Pt - 5 •Demi Hidup•

Jangan panggil aku Alea kalau tidak bisa membuat Zilian jatuh cinta. Manusia flat semacam Mas Juan saja bisa kutaklukkan—ya, meski katanya tidak sepenuhnya cinta—apalagi Zilian yang notabene sudah menyukaiku sejak lama. Pasti jalan yang kutempuh tidak akan terlalu terjal, 'kan?

Aku masih mematut diri di depan cermin, bersiap untuk pergi ke kampus. Pagi ini aku meminta dijemput oleh Rona dan disetujui oleh perempuan itu. Banyak hal di masa lalu yang ingin kutanyakan pada sahabatku itu. Terutama tentang bagaimana Zilian menyatakan perasaannya padaku dan bagaimana sikap laki-laki itu agar aku bisa menyesuaikan diri saat berhadapan dengannya.

Ketukan di pintu membuat aktivitasku yang sedang menyapukan liptint ke bibir terhenti. Aku lantas menyimpan benda itu ke atas meja rias, lalu gegas membuka pintu.

"Ya, Bi?" tanyaku pada Bi Dila setelah pintu terbuka.

"Ada Mbak Rona di ruang tamu."

"Oh, iya. Suruh tunggu sebentar." Tanpa menunggu jawaban Bi Dila aku langsung melesat masuk ke kamar untuk mengambil tas di meja belajar yang sudah kusiapkan sebelum kemudian bergegas menghampiri Rona di ruang tamu.

"Alea, ke sini sebentar."

Langkahku berhenti berayun saat suara papa yang memanggil menyentuh indra pendengaran. Aku menoleh mendapati pria yang usianya sudah menginjak lima puluh tahun itu berada seorang diri di meja makan.

Sembari mengembuskan napas panjang, aku melangkah mendekat ke arah papa. Tangannya yang sudah mulai keriput itu mengoleskan selai ke permukaan roti dengan pelan, lalu meletakkan pisau yang beliau gunakan di piring usai merasa cukup dengan olesan selai pada rotinya.

Satu detik, dua detik, bahkan sampai sepuluh detik aku berdiri di samping papa, beliau belum juga mengeluarkan suara. Hingga akhirnya aku memilih untuk melontarkan tanya lebih dulu.

"Kenapa, Pa?"

"Nanti kita makan malam di luar. Pulang dari kampus, kamu langsung siap-siap terus pergi ke restoran dekat kantor papa. Alamatnya nanti papa SMS ke kamu."

Aku bergeming sesaat setelah papa menyampaikan apa yang ingin beliau katakan. Makan malam di dekat kantor papa? Sepertinya aku ingat kejadian ini. Waktu itu papa mengajakku makan malam bersama, kalau tidak salah ingat makan malam itu untuk merayakan kerja sama yang dijalin antara perusahaan papa dan perusahaan Mas Juan. Itu artinya ....

"Sama siapa? Cuma kita berdua?" tanyaku untuk memastikan.

"Sama Juan juga. Sebenarnya mama kamu juga mau ikutan. Tapi enggak bisa karena masih ada urusan di luar kota." Papa menjawab setelah selesai mengunyah roti yang beliau gigit.

Ternyata benar. Makan malam nanti dengan Mas Juan. Tidak bisa. Aku tidak boleh datang ke sana. Mas Juan dengan segala sikap manis dan lembutnya yang palsu itu akan membuat papa semakin menyukainya. Beliau akan mendesakku untuk menerima perjodohan dan bekerja di perusahaan Mas Juan alih-alih perusahaan papa sendiri.

Namun, bagaimana menolaknya? Bagaimana caranya agar papa berhenti membuatku terus terlibat dengan Mas Juan?

"Okay. Aku berangkat duluan bareng Rona." Setelah mendapat anggukan dari papa, gegas kakiku beranjak dari sana menuju ruang tamu.

Otakku terasa penuh memikirkan bagaimana cara agar aku bisa menghindari pertemuan ini. Mengajak Zilian pergi bersama? Aku menggeleng. Pilihan itu terlalu sulit. Aku bahkan belum menghubungi laki-laki itu meski sudah mengantongi nomornya.

Aku mengembuskan napas berat. Melihat kehadiranku membuat Rona yang sejak tadi menunggu berdiri, menghampiriku yang baru tiba di ruang tamu. Senyum yang sempat dia pasang untukku kembali disimpan, digantikan dengan kerutan samar di keningnya.

"Kenapa muka lo?"

Aku tidak menjawab pertanyaan Rona, melainkan balik bertanya, "Ron, kalau gue bilang gue butuh bantuan Zilian lagi, kira-kira dia mau bantu gue nggak, ya?"

"Lo mau ngapain lagi? Kemarin aja dia udah marah-marah gara-gara sikap lo. Dan sekarang lo mau minta bantuan dia lagi?" Rona menggeleng lemah. "Mustahil dikabulkan."

Tidak ada jalan lain lagi. Aku harus membuat Zilian mengiyakan ajakanku bagaimanapun caranya atau hidupku ke depannya tidak akan bisa terselamatkan.

***

Berbekal informasi dari Rona, aku langsung pergi mencari Zilian ke lapangan. Katanya laki-laki itu langsung bermain basket setelah kelas usai.

Kakiku berhenti berlari saat melihat orang yang kucari berdiri di dekat ring basket. Dia menyingsing lengan baju rajutnya sampai sebatas siku, lalu berlari mengejar bola basket yang dikuasai oleh lawan sambil menyugar rambutnya.

Sejenak aku terpaku dengan ketampanan Zilian yang menurutku meningkat berkali-kali lipat ketika peluh membasahi wajahnya. Aku berdecak kagum. Saat diperhatikan seperti ini, Zilian memang terlihat lebih mempesona. Memiliki rahang tegas, sorot mata yang tajam, serta senyum yang menawan.

"Kenapa aku baru sadar kalau Zilian lebih tampan dari Mas Juan?"

Aku terlalu sibuk memperhatikan Zilian sampai tidak menyadari ada orang lain yang berdiri di sampingku. Jika dia tidak mengeluarkan suara, aku mungkin akan mengabaikannya saja.

"Gue pikir bakal secantik apa cewek yang disukai sama Zilian." Mataku bersitatap dengan sorot matanya yang sedang meremehkan usai meneliti tubuhku dari ujung rambut sampai ujung kaki.

"Kenapa? Iri, ya?" Aku tidak perlu beramah tamah pada seseorang yang melempar tatapan remehnya padaku.

"Gue? Iri sama lo?" Dia tertawa sinis. "Lo pikir lo siapa sampai harus buat gue iri?" Nada bicaranya naik satu oktaf sampai membuat beberapa atensi orang-orang di lapangan teralihkan pada kami.

Astaga, jalanan yang kutempuh ternyata tidak semulus pantat bayi! Selain memikirkan cara membuat Zilian luluh, aku juga harus menyingkirkan halangan-halangan kecil agar berhasil mencapai tujuan.

"Oh, enggak, ya? Ya udah. Gue duluan, ya, mau nyamperin calon pacar." Aku memasang senyum lebar sambil melambaikan tangan sebelum membawa langkah mendekati Zilian yang berdiam diri di tengah lapangan dengan alis yang terangkat sebelah sambil melempar pandang ke arahku.

Duh, muka cengo begitu aja dia ganteng.

Aku memasang senyum semanis gulali pakai pemanis buatan saat berdiri tepat di hadapannya. Aku tahu saat ini kami tengah menjadi pusat perhatian. Salah langkah sedikit saja, aku pasti akan malu sampai ubun-ubun. Jadi, untuk menghindari hal yang tidak perlu, aku mengambil tangan Zilian, berniat membawa laki-laki itu pergi dari lapangan.

Namun, Zilian tentu tidak mau menurutiku begitu saja. Ya, pikir saja sendiri. Bagaimana bisa seorang Zilian yang kemarin bilang tidak ingin terlibat denganku akan mengikutiku dengan mudah?

"Kamu serius enggak mau pergi dari sini? Kamu ... mau aku bilang semua yang mau kusampaikan di sini?"

Rona sudah menceritakan semuanya. Zilian pernah menembakku di lapangan basket, tapi tidak kunjung kuberikan jawaban hingga detik ini. Jadi, berbekal dengan pernyataan cinta satu tahun lalu, aku akan menjadikan itu sebagai alat untuk mendekatinya. Mungkin aku akan dianggap gila atau bodoh atau pun itu karena baru menjawab pernyataan cintanya setelah satu tahun.

Namun, siapa yang peduli? Persetan dengan pandangan orang lain. Aku hanya ingin hidupku terselamatkan. Aku tidak ingin mati mengenaskan di tangan Mas Juan. Jadi semua yang kulakukan sekarang adalah upaya untuk hidup, demi hidup.

"Lo kalo mau ngomong, ngomong aja. Enggak usah tarik-tarik tangan gue. Enggak usah pegang-pegang gue." Zilian menghempaskan tangannya hingga tanganku terlepas. Melihat sikapnya yang seperti ini aku jadi sangsi kalau laki-laki itu masih memiliki perasaan padaku. Namun ....

"Zilian, gue mau, kok, jadi pacar lo."

***

Selesai ditulis tanggal 23 Mei 2024.

Halohaaaaaaaa gimana-gimana sama bab ini? Sudah gregetan belum sama sikap bodohnya Alea? Ini cewek selain bodoh juga suka mempermalukan diri sendiri, ya. 🙂🙂🙂

Capek banget😭😭 mana dia pede banget gitu bilang kalau Zilian calon pacarnya. 🙂

Kata Alea, senyumin aja. 🙂

Btw, ada yang penasaran nggak sih sama visual Rona? Nih, kukasih liat biar nggak penasaran lagi. Xixixi.

Awalnya mau pakai cast Wang Yuwen, tapi selelah dilihat-lihat Li Landy punya muka yang lebih galak dari Wang Yuwen. Sebenarnya kalau mau yang lebih cocok ada, sih, Zhou Ye. Tapi sudah dipakai buat cerita lain. Jadi, pilihanku jatuh sama Li Landy aja, mengingat sikap barbarnya sama sikap tegasnya, menurutku dia cocok jadi Rona.

See u aja deh, ya.

Luv, Zea❤🔥🔥

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top