3. A Night Knight
~~•¤•~~
Yoo-Jin P. O. V
Cuaca di London pagi ini berawan dengan hawa dinginnya yang khas menyeruak, membuat otot-otot kaki dan lenganku terasa kaku dengan warna kebiruan. Hampir setiap dua jam sekali, aku harus bersusah payah menelungkupkan tubuhku di dekat perapian untuk melakukan gerakan push-up demi menaikkan suhu badan dan membuatnya tetap hangat.
Seharusnya, kami telah tiba di kota Cambridge sejak 7 hari yang lalu. Sayangnya, perlu waktu sepekan bagi kami untuk menunggu antrian kereta api menuju kota Cambridge. Karena urgensi itu, Kami terpaksa menyewa sebuah kamar berukuran besar untuk kami tempati bertiga di salah satu penginapan yang cukup nyaman di kota London, dan tentunya, harga sewanya cukup tinggi, sehingga kami harus lebih bijak dalam mengatur keuangan kami selama masa-masa sulit.
Selagi menunggu Paman James yang merasa perlu mencairkan sejumlah uang pesangon-nya dari Bank sentral Inggris di kawasan Threadneedle Street yang konon katanya bernilai cukup tinggi, aku belajar menulis huruf latin dengan aksen tegak bersambung yang biasa digunakan oleh orang-orang Inggris dalam format surat menyurat dan literasi.
Setelah sepekan menetap di tengah hiruk-pikuk masyarakat London yang modern, kupikir, kemajuan dalam diriku baik itu dari segi pemikiran dan adaptasi menjadi lebih cepat. Kini, aku mulai meniru aksi Paman James yang senantiasa mencatat setiap hal penting dalam hidupnya untuk dikaji ulang di kemudian hari.
Hal semacam ini pun kuterapkan dalam mempelajari bahasa Inggris. Selain membeli kamus besar dan mencari makna dari setiap istilah baru yang kutemui, aku pun selalu mencatatnya di buku saku yang biasa kubawa kemanapun, sehingga aku bisa lebih sering dalam membacanya, dengan metode ini, perbendaharaan kataku semakin bertambah luas.
Selagi pelayanku, Jung Jaemin, masih tampak meringkuk malas di atas sofa merah di sudut ruangan. Kudengar bunyi knop pintu yang terbuka dan menampilkan sosok Paman James dengan tiga tiket berwarna cokelat muda di tangannya. "Ayo berkemas, kereta hari ini berangkat pukul 11, jangan sampai kita terlambat, "
Dengan begitu, kami segera mengemasi barang-barang kami dan berjalan menuju stasiun kereta yang kebetulan tidak terlalu jauh. Seperti biasa, Jaemin yang belum sempat membersihkan diri tampak menguap dan berjalan sempoyongan sambil membawakan barang-barang milikku di tengah hiruk-pikuk kota London.
Bedanya, ia tak perlu repot-repot lagi mengangkut tas-tas kain yang usang dan mudah robek, dengan lebih berwibawa, Jung Jaemin yang kini telah terbiasa mengenakan setelan jas panjang, topi baret dan sepatu pantofel ala Barat pun tampak sibuk mengangkat koper-koper hitam milikku yang lebih aman dengan kunci gembok berjenis kombinasi.
Sesampainya di dalam transportasi bermesin uap ini, kami mendudukan diri di kursi-kursi sesuai nomor tiket yang tertera. Paman James sempat bertanya padaku saat kereta hendak melaju, "Yoo-Jin, coba kaulihat pukul berapa sekarang? "
Kutarik jam perak berantai dari balik saku jasku seraya berkata, "Pukul 11 lewat 5 menit, "
Dengan begitu Paman James tampak menyandarkan tubuhnya seraya berkata, "Kita akan sampai dalam 6 jam lagi, sekarang beristirahatlah, " ucapnya sambil memejamkan mata.
Jaemin yang mendengar itu tampak sangat bersemangat, "Seja jeoha, aku tidur dulu yah, hehe, " dan benar saja, dengan cepat ia tertidur pulas.
Diantara suara dengkuran mereka yang cukup keras, aku memilih untuk melengkapi catatan perjalananku dengan mengamati setiap objek yang kuperoleh. Panorama di luar jendela sangatlah indah, jalur kereta ini membelah gunung, mengitari bukit dan lembah. Tak jarang dari jembatan di atas sungai dan air terjun yang kutemui, setiap kali transportasi bermesin uap ini melaju dengan kecepatan tinggi.
Berada di negeri ini membuatku banyak berpikir, pantas Inggris menjadi lebih maju dari bangsa lainnya. Faktanya, mereka telah lebih dulu memikirkan apa yang belum sempat terpikirkan oleh banyak orang, termasuk dengan membangun rel kereta api beratus-ratus kilometer jauhnya, diantara perbukitan dan lembah terjal yang awalnya sulit untuk dilalui.
Melihat kemajuan ini, hati kecilku bertekad, "Suatu hari nanti, bangsaku pun harus memiliki hal yang sama, "
🌿🌾🌿🌾🌿
Tepat pukul 5 sore, rombongan Lee Yoo-Jin menepi di kota Cambridge. Dengan membayar 50 koin emas dari stasiun kereta api menuju sebuah rumah besar di pinggiran kota, akhirnya mereka telah sampai di tempat tujuan kemudian segera menurunkan barang-barang bawaannya.
Dari kereta kuda tersebut, tampak sosok Yoo-Jin dan pelayannya Jung Jaemin yang tampak turun terlebih dahulu, disusul dengan James yang tengah membayar sang kusir sambil berkata, "Thank you Sir, "
Kusir kereta kuda tersebut seketika mengangguk ramah sambil mengangkat topinya, setelah itu, ia pergi dan melanjutkan perjalanannya ke tempat lain.
Di tempatnya berpijak, Yoo-Jin dan Jaemin tampak termenung di depan sebuah hunian megah yang terletak diantara perkebunan buah yang luas. Lelaki muda berwajah tampan Asian ini tampak sibuk memperhatikan keadaan sekitar, sambil berjalan pelan mengikuti James Stuart yang lebih dulu melangkah di hadapannya, ia bertanya, "Paman, apa rumah besar ini milikmu?"
James yang mendengar itu dengan cepat menjawab, "Bukan, ini rumah kakak perempuanku, Madame Gloria Alexandra Robertus. Lima hari yang lalu setibanya di kota London, aku telah mengiriminya surat untuk meminta izin tinggal di kediamannya. Syukurlah, dia membalas suratku dengan cepat sehari setelahnya, dia sangat senang menerima kabar tentang kunjungan kita kemari. Kebetulan, kakak-ku hidup sebatang kara setelah suami dan putranya menjadi korban dalam bentrokan tragis antara kaum revolusioner proletar yang menyerbu dengan anarkis ke rumah-rumah dan perkebunan milik para borjuis pra revolusi industri. Suami kakak-ku merupakan salah satu saudagar kaya di waktu itu, sehingga nasib malang menggiringnya pada kematian, sejak saat itu, kakak-ku yang hidup penuh trauma selalu saja menyendiri, hanya ada beberapa pelayan yang tetap setia menemaninya, kuharap, kehadiran kita di sini dapat sedikit menghibur lara hatinya, " tutur James panjang lebar, hal itu mampu membuat dua orang Asia ini terdiam setelahnya.
Tok! Tok!
"Permisi," ketuk pria Inggris itu yang beberapa saat kemudian dibukakan oleh seorang wanita gemuk berwajah keibuan, dan dengan tatapan sendu berkaca-kaca, wanita itu tampak menyambutnya dalam nuansa keharuan,
"Oh James adikku, akhirnya kau kembali," dengan begitu, mereka berdua saling berpelukan.
Wanita ini menangis tersedu-sedu mendapati adiknya yang kembali dalam keadaan hidup dan sehat tanpa kurang suatu apapun, "Oh James yang malang, kupikir kau telah mati saat dinyatakan hilang dalam ekspedisi 2 tahun silam, aku benar-benar bersyukur kau masih hidup James, hanya kaulah satu-satunya kerabat yang kupunya, "
Melihat pertemuan sepasang saudara itu membuat Yoo-Jin dan Jaemin terdiam, lebih tepatnya, mereka turut menghayati momen-momen sakral itu dengan khidmat. Tak lama kemudian, Jaemin berbisik, "Seja jeoha, rasanya airmataku hampir saja meleleh, ini sangat menyentuh sanubariku hikss, " bisiknya yang hanya ditanggapi Lee Yoo-Jin dengan kerlingan mata.
Tak lama setelah mereka melepas rindu, James Stuart memperkenalkan dua tamunya terhadap wanita itu, " Kakak, seperti kataku, aku membawa dua teman Asia yang telah berjasa menyelamatkan hidupku, ini Lee Yoo-Jin, dan Jung Jaemin pelayan setianya, Yoo-Jin ini adalah putra dari Raja Joseon, Lee Taesoo, yang telah menyelamatkanku dari kebrutalan armada laut Jepang hingga aku masih hidup sampai detik ini, aku sangat berhutang budi pada Ayahnya, untuk itu, aku sepakat membawa Yoo-Jin kemari dan memasukkannya ke sekolah formal, itu pesan sang Raja padaku sebelum aku pergi, " ujar James yang mendapat respon terkejut dari sang kakak.
"Apa? Pemuda ini ialah putra dari seorang Raja?" ujar wanita gemuk itu dengan kedua matanya yang melebar.
Lee Yoo-Jin yang merasa dirinya terus diperhatikan dengan tatapan aneh, seketika membungkuk hormat seraya memperkenalkan diri, "Hallo Mrs, my name is Lee Yoo-Jin, glad to meet you,"
Wanita bernama Gloria itu tampak menggeleng dengan cepat kemudian menahan pundak tegap Yoo-Jin sebelum pemuda yang ia ketahui sebagai putra Raja itu memberi penghormatan padanya, "Ah tidak, tidak! Anda tidak boleh sampai seperti ini Yang Mulia, aku tidak layak mendapat sanjungan darimu, anda begitu agung, " ucapnya merasa segan dengan apa yang Yoo-Jin lakukan.
Yoo-Jin mengerti, ini bukan pertama kalinya ia diperlukan seperti itu, namun, dengan nada bicara yang tenang dan sopan, lelaki muda ini berkata, "Aku mungkin seorang pembesar di negeriku, tapi tidak dengan di sini. Tolong perlakukan aku dengan sewajarnya, Nyonya tidak perlu merasa segan, aku hanyalah orang biasa yang menumpang di kediamanmu, tolong jangan sungkan memanggil namaku, Yoo-Jin,"
Meskipun tak begitu memahami apa yang baru saja dikatakan Tuannya, Jaemin merasa bangga karena Yoo-Jin tampak sangat berwibawa dalam mengatakan isi hatinya dengan bahasa asing yang rumit itu.
Lain halnya dengan Madame Gloria yang tampak tersentuh dan mulai menatap pemuda itu dengan mata berkaca-kaca, Yoo-Jin hanya terdiam ketika tangan halus wanita itu menangkup wajah tirusnya dengan kehangatan,
"Kau--mengingatkanku pada putraku yang telah tiada," ujarnya dengan mata berkaca-kaca. "Melihat pemuda setampan dan segagah ini, membuat hatiku merindu pada Edward. Andai saja dia masih hidup, mungkin dia sudah seusia dirimu sekarang, " setelah mengatakan itu, airmatanya luruh tanpa bisa dicegah.
Melihat seorang wanita tua menangis, membuat Yoo-Jin teringat akan sosok ibundanya yang lemah lembut dan begitu mengasihi dirinya. Dengan tangan gemetar, Yoo-Jin menyeka airmata wanita tua itu seraya berkata, "Jika Nyonya berkenan, anggap saja aku ini sebagai pengganti putramu, tolong jangan bersedih lagi, "ucapnya dengan senyum yang begitu tulus.
James Stuart memperhatikan anak itu, sisi baik Lee Yoo-Jin yang tak pernah tampak sebelumnya. Pada awalnya, ia berpikir Yoo-Jin adalah putra mahkota yang angkuh, James tersenyum tipis memperhatikannya, melihat sisi lain dari anak pendiam itu, membuatnya teringat pada Raja Taesoo, sahabatnya, yang hangat dan lemah lembut.
"This young man is as similar as his father," celetuk James sambil tertawa kecil menyenggol lengan Jaemin yang tampak tak mengerti dengan apa yang baru saja pria bule itu katakan, "Hah? " responnya blank.
Alih-alih mendapatkan penjelasan lebih yang masuk akal, orang-orang itu malah membawa Tuannya masuk dan meninggalkan Jaemin beserta barang-barang bawaannya seorang diri,
"Hyaa, hyaa, hyaa!! "
Percuma saja ia berteriak, tak ada yang menggubrisnya sama sekali. Dalam sekejap, si pemalas Jung Jaemin mulai bertekad, "Ishh lihat saja, aku akan belajar bahasa Inggris hingga pandai!" tekadnya sambil menyeret koper-koper itu kedalam.
🍀🌾🍀🌾🍀
Yoo-Jin mendapati sebuah istal kuda yang cukup besar di pekarangan belakang rumah ini. Sambil menghirup udara segar, pria ini memutuskan untuk pergi berkuda dan melihat-lihat daerah sekitar.
Setelah nyonya Gloria dengan baik hati mengizinkannya untuk berkuda, lelaki ini memilih sebuah kuda jantan berwarna cokelat gelap yang tampak gagah dengan rambutnya yang lebat. Sudah menjadi kebiasaannya di Joseon untuk pergi berkuda di waktu senja, kebiasan itu membuatnya merasa lebih tenang dan rileks.
Yoo-Jin mulai memakai sebuah rompi, pelindung dada dan sepatu booths yang telah tersedia di istal, tak lupa ia pun membawa busur panah untuk sekedar berjaga-jaga. Dengan cekatan, ia segera menunggangi kuda jantan itu sambil menutupi sebagian wajahnya dengan slayer, udara di sini cukup berdebu dan dingin, itulah yang membuatnya sangat berhati-hati sebelum berkelana.
Kuda dipacunya dengan begitu cepat, Yoo-Jin melaju di jalanan Cambridge kala matahari hampir saja tenggelam, dan warga kota di pusat jual-beli pun berangsur-angsur pergi meninggalkan tempat perniagaan.
Tak terasa, langit mulai gelap, Yoo-Jin melihat lampu-lampu berbahan api di sepanjang jalanan Cambridge mulai dinyalakan. Ketika dirinya telah memutuskan untuk kembali dan memutar haluan, ia tiba-tiba saja mendengar seseorang berteriak minta tolong,
"Help! Help me! Let me go please! Ahhh!! "
Indera pendengarannya terpancing. Jelas sekali ia mendengar suara minta tolong, jeritan itu menyerupai suara perempuan. Dengan cepat pria Asia ini segera berbalik dan mendapati sekelilingnya telah sepi senyap tanpa seorangpun yang lewat. "Ini aneh, " pikirnya merasa janggal
"Lepaskan aku! Lepaskan aku berengsek! Tolooongggg!! "
Yoo-Jin menatap awas sekelilingnya. Tidak salah lagi, ia mendengar jeritan minta tolong itu dari gang-gang sempit diantara gedung-gedung tua pasaraya yang mulai gelap.
Dengan sigap lelaki ini segera turun dari kudanya, diikatnya kuda jantan itu di sebuah tiang sebelum dirinya bergerak menuju gang sempit yang gelap dan pengap di sebrang jalan.
Yoo-Jin seketika menyiapkan busur panahnya, ia mulai memasang pendengarannya dengan tajam. Sembari berjalan dengan sangat hati-hati dan mengendap-endap di keremangan.
Tepat di belokan sana, ia bisa melihat dua orang berbadan kekar misterius tengah menyeret seorang gadis muda ke tempat yang gelap di sudut gang yang pengap dan sempit.
"Help! Help me! Whoever you are! Please! I'm scared, help me God! " jerit gadis itu dengan nada ketakutan yang miris.
"Tenanglah manis, kita akan segera bersenang-senang, jangan takut nona cantik, semakin kau menjerit, semakin kami bernafsu untuk menghabiskan malam penuh cinta denganmu, Hahaha," ujar salah seorang dari mereka yang terdengar sangat menjijikkan di telinga gadis itu.
Lee Yoo-Jin dengan fokus mengikuti mereka hingga ke titik terdalam gang yang sempit itu. Busur panah telah ia siapkan untuk mengantisipasi segala hal buruk yang mungkin saja terjadi. Berbekal kemampuan bela dirinya yang telah terasah, Yoo-Jin tak gentar menghadapi segala ancaman. Demi menyelamatkan gadis malang itu, ia akan berjuang dengan tekad mulia.
Gadis malang itu masih menjerit-jerit dan meronta histeris memohon untuk dilepaskan. Yoo-Jin tahu yang ia hadapi ini ialah tindak kriminal, gerak-gerik kedua pria itu sangat mencurigakan, dan gadis bermantel biru yang diseretnya tampak sangat putus asa dan ketakutan.
Hingga tibalah mereka di sudut gelap yang sepi dan hanya disinari oleh cahaya rembulan. Gadis malang itu diseretnya ke dalam rumah tua di persimpangan. Yoo-Jin dengan hati hati mengawasi gerak-gerik mereka.
Dilihatnya obor-obor di dalam sana yang mulai menyala, disusul dengan suara seorang pria yang tertawa buas,
"Hahaha, beruntungnya kita malam ini, menculik gadis bangsawan yang sangat cantik dan mempesona, aku yakin, dia masih perawan, kemarilah sayang, ayo lepas bajumu, ayo, jangan malu-malu, " goda para bajingan itu dengan senyum menjijikkan.
Putri Arrabella, gadis malang yang diculik para bajingan itu tampak tersudut ketakutan. Dua orang pria menatapnya dengan kilatan penuh nafsu yang menjijikkan. Arrabella segera menghindar dan melempari barang apapun yang ia raih untuk menjauhkan orang-orang itu darinya.
"Jangan sentuh aku! Pergi!"
Srettt!!
Arrabella menjerit kala salah seorang dari mereka berhasil menarik mantel dan merobek gaunnya. Gadis malang itu didorong ke tumpukan jerami saat belahan dadanya terekspos diantara ledakan tawa mesum yang begitu menghina penampilannya saat ini.
"Huahaha, lihatlah bung! Perawan cantik ini punya dada yang montok dan kulit yang bersih, aku sudah tak sabar ingin meremas remas bukit kembarnya dan menghisap puting kemerahan di balik pakaian dalamnya itu, kemarilah gadis manis, kau akan merasakan sensasi yang luar biasa dari sentuhan kami, yang akan membuatmu merasa terlena dan meminta lagi dan lagi, " ucap mereka sambil menurunkan celananya.
"Berengsek!! Pergi! Pergi dari sini! Jangan dekati aku! Pergi! " jerit sang gadis semakin histeris.
Gadis itu menjerit dan melempari apapun yang ia raih ke arah dua orang berbadan gempal yang hendak memperkosanya.
Arrabella sangat menyesal telah bepergian secara diam-diam. Ia baru mengerti bahwa dunia luar begitu mengerikan. Ia sangat takut, nasibnya benar-benar di ujung tanduk. Apa jadinya bila ia mati setelah diperkosa di tempat ini? Seluruh tubuhnya gemetar ketakutan, ia semakin terpojok kala dua orang barbar itu berangsur-angsur mendekatinya dan mencolak colek setiap inci dari tubuh moleknya yang berusaha mereka jamah.
Mereka dengan lancang merobek gaun bagian bawah milik sang putri yang kini terkulai lemas di atas tumpukan jerami. Gadis itu sangat putus asa, airmata terus mengalir membasahi pipi. Dan ketika salah seorang dari mereka hendak mencumbu dirinya, jeritan kesakitan terdengar melolong di sepanjang malam yang sunyi.
"Arghhhhhh!!! "
Salah seorang pria barbar tumbang dengan menahan rasa sakit yang luar biasa kala anak panah menembus dalam dadanya. Sementara seorang yang lainnya tampak waspada ketika melihat mulut kawannya berbuih.
"Sial, ini panah beracun!" rutuk pria barbar yang masih tersisa dan jlebb, sebelum sempat ia kembali menatap Arrabella dalam kondisinya yang sedikit terbuka, tubuhnya lebih dulu tumbang dan mengeluarkan buih yang serupa dari dalam mulutnya.
Melihat itu, Arrabella yang syok menjerit. Yoo-Jin yang terpaksa membunuh kedua orang itu dengan segera menghampiri Arrabella dan mencoba untuk menenangkannya.
Gadis malang itu tampak meringkuk ketakutan, membuat Yoo-Jin seketika berjongkok di hadapannya.
"Shuttt, tenanglah, aku bukan orang jahat, aku tidak akan menyakitimu, " ucap pria itu yang seketika mendapati tatapan waspada dari sang gadis.
Yoo-Jin tercekat. Netra hazelnya yang cemerlang menatap lamat kearahnya. Wajah cantik gadis itu tampak sangat familiar di bawah terpaan sinar obor yang menyala. Seketika, pria ini mulai teringat akan sesuatu hal yang tak mungkin bisa ia lupakan begitu saja
"Dia---bidadari cantik yang kulihat di kereta London kala itu, "
To Be Continued...
_____________
Wadawww my hero has come wkwk. Let's keep in touch with me at my primary account @Lieber_Aimer08 😊
Sekian ceritanya, jgn lupa kesan pesannya yaa, thanks :)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top