Pt - 02 •Plot kehidupan•
"Hah? 2010?"
Yang benar saja aku kembali ke dua belas tahun yang lalu, tepatnya tahun terakhirku di Universitas Nusa Pelita. Namun, bagaimana bisa? Bagaimana bisa ada hal di luar nalar yang benar-benar terjadi di dunia ini? Bagaimana bisa setelah menghadapi kematian aku justru kembali ke masa lalu alih-alih ke alam baka?
"Lo kenapa kaget gitu? Aneh banget." Rona bertanya. Tangannya dia ulurkan menyentuh keningku yang masih mengernyit kebingungan.
"Gue ...." Aku seolah kehilangan kemampuan untuk berbicara.
"Kayaknya dia baik-baik. Gue balik ke lapangan, ya. Kabarin kalo seandainya dia mendadak amnesia." Laki-laki yang sejak tadi kuabaikan keberadaannya berjalan berbalik keluar dari ruang kesehatan kampus.
"Rona, coba lo pukul gue." Aku meminta Rona memukulku hanya untuk memastikan bahwa semua yang saat ini kualami bukanlah mimpi atau halusinasi.
"Apaan, deh." Meskipun Rona masih menampilkan lipatan di kening, perempuan yang menggulung lengan blusnya itu mengangkat sebelah tangannya, bersiap melayangkan pukulan. Mataku lantas terpejam ketika merasakan jentikkan yang cukup kuat di kening.
"Sakit, Rona!" Aku mendesis marah sambil mengelus-elus kening yang terasa perih. Astaga! Aku hanya meminta dia memukul, bukan menjitak dengan kuat.
"Wah, udah balik aja, nih, sifat aslinya. Gue pikir lo kerasukan. Makanya tadi sengaja ngejitak lo kuat-kuat biar jin anehnya keluar." Jawaban yang keluar dari bibir Rona membuatku melongo tak percaya. Jin aneh? Kerasukan? Jadi raut bingung yang sejak tadi kutampilkan diartikan Rona sebagai kerasukan? Demi neptunus! Siapa, sih, yang mengangkat Rona jadi teman dekatku? Heran. Kenapa pula dulu aku betah sekali berteman dengan manusia super random macam Rona?
"Sekarang jam berapa?" tanyaku. Pada akhirnya aku lebih memilih mengabaikan argumen ngasal Rona dengan menanyakan hal yang sedikit bermanfaat.
"Jam dua. Kelas kita sudah selesai dari tadi. Cuma karena insiden di lapangan, mau enggak mau pulangnya ketunda." Rona menjawab usai melirik arloji di pergelangannya.
Aku hanya mengangguk singkat. Pikiranku masih kacau. Banyak hal yang berusaha kuingat, terutama hal yang berhubungan dengan Mas Juan. Jangan sampai aku mengulang kesalahan yang sama. Di kesempatan hidup yang kedua ini, aku tidak boleh dekat-dekat dengan laki-laki edan itu kalau ingin menghirup udara kebebasan.
Tubuhku terhuyung saat turun dari brankar. Rona yang menyadari langsung menahan bahuku agar tidak terjatuh. Dia lantas menuntunku berjalan keluar dari ruang kesehatan.
"Yakin lo bisa pulang sendiri? Muka lo pucat banget. Atau nggak gini aja, deh. Gue minta Zilian buat antar lo balik. Anggap aja sebagai pertanggung jawaban karena dia udah nimpuk lo pakai bola basket."
"Zilian?" Apa mungkin dia Zilian yang kukenal?
"Iya, Zilian Yunan. Itu, loh, cowok yang tadi ngantar lo ke UKK. Dia bahkan nungguin lo sampai sadar, terus balik lagi ke lapangan. Dia juga teman sekelas kita. Masa lo lupa, sih?" Rona mengeluarkan ponsel dari saku celana jeans yang dipakainya. "Bentar, deh, gue teleponin dia."
Ah, benar rupanya. Zilian Yunan Abraham. Sepupu dari Mas Juan sekaligus rivalnya. Cucu kesayangan Pak Benyamin Malik Abraham, pendiri PT. Bahari Raya yang bergerak di bidang properti. Aku ingat betapa bencinya Mas Juan dengan Zilian. Betapa inginnya laki-laki itu menghancurkan Zilian. Namun, usaha yang dia kerahkan selalu gagal bahkan berakhir jadi bumerang untuk dirinya sendiri.
Aku kembali duduk di atas brankar sambil menunggu kedatangan Zilian yang sudah ditelepon oleh Rona. Aku ingat kejadian ini. Pingsan karena tidak sengaja terkena bola basket, lalu Zilian menawarkan diri untuk mengantar pulang. Namun, waktu itu aku bersikeras untuk menolaknya dan lebih meminta dijemput oleh supir papa. Dan di hari itu juga aku bertemu untuk pertama kalinya dengan Mas Juan.
Jika Tuhan benar-benar memberiku kesempatan hidup untuk kedua kalinya. Maka, di kesempatan ini aku tidak boleh berhubungan dengan Mas Juan. Bagaimanapun caranya, aku harus bisa membuat laki-laki itu menjauh dari papa, dari keluargaku agar hidup mengerikan yang dulu pernah kualami tidak terulang lagi.
"Sorry, lama. Gue harus ganti baju dulu sebelum ke sini."
Akhirnya laki-laki yang sejak tadi memenuhi pikiranku datang juga. Ternyata benar, dia adalah Zilian Yunan yang kukenal setelah memasuki keluarga Abraham.
"Aman, Yan. Gue titip sahabat gue, ya. Tolong antar dia pulang dengan selamat." Rona menanggapi Zilian. Lantas perempuan itu menyibak rambut panjangnya ke belakang sebelum kembali berujar, "Le, gue duluan, ya. Udah ditungguin Mas Pacar."
Tanpa repot-repot menunggu jawabanku, Rona sudah melesat pergi, menyisakan aku dan Zilian di ruangan ini. Rasanya canggung sekali berduaan dengan laki-laki yang dulunya—maksudku dikehidupanku yang sebelumnya—tidak memiliki hubungan baik denganku.
"Bisa jalan atau mau gue gendong aja?" Zilian bertanya saat berdiri tepat di hadapanku. Sementara aku yang ditanyai justru menampilkan kerutan samar di kening.
"Gimana?"
"Rona bilang, lo pusing. Bahkan tadi lo mau jatuh pas nyoba berdiri." Aku masih diam tidak menanggapi. Namun, hal itu justru membuat decakan kesal keluar dari mulut Zilian sebelum akhirnya laki-laki itu berbalik dengan punggung yang membungkuk. Dia lantas berkata, "Naik."
Sejenak aku memandangi punggung Zilian sebelum akhirnya memutuskan untuk naik ke punggung laki-laki itu. Tidak ada pembicaraan antara aku dan Zlian di sepanjang jalan menuju parkiran. Aku seolah sibuk dengan pikiranku yang berisik sejak tadi, sementara Zilian hanya fokus pada jalan di depan sampai langkahnya terhenti di samping motor ninja hitam.
"Gue enggak bawa mobil. Lo enggak masalah kan gue bonceng pakai motor ini?" tanyanya sambil menurunkanku dari punggung.
Sejenak aku bergeming. Dulu aku ingin sekali naik motor sport. Namun, Mas Juan tidak suka. Katanya selain tidak bisa menghalau panas dan debu, aroma tubuhnya jadi tidak sedap karena terkena asap pengendara lain.
"Iya, enggak apa-apa." Aku menjawab diiringi dengan anggukan ringan. Zilian memberikan helm full face-nya padaku. Namun, aku menatapnya dengan alis yang terangkat sebelah. "Apa?"
"Lo aja yang pakai. Gue enggak pernah bawa helm dua. Jadi, demi keamanan dan tanggung jawab gue, lo aja yang pakai helm ini."
Meski sedikit ragu, mengingat sikap Zilian yang dulunya dingin padaku, aku tetap menyambut pelindung kepala yang dia berikan lalu memakainya.
"Makasih." Ungkapan ini tujuannya agar aku terlihat tahu diri atas kebaikan yang diberikan Zilian. Laki-laki itu mengangguk singkat, dia naik lebih dulu ke atas kendaraan sebelum kemudian mengulurkan tangan.
"Pegang tangan gue. Coba naik pakai kaki kiri dan jangan lupa pegang pundak gue biar enggak jatuh." Zilian berkata.
Aku hanya mengangguk singkat lalu menuruti intruksi yang laki-laki itu berikan. Ternyata Zilian tidak seburuk yang Mas Juan ungkapkan. Sikapnya juga ... tidak sedingin dan secuek dulu saat berbicara denganku.
Hanya suara deru motor dan angin yang bertiup kencang yang mengisi perjalanan kami. Tidak ada pembicaraan yang berarti. Hanya sesekali suara Zilian terdengar saat bertanya arah jalan, hingga roda motor berhenti tepat di depan pagar putih yang terbuka lebar.
Dari luar aku dapat melihat mobil audi hitam yang terparkir di halaman rumah. Aku ingat betul kalau itu adalah mobil Mas Juan. Mobil yang paling sering dia gunakan dan paling dia sayang. Katanya mobil itu adalah hasil jerih payahnya sendiri.
"Mas Juan? Ternyata yang akan datang, pasti datang." Aku bergumam tanpa sadar hingga membuat Zilian menoleh.
"Lo ngomong apa barusan?" Zilian bertanya usai turun dari motor. Dia menyingsing lengan jaketnya sampai siku sebelum mengulurkan tangan membantuku turun dari motor.
"Zilian, aku tau mungkin ini terdengar enggak tau diri atau apa pun itu. Tapi, boleh nggak aku minta tolong sekali lagi sama kamu? Bawa aku pergi dari sini secepatnya."
***
Selesai ditulis tanggal 20 Mei 2024.
Huh hah huh hah. Ngos-ngosan dikit nggak ngaruh. 🙂
Btw, gimana sama bab duanya? Apakah terkesan lambat? Atau bagaimana? Ngomong-ngomong karakter Zilian sudah bisa terlihat?
Aduh, gessssss. Untuk project ini aku bener-bener nggak punya tabungan bab. Jadi, kelar nulis langsung update. Doakan ya semoga lancar jaya sampai ending.
Bonus foto Zilian. 🔥🔥🔥
See u besok, ya!
Luv, Zea❤🔥
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top