enak aja. Dia mau ya sama gue. Cuma belum aja sekarang."
Mira dan Dina tertawa mendengar jawaban Natha.
"Mending Natha ke kamar, daripada disini Natha dibully terus."
"Yah, ngambek." ledek Mira yang masih tertawa.
Natha beranjak dari sofa dan berjalan menuju kamatnya yang ada di lantai atas. Moodnya benar-benar hancur sekarang. Natha menutup pintu kamar dan langsung merebahkan tubuhnya di kasur king size nya.
Teringat sesuatu, Natha mengambil ponselnya yang berada di saku celana dan membuka room chatnya dengan Kevia.
My Melodi
Hari senin. Gue tunggu kerja pertama lo jadi tim sukses gue.
****
Natha emang bener-bener, deh.
Salam dunia halu.
By : V
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top