Pt - 17 •Obsesinya•

"Alea!" Panggilan Zilian menjadi penyelamatku, hingga tanpa sadar aku mengembuskan napas lega sebab Zilian berhasil menarikku menjauh dari jangkauan Mas Juan.

"Ngapain lo masuk ke kamar gue? Berani banget lo ambil kunci serep. Lo pikir lo siapa? Ingat, lo cuma anak pungut. Tolong sadar diri. Kalau bukan karena lo masih berguna, gue yakin kakek nggak bakal biarin lo tinggal di sini!" Emosi Zilian meledak. Telunjuknya bahkan mengarah ke wajah Mas Juan tanpa beban.

Sementara aku dibuat termangu mendengar fakta yang dibeberkan Zilian. Jadi ... selama ini Mas Juan bukan sepupu kandung Zilian? Dia bukan ahli waris, makanya Zilian yang menjadi CEO di kantor pusat alih-alih Mas Juan yang sudah membantu membesarkan perusahaan.

"Kenapa harus marah, Zilian? Saya cuma menjalankan tugas. Lagi pula, bukan sekali dua kali saya masuk ke kamar kamu." Mas Juan berkata dingin. Ada emosi yang tersirat saat dia berbicara. Pun dengan tangannya yang berada di samping tubuh mengepal kuat, seolah siap melayangkan pukulan. Hanya saja laki-laki itu menahan diri. Mungkin enggan untuk membuat keributan dengan cucu kesayangan.

"Ya, karena lo bisa aja nunggu gue. Pintunya dikunci artinya lo nggak boleh masuk. Selama gue udah berusaha hormatin lo, ya, Mas. Tapi sikap lo yang seperti ini udah bener-bener bikin gue muak! Gue yakin, lo deketin Alea karena lo tau kan gue cinta mati sama dia? Lo pengen bikin gue hancur lewat orang yang gue cintai. Basi! Sikap lo udah ketebak. Gue enggak akan biarin itu terjadi," tandasnya sebelum membawaku pergi dari hadapan Mas Juan.

Mataku menyipit diiringi dengan kerutan di dahi kala suara Zilian yang mengeluarkan argumennya mengenai sikap Mas Juan. Benarkah? Maksudku benarkah obsesi laki-laki itu bukan karena harga diri, melainkan untuk menyakiti rivalnya sendiri?

Dia menggunakan trik untuk membuatku jatuh cinta. Membawaku ke sininya untuk menyakiti Zilian yang mencintaiku begitu dalam. Ya Tuhan ... apa mungkin perjanjian pra nikah, perihal perceraian itu hanya karangan yang dibuat oleh Mas Juan agar bisa mengikatku untuk selalu ada di sisinya.

"Zilian." Aku menahan laki-laki yang masih menggenggam tanganku itu agar berhenti melangkah.

"Kenapa? Ada yang ketinggalan di atas?" Gelengan pelan menjawab pertanyaan yang laki-laki itu lontarkan.

"Aku mau tanya sesuatu." Aku ... hanya ingin tahu mengenai perjanjian itu. "Di keluarga kalian, apakah dilarang untuk bercerai? Mkasudku, apa pun alasannya, gimana pun situasi dan kondisinya, perceraian tetap tidak boleh dilakukan kalau enggak dicoret dari daftar warisan."

Zilian melipat kening. "Maksudnya apa, Alea? Orang tua angkat Juan aja udah bercerai. Dapat info dari mana kamu soal perjanjia  konyol itu?"

Wah! Kurang ajar sekali Mas Juan ini. Pernikahan kami pada dasarnya dilandasi dengan kebohongan. Tidak ada yang namanya cinta berbalas, hanya ada cinta sepihak selama sepuluh tahun lamanya aku berstatus sebagai istri Mas Juan. Jadi, tujuan utama Mas Juan menjadikanku sebagai istri adalah Zilian. Dia ingin melihat Zilian hancur karena orang yang dicintainya menikah dengannya.

Mas Juan sengaja membuat peraturan keluarga yang diada-adakannya untuk membuatku terikat. Sengaja ingin membunuhku agar Zilian semakin hancur setelah aku tiada. Kuberi stand applause untuk rencana mulus tanpa cela yang dibuat Mas Juan. Dia benar-benar menganggapku sebagai alat penghancur mental seorang Zilian. Pantas saja waktu itu—di masa depan—Zilian pernah mengakui perasaannya.

"Kamu percaya kalau aku datang dari masa depan? Zilian, aku tau mungkin ini kedengaran konyol, enggak masuk akal, atau apa pun kamu menganggapnya. Tapi aku mau jujur sama kamu." Mungkin dengan aku jujur mengenai siapa diriku pada Zilian, dia bisa membantuku untuk mengubah takdir gila yang berhubungan dengan Mas Juan.

Kuembuskan napas panjang lalu berkata dengan penuh kepercayaan, "Di kehidupan sebelumnya, aku menikah dengan Mas Juan. Selama sepuluh tahun aku terikat dengan dia. Sampai aku tau perselingkuhan Mas Juan, akhirnya aku mutusin buat minta cerai. Sebelum menikah, aku menandatangani perjanjian pra nikah yang isinya aku dan Mas Juan nggak boleh cerai apa pun alasannya.

"Waktu itu aku cuma dua pilihan. Bertahan dengan rasa sakit atau mati." Aku terkekeh pelan. Ingatan itu benar-benar menyiksaku batinku selama ini. Sampai aku merasa, lebih baik mati saja daripada dihidupkan kembali dan menjalani takdir yang sama untuk kedua kali. "Perempuan mana yang enggak sakit hati setelah tau orang yang dicintainya mengkhianati. Tapi waktu itu, nggak mau mati. Aku mau hidup, Zilian. Minimal aku bisa hidup meski hanya untuk membalaskan rasa sakit hatiku sama dia.

"Lalu Tuhan mengabulkannya. Aku dihidupkan kembali sebelum aku menikah dengan Mas Juan. Kamu tau kenapa aku deketin kamu, Zilian?" Tidak ada respon yang keluar dari mulut laki-laki itu. Aku lantas melanjutkan, "karena aku tau, kamu bisa mengalahkan dia. Aku tau kekuatan kamu lebih besar dari Mas Juan. Dan aku tau kamu mencintaiku bahkan setelah sepuluh tahun aku menikah dengan Mas Juan.

"Harapannya, bersama kamu aku bisa mengubah takdir hidupku. Bersama kamu semua permasalahan rumit bisa terselesaikan. Jadi, Zilian ... apa bisa aku terus manfaatin kamu selamanya? Apa bisa aku selalu menjadikan kamu sebagai tameng untuk melindungi nyawaku?"

Zilian belum juga memberikan respon. Aku menunduk sambil memaksakan senyum. Mungkin setelah tahu semua alasannya, Zilian akan pergi meski tau aku paling membutuhkannya. Dimanfaatkan seseorang itu memang tidak mengenakkan. Jadi, sebelum hubunganku dengannya terlalu jauh, aku ingin mengatakan yang sebenarnya. Sebab aku tidak ingin adanya kebohongan dalam hubungan ini karena ... aku sudah jatuh cinta pada laki-laki itu, pada Zilian.

Kurasakan sentuhan lembut membingkai wajahku. Zilian mengusap air mata yang turun membasahi pipi, laki-laki itu sedikit membungkuk saat menatap wajahku sepenuhnya. Dia kemudian berujar, "Alea, kamu tau hal apa yang paling disukai laki-laki?"

Aku menggeleng. Jelas saja aku tidak tahu sebab aku bukan laki-laki. Lagi pula, apa maksud dari pertanyaan Zilian? Kenapa dia bertanya perihal kesukaan laki-laki alih-alih menjawab semua kalimat panjang yang kucapkan tadi?

"Laki-laki itu paling suka kalau dia bisa diandalkan oleh wanitanya. Pun denganku, Alea. Aku merasa menjadi laki-laki paling keren karena selalu bisa kamu andalkan. Meski kamu bisa melakukan sendiri, tapi kamu tetap membutuhkanku. Kamu tetap mengandalkanku. Jadi, apa pun itu, mau kamu mau manfaatin aku, mau kamu jadiin aku sebagai tameng perlindungan kamu, aku enggak akan marah, Alea. Aku justru senang dan sangat berterima kasih. Karena berkat itu, aku merasa pantas untuk berdiri di samping kamu. Menjadi pasangan kamu." Ucapan Zilian diakhiri dengan kecupan lama di kening.

Ya Tuhan ... aku nyaris menangis mendengar kata-katanya. Tapi sebentar. Aku heran, kenapa sikap Zilian berubah jadi dewasa, ya? Semacam ... aku berbicara dengan seseorang sudah matang pemikirannya. Dia tidak seperti Zilian sebelumnya yang labil dan penuh emosi.

"Tapi, Zilian ... kenapa kamu bisa sedewasa ini? Maksudku, kenapa kamu enggak marah seperti yang sudah-sudah setelah tau aku manfaatin kamu?"

Ada senyum tipis yang terbit di bibir Zilian sebelum mengeluarkan fakta yang membuatku tercengang.

"Aku sama seperti kamu, Alea. Aku berasal dari masa depan."

***

Selesai ditulis tanggal 06 Juni 2024.

Awoeowoeooeoeoeoe sebentar lagi masuk klimaks dan tamat.

Kisaran babnya ga terlalu panjang. Selain  konfliknya cuma satu aja, biar ga ribet, aku enggak mau dibuat pusing. Paling mentok2 sampai bab 20 an lebih. Kalau mau kukasih ekstra part sajo.


See u!

Luv, Zea❤❤❤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top