QnA Time (Part 2)
Hiya hiya hiya
Yang ngira up, padahal cuma QnA ~
Tadinya mau special chapter juga, tapi aku masih kekurangan waktu yang tepat buat ngetik. Tapi saya usahain untuk buat!! … nggak janji tapi ✌
Enjoy to reading!
——————————
Semua berjalan seperti biasanya—membantu sang ibu di restoran, tepat matahari mulai tenggelam, Yaya segera berpamitan pada Ibu. Yaya tidak bisa meninggalkan kebiasaannya untuk setidaknya dalam seminggu harus mengunjungi ibu serta adiknya.
“Ibu, Yaya pulang dulu, ya,” ucapnya seraya salim pada Ibu. Dibalas dengan senyuman lembut.
“Baguslah, sekarang tidak perlu lagi diingatkan. Mandi sampai wangi dan jangan lupa masak buat suami kamu.” Yaya terkekeh. Dulu di awal usia pernikahannya dengan BoBoiBoy, ia kadang lupa waktu sampai harus diingatkan sang ibu.
Suaminya tidak melarang, asal jika Yaya bermaksud telat bisa memberi kabar sebelumnya agar mereka tidak gelisah.
Baru saja kaki keluar dari pintu restoran, seorang remaja putri menghadangnya. “Kamu Kak Yaya, ‘kan?” tanya dia. Yaya mengerling curiga. Apakah setelah resepsi digelar Yaya juga kecipratan jadi populer? Mengingat waktu banyak sekali yang datang.
“Iya, kenapa ya, Dik? Kamu ada perlu sama Kakak?” tanya Yaya hati-hati.
Tangan sang gadis merogoh ke dalam tas kecil yang sedari tadi digendongnya dan menyerahkan beberapa amplop kepada Yaya. Ia tersenyum manis, “Aku ada permintaan buat Kak Yaya. Tolong semua pertanyaan di sana dijawab, ya.”
Entah kenapa sekarang Yaya seperti pernah mengalami situasi yang mirip.
“Di dalam amplop putih udah ada petunjuk gimana cara ngejawabnya,” lanjut sang gadis.
“Sebenarnya ini untuk apa?”
“Maaf, aku enggak bisa jelasin alasannya.” Gadis itu berlari tanpa membalas ucapan Yaya. “dibaca ya, Kak~”
Sudah terlanjur dalam genggaman, Yaya membawanya pulang.
IoI
Amplop beraneka warna sama sekali tak ada kesan mencurigakan. Namun, Yaya memilih membukanya saat BoBoiBoy sudah pulang saja. Ia harus hati-hati, apalagi datang dari orang tak dikenal.
“Assalamu’alaikum.”
Yaya menghela napas lega, akhirnya sang suami sudah pulang. Dengan cekatan Yaya menyambutnya.
“Wa’alaikumsalam.”
Bukannya Gempa tidak menyadari raut wajah cemas di paras Yaya, tapi ia memilih mengganti pakaian dulu sebelum bertanya lebih lanjut. Yaya juga menangkap sinyal dari suaminya agar menunggunya melalui tatapannya.
Seraya menunggu, Yaya berpikir kembali, memang setelah pegelaran resepsi ia kini banyak orang yang tahu bahwa Yaya ialah istri dari sang direktur dan tidak jarang pula ada saja yang memberi hadiah. Dan tidak semua orang itu baik, adakalanya hadiah yang diterimanya berupa sesuatu yang aneh.
“Kamu kenapa?” tanya Gempa. Ikut duduk di tempat kosong samping Yaya seraya mengusap tangan sang istri dengan ibu jarinya.
Yaya menyodorkan amplop yang sedari tadi dipegangnya. Tanpa ucapan Yaya tahu jika Gempa bertanya maksud darinya.
“Tadi … waktu aku pulang dari restoran, tiba-tiba ada seorang anak remaja ngasih aku itu.”
Gempa membolak-balikkan amplop. Jumlah seluruhnya ada 9 amplop dengan warna yang berbeda beserta nomor urut di pojok kanan atas.
“Nggak ada yang aneh, sih. Daripada penasaran lebih baik dibuka aja.” Tanpa menaruh kecurigaan Gempa membuka amplop putih dulu. Yaya mendekat ikut membaca.
‘Untuk Kak Yaya ...
Maaf membuatmu kaget dengan kedatangan surat ini, apalagi dari yang tidak dikenal kan, ya.. A-ahaha…
Tapi tenang saja aku enggak bakal celakain Kakak. Perkenalkan aku Cuzhae, anggap saja aku sudah kenal Kakak dari lama.’
Keduanya saling bertukar tatap, apakah boleh mereka percaya kepada orang bernama ‘Cuzhae’ ini? Dari kalimatnya terkesan orang baik.
‘Sebenarnya yang memberikan amplop ini aku, cuma karena malu mungkin saat itu aku langsung kabur, ya? Maaf ...
Langkah pertama, Kak Yaya bisa membuka surat sesuai urutan nomor pada amplop.
Kedua, jawab melalui video dan tolong kirim ke email [email protected]
Oh, Kakak bisa jawab sebebasnya, ya. Jangan malu-malu!!
Kalau ditanya kenapa? Sebenarnya aku iseng aja, sih. Eh, bukan, maksudku ada orang yang titip pertanyaan ke aku tentang Kak Yaya dan suami. Tapi aku belum bisa jawab, hehe..’
Gempa mengernyit. Tujuannya tidak meyakinkan sama sekali. Kalau yang sekarang pegang kendali itu Halilintar, pasti saja sudah dibuangnya.
“Apa kita bisa percaya ke dia, Yaya? Kita bahkan enggak kenal dia,” tutur Gempa.
Yaya mengapit dagunya. Kejadian sekarang seperti pernah terjadi, tapi entah kenapa Yaya bisa melupakannya.
“Entahlah, tapi aku ngerasa percaya ke dia, deh.”
Mendapat persetujuan tak langsung dari sang istri, Gempa mengambil kamera milik Taufan dari kamar.
Kamera berdiri tegak dibantu tripod telah siap. Yaya sedikit membenarkan jilbabnya agar tampak rapi di dalam video.
Pada amplop pertama berwarna cokelat sedikit warna emas pada pinggirannya.
‘Untuk Gempa’
Oh, kebetulan sekali Gempa yang pegang kendali.
‘Pertanyaan pertama: Sekarang bagaimana perasaanmu terhadap orang tuamu? Apakah kamu masih mengharapkan kasih sayang dari mereka?’
Hal yang cukup sensitif. Namun, Gempa mencoba menjawabnya, “Bukan kasih sayang lagi yang diharapkan, itu sih udah pasrah. Cuma lebih ingin diakui sekarang.”
‘Pertanyaan kedua: Kalau ada yang ingin merenggut Yaya dari kalian, apa reaksimu? Apa tindakan yang akan kamu lakukan?’
Error 404 not found. Gempa terdiam tidak bisa menjawab. Begitu pun dengan Yaya, bahkan membayangkan saja ia tidak mau.
“Gempa?” Tangan Yaya melambai di depan wajah sang suami yang tatapannya terkunci satu arah. “Hei, kamu kenapa?” Ia mengguncangkan kedua bahu Gempa.
“E-eh, iya!” Tidak, kagetnya Gempa bukan seperti itu.
“Api?” tebak Yaya. Mungkin karena syok, kembaran yang berganti pun jadi secara acak.
“Loh, kok?” Api sendiri pun jadi kebingungan karena keluar tanpa peringatan.
Menarik napas pelan, daripada bingung sendiri akhirnya Yaya membuka nomor urut 2 berwarna oranye.
‘Untuk Api. Pertanyaan pertama: Saat kamu mengetahui kalau kamu dijodohkan dengan Yaya, kenapa langsung setuju?’
Dengan riangnya Api menjawab, “Karena Yaya maniiiiisss!!!!” lalu memeluk sang istri dengan gemas. Wajah Yaya merah karenanya.
Lanjut ke paragraf kedua. Kali ini Yaya membaca duluan sebelum diserahkan kepada Api.
‘Pertanyaan kedua: Pertanyaan yang sama seperti pertanyaan kedua untuk Gempa.’
Sebentar, kalau pertanyaannya sama dengan punya Gempa, maknanya
“AAAAAAAHHHHH!!!” Api mengamuk seketika, ia tidak bisa menjawab. Dia hampir saja menghancurkan kamera di depannya jika tidak langsung Yaya tahan.
Butuh waktu untuk menenangkan Api kembali. Setelah tenang ia malah menyerahkan kendali pada Air.
‘Untuk Air. Pertanyaan pertama: Sekarang apakah kamu sudah terbiasa berinteraksi dengan orang-orang?’
Air menguap sebentar sebelum menjawabnya, “Lumayan, sedikit-sedikit?”
“Alhamdulillah, artinya sudah berusaha.” Yaya tersenyum lembut. Benar, Yaya menyadari ada perubahan baik yang sudah dilakukan kembaran pencinta renang ini.
‘Pertanyaan kedua: Sama seperti pertanyaan kedua untuk Gempa dan Api.’
“....” Air hanya terdiam dan tidak menjawab apa-apa.
Yaya jadi curiga, semua kembaran pasti di pertanyaan kedua berisi bagaimana tanggapan mereka apabila Yaya direnggut orang lain.
‘Untuk Halilintar. Pertanyaan pertama : Apakah kamu takut hantu?’
“Air .. sadar, dong. Kamu bisa kasih kendali ke Halilintar sekarang.”
Sadar dari lamunannya, Air menutup mata sebentar. Lalu begitu terbuka, tatapan tajam sudah terpasang di wajah sang suami.
“Mukamu biasa aja, enggak usah tegang gitu kali…,” ucap Yaya. Mati-matian menahan tawanya agar tidak keluar.
Sang suami tidak menanggapi. Kembaran yang pernah menekuni karate ini menjawab dengan santai, “Aku nggak takut hantu, cuma aku enggak suka sama film horor. Thriller dan suspense masih oke, sih.”
“Wah, aku baru tau kamu masih tahan genre film penuh sirup merah gitu.” Ternyata masih ada yang belum diketahui Yaya soal Halilintar, dalam hati bersyukur ada yang bisa mewakili rasa penasarannya ini.
‘Pertanyaan kedua: Apakah kamu masih marah kepada Fang tentang kejadian waktu kamu ingin menjemput Yaya dari restoran ibunya?’
Halilintar menopang dagu. Tidak salah lagi, sesi tanya-jawab seperti ini pernah dialami mereka. Pertanyaan yang barusan dibacanya juga mirip.
“Aku nggak marah, tapi aku juga nggak suka sama dia.”
Syukurlah tidak sampai ke tahap membenci, lebih bahaya lagi kalau Halilintar ada dendam. Urusannya akan terbelit.
‘Pertanyaan ketiga: Sama seperti pertanyaan kedua untuk Gempa, Api dan Air.’
“Orang mana yang berani ngerebut Yaya dari kita, HAH!?”
Keringat dingin mengucur dari pelipis. Apapun jangan sampai itu kejadian jika ingin masih hidup tenteram.
‘Untuk Taufan.’
Ini amplop kelima sekaligus terakhir bagi kembaran yang belum dapat pertanyaan. Biru, identik dengan Taufan sekali. Yaya harap jangan ada soalan yang aneh-aneh lagi
‘Pertanyaan pertama: Kalau Yaya meminta melakukan 'itu' kepadamu, apa kamu langsung setuju?’
Mendengarnya Yaya langsung ingin menangis saja. Topiknya memalukan sekali!
“SETUJU BANGET! AKU BISA MATI DENGAN TENANG SETELAH ITU—” Taufan sukses mendapat hadiah cubitan di pinggang. “ … maksudnya, uhuk, uhm... Duh jadi malu deh kalau dibayangin... Aku mau belajar sama-sama bareng Yaya hehehe...”
‘Pertanyaan kedua: Sama seperti pertanyaan kedua untuk Gempa, Api dan Air juga sama seperti pertanyaan ketiga untuk Halilintar.’
“... Jujur aja aku nggak ngerasa orang itu bisa selamat dari Halilintar. Kalau aku sih... Yah...” Taufan lalu terdiam tidak meneruskan ucapannya. Meski Yaya penasaran bagaimana reaksi Taufan dengan pertanyaan yang semua kembaran dapat bagiannya sendiri.
‘Pertanyaan untuk Yaya: Rencana ingin punya anak berapa? 5 atau 7?’
Taufan langsung tertawa kencang, masa bodo pada Yaya kelabakan menutupi wajah yang merah pada.
“Eh!? Segitu banyak sih— hhhmm... Aku terima aja sebanyak yang dikasih Allah SWT,” jawab Yaya meski suaranya hampir tenggelam oleh tawa Taufan.
Tersisa dua amplop terakhir. Satu hitam dan satunya lagi berwarna abu-abu. Pilih yang paling mencolok, warna hitam.
‘Untuk orang tua BoBoiBoy: Kenapa kalian tidak percaya kepada putra kalian sendiri kalau dia sebenarnya tidak sakit?
*Pertanyaan ini sudah ditanyakan langsung oleh Cuzhae ke mereka berdua. Berikut jawabannya:
Ayah bilang, “Dia jelas sakit.”
“….” Sedangkan Bunda cuma natap aku, terus pergi tanpa jawaban.’
Memangnya apa yang diharapkan dari mereka, Yaya yakin suaminya sekarang sudah tidak memikirkan hal semacam ini. Selagi ada Yaya, mereka mampu untuk hidup.
Dan sampai pada amplop yang terakhir.
‘Untuk Ibu Yaya: Apa sekarang Anda sudah benar-benar merestui Yaya dan BoBoiBoy?
Sama dengan yang tadi. Orang yang bersangkutan sudah Cuzhae temui untuk meminta jawaban jelasnya. Berikut jawabannya;
“Saya masih belajar untuk menerima mereka, tapi BoBoiBoy memang sepertinya suami yang baik untuk Yaya.”
Selesai semua pertanyaan mereka jawab, begitu juga video telah dikirimkan ke email tujuan.
“Yaya .. beneran ya kamu nggak apa-apa punya anak lima?” celetuk Taufan dengan seringaian jahilnya.
“Ih apaan, sih?!”
.
.
——————————
Cuzhae nggak tau mau ngomong apa? //sigh
Ya .. Jadi karena waktu itu ada yang ngajuin quest lagi, yaudah kubuatkan
Kalo nggak salah dari Shidzgirl_01
Ada satu pertanyaan lagi, untuk Author: Kapan lanjut?
Kata Kak Rei (Seidoo Reiki / Dark Calamity of Princess— Author LTWYA) bilangnya gini, “Nanti ya~”
——————————
KO L O M N U T R I S I
——————————
1. Sudahkah part ini memuaskan rasa kepenasaranmu pada LTWYA?
2. Jika kamu mendapatkan pertanyaan mendadak, apakah tetap ingin dijawab?
3. Apa pendapatmu terhadap QnA Time (Part 2) di Love The Way You Are ini?
***
Mari terapkan budaya baca cermat, memberi masukan dengan santun juga bijak, serta menghargai keberagaman dalam berkarya dan perbedaan pendapat. Be wise.
***
Sudahkah kamu vote bab ini dan follow penulisnya?
Scroll/Swipe untuk membaca bab selanjutnya dari fanfict Love The Way You Are.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top