Pt - 4 •Ada Peluang•

Gesss gesss sebentar, sebelum baca, harap perhatikan tanggal, bulan, dan tahunnya biar kalian enggak bingung. Happy reading!

🔥🔥🔥

Jakarta, 15 Agustus 2021.

Malam ini Mas Juan tidak pulang lagi. Terhitung sudah lima hari sejak dia pamit untuk urusan dinas di luar kota. Katanya Mas Juan hanya akan pergi selama tiga hari. Namun, di hari kelima tetap tidak ada kabar sama sekali.

Mataku melirik jam digital yang terketak di nakas. Pukul dua belas lebih lima menit. Artinya sudah lewat tengah malam dan aku masih belum bisa memejamkan mata. Padahal lampu kamar sudah kupadamkan sejak tadi, hanya ada cahaya remang-remang yang menyelinap masuk lewat celah gorden jendela yang tidak tertutup rapat.

Pikiranku penuh dengan ingatan masa lalu bersama Mas Juan. Awal menikah sikapnya sangat baik, lembut, dan begitu perhatian. Aku merasa sangat dimanjakan. Namun, seiring berjalannya waktu sikap hangat yang pernah Mas Juan berikan mulai berkurang hingga habis tidak tersisa. Dan dengan naifnya aku masih berharap kalau sikap Mas Juan bisa kembali seperti dulu.

Saat aku mulai mencoba memejamkan mata, suara gedoran di pintu kembali membuatku terjaga. Aku lantas turun dari ranjang, setengah berlari untuk segera membuka pintu kamar yang kukunci. Dalam hati berharap kalau orang yang berada di balik pintu itu adalah Mas Juan.

Bau alkohol langsung menusuk indra penciumanku saat daun pintu berhasil terbuka. Aku terbelalak kala mendapati bukan Mas Juan yang datang melainkan adik sepupunya.

"Astaga, Zilian? Kamu ngapain ke sini?" tanyaku sambil menahan tubuh laki-laki itu yang hendak menerobos masuk ke kamarku. Entah bagaimana cara Zilian masuk ke rumah ini.

"Biarin aku masuk, Alea! Ada yang mau kukasih tau sama kamu." Telunjuk Zilian mengacung ke arahku. Meski sudah sekuat tenaga menahan, Zilian tetap dengan mudahnya membuatku terdorong hingga nyaris jatuh jika saja tangan laki-laki itu tidak sigap menangkap pinggangku.

"Hati-hati, Alea. Lantainya keras," ujarnya yang masih setia memeluk pinggangku.

Aku berusaha melepaskan diri. Namun, kekuatan orang mabuk ini terlalu kuat hingga aku hanya bisa memukul dadanya sembari berkata, "Lepasin, Zilian! Kamu jangan gila."

Akan bahaya jika ada orang lain yang melihat tindakan Zilian. Siapa pun bisa salah paham apa lagi cahaya di luar remang-remang.

"Enggak! Aku enggak bakal lepasin kamu lagi." Telunjuknya dia arahkan ke kiri dan ke kanan, lalu membawa tubuhku semakin masuk ke dalam kamar.

Jantungku berdebar tidak karuan saat melihat Zilian menutup pintu dengan kakinya. Tanpa memedulikan pukulan yang kulayangkan, Zilian berhasil mendudukkanku di bibir ranjang sementara dia berdiri sambil berkacak pinggang.

"Kamu tau, Alea? Suami kamu itu enggak pernah cinta sama kamu! Dari awal kalian nikah, dia udah punya wanita simpanan. Kamu ... cuma dijadikan Juan alat. Alat buat mendapatkan warisan! Asal kamu tau, Alea. Juan itu brengsek! Lebih brengsek dari apa yang kamu bayangkan." Zilian berbicara menggebu-gebu, seolah ada emosi yang tersimpan sejak lama. Namun, baru bisa dikeluarkannya.

"Kamu ngomong apa, sih? Enggak usah ngelantur, Zilian. Mending kamu keluar, pulang terus tidur. Kamu lagi mabuk." Aku berdiri. Meskipun dari awal sudah tahu alasan Mas Juan menikahi, tapi aku yakin dia tidak seperti yang dikatakan oleh Zilian barusan. Mas Juan ... tidak mungkin punya wanita simpanan.

"Aku enggak mabuk, Alea!" Zilian menujuk dadanya lalu kembali berkata, "aku ... ngomong fakta! Sudah lama aku pengen bilang ini sama kamu, tapi aku terlalu takut." Mata merah Zilian mulai berkaca. Tangannya terangkat menangkup dua sisi wajahku sembari melempar tatap ... kasihan?

"Aku takut kalau kamu tau, kamu bakal sakit hati, kamu bakal sedih, kamu bakal tersiksa sama perasaan kamu sendiri. Tapi aku juga enggak bisa diam aja, Alea. Aku enggak bisa biarin Juan bertindak seenaknya. Aku enggak bisa diam aja saat kamu dikhianati karena aku cinta sama kamu, Alea! AKU CINTA SAMA KAMU!

"Dari dulu perasaanku ke kamu itu enggak pernah berubah, Alea. Tapi kenapa kamu malah milih nikah sama laki-laki yang bahkan enggak pernah cinta sama kamu?!" Tawa sinis Zilian mengudara usai mengeluarkan kalimat-kalimat yang membuatku terkejut. Namun, pernyataan Zilian barusan tidak akan kuanggap serius karena laki-laki itu sedang mabuk.

"Pulang, Zilian. Kamu mabuk. Mas Juan enggak mungkin selingkuh. Kamu enggak usah ngaco." Aku menarik tangan Zilian, menyeret laki-laki itu keluar kamar. Tidak terlalu sulit karena dia menurut begitu saja. Dia bahkan sempat tersenyum sambil melihat ke arah tangannya yang kupegang erat.

"Kamu tau, Alea? Perkataan orang mabuk itu selalu jujur."

***

Jakarta, 08 Februari 2010.

Aku ingat. Aku ingat waktu Zilian mabuk dia pernah mengungkapkan perasaannya padaku. Zilian bilang, perasaannya denganku dari dulu tidak pernah berubah. Itu artinya sebelum aku menikah dengan Mas Juan, dia sudah menyukaiku seperti yang dikatakan oleh Rona.

Namun, aku masih tidak ingat kapan dan bagaimana Zilian mengungkapkan perasaannya setahun yang lalu. Andai kejadiannya benar-benar setahun yang lalu-maksudku andai kehidupanku saat ini berjalan dengan semestinya-aku mungkin bisa mengingatnya. Namun, kejadian itu sudah lebih dari dua belas tahun lamanya. Ingatanku tidak sebaik itu sampai bisa mengingat hal-hal yang dulunya kuanggap tidak terlalu berarti dalam hidup.

Aku mengembuskan napas berat, lalu memilih memejamkan mata. Otakku sudah tidak mampu lagi untuk berpikir, mencari solusi atas masalah yang kubuat. Zilian benar, aku memang bodoh. Orang gila mana yang menyelesaikan masalah dengan masalah? Hanya aku!

Rona juga sering mengatakan kalau aku hanya cantik saja. Memiliki gigi gingsul yang membuatku nampak manis saat tersenyum. Namun, selalu salah dalam mengambil langkah. Bodoh karena terlalu naif sampai tidak sadar dikhianati bertahun-tahun lamanya. Sampai tidak sadar ada orang mencintaiku begitu lama.

"Aku cinta sama kamu."

Kata-kata Zilian waktu itu kembali terlintas di benak. Bahkan setelah aku menikah, Zilian masih mencintaiku? Itu artinya ... apa mungkin saat ini dia masih memiliki perasaan itu?

Aku langsung membuka mata lalu duduk bersila di atas ranjang. Jika benar Zilian masih menyukai, bukankah hal itu lebih baik? Maksudku, alih-alih meminta dia menjalankan sandiwara, kenapa tidak kujadikan saja dia pacar sungguhan?

Aku menjentikkan jari. Dua sudut bibir tertarik ke atas membentuk lengkungan sabit.

"Kalau aku beneran pacaran sama Zilian, membuat Zilian benar-benar jatuh cinta sama aku, mungkin ... Zilian enggak akan tinggal diam."

Mas Juan mungkin tidak akan menyerah sebelum mencapai tujuannya. Namun, jika aku berada di sisi Zilian, menjadi perempuan yang paling dicintainya, laki-laki itu pasti akan melakukan apa pun demi mempertahankan hubungannya, 'kan?

Kuraih ponsel yang tadi kuletakkan di nakas usai menerima telepon dari Rona. Lantas aku langsung kembali menelepon perempuan itu dengan senyum yang tidak luntur dari wajah.

"Halo, Rona? Bisa minta nomor Zilian? Aku perlu ngomong sama dia."

***

Selesai ditulis tanggal 22 Mei 2024.

Huh hah huh hah!

Jujur, tadi aku sempat salting nulis adegan Zilian mabuk. Astagaaaa itu laki satu, ya, kenapa meresahkan sekali?

Btw, gesss kalian bingung nggak sama bab ini? Soalnya lebih dari separuh isi bab ini tuh semacam flashback sewaktu Alea hidup di masa depan, sebelum dia terlempar ke masa lalu.

Gimana? Udah ada bayangan mau dibawa ke mana perahu ini?

Nih kukasih bonus foto Zilian sama Alea.


See u besok gesss!

Luv, Zea❤🔥🔥🔥

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top