Chapter 5
Aku sebenarnya orang yang kalau lagi galau, malah lancar nulis fanfic. Tapi, bisa dibilang, aku dalam keadaan hampir depresi akhir-akhir ini, jadi pasti susah banget mau update fic. Maaf ya ... semoga kalian mau menunggu.
Jujur dari chapter 1 kemarin, aku setia pake sudut pandang Yaya, supaya Boboiboy terkesan misterius. Namun, mulai dari chapter ini, aku bakal pakai sudut pandang Boboiboy juga jadi kalian tahu dia mikir apa sebenarnya
Selamat menikmati
————————————
Cinta ....
Arti cinta berbeda-beda untuk setiap orang. Namun, bisa dibilang cinta itu sesuatu untuk dirasakan, bukan untuk dijelaskan dengan kata-kata.
Dan, Boboiboy sudah hampir lupa bagaimana rasanya cinta itu sebenarnya ....
Ia terlahir prematur, dua bulan lebih awal dari perkiraan. Wajar, kehamilan kembar memang penuh risiko, apalagi kembar lima. Karena lahir prematur, dari lima bayi yang lahir, akhirnya yang bisa bertahan hanya seorang. Itupun, dengan risiko menjadi bayi prematur yang sering sekali mengalami masalah kesehatan.
Orang tuanya kerap bercerita, bagaimana ia sering masuk rumah sakit saat kecil, selalu menangis, selalu muntah sampai lima kali sehari, mudah sekali ambruk dan sebagainya. Ia terbiasa hidup dengan pola hidup sehat yang diatur orang tuanya. Mulai dari makanan bebas bahan pengawet dan MSG, tidak pernah ngemil, tidak pernah kotor dan sebagainya.
Saat seseorang masih anak-anak, mereka tidak akan bisa tahu apa itu 'normal' atau 'tidak normal'. Demikian juga Boboiboy. Ia sering sekali merasa kehilangan kontrol tubuhnya saat dirinya masih kecil. Ia seperti terjebak di dalam tubuhnya sendiri dan tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa melihat, mendengar, mencium dan merasakan, tapi tak bisa mengontrol gerakan dan ucapannya.
Awalnya, ia pikir ini sesuatu yang normal dan semua orang mengalaminya.
Sampai saat ia duduk di bangku sekolah dasar, akhirnya orang tuanya membawanya ke dokter yang berbeda dari yang biasa temui. Dokter itu hanya bertanya sepanjang waktu, kadang-kadang menunjukkan gambar-gambar tidak jelas, tapi sama sekali tidak menyentuh tubuhnya. Aneh ....
Saat pulang, orang tuanya terlihat lebih khawatir. Boboiboy mencoba untuk bertanya ia sakit apa tapi orang tuanya tak mau menjawabnya.
Sepertinya saat itu segalanya mulai berubah.
Boboiboy jadi mengerti bahwa apa yang ia alami itu 'tidak normal'.
Dan sejak saat itu, orang tuanya selalu menekannya untuk bersikap 'normal'.
Jika Boboiboy kehilangan kontrol tubuhnya dan melakukan sesuatu di luar kebiasaannya, ia akan kena tegur.
Jujur, Boboiboy jadi merasa tertekan dan takut. Orang tuanya berhenti membelainya dan hanya terus memintanya bersikap normal.
Yang jadi pelabuhan bagi Boboiboy saat itu hanya Tok Aba, Atoknya tercinta.
Dari beliaulah Boboiboy kenal apa itu 'cinta apa adanya'.
Meski ia melakukan hal aneh seperti mengamuk, melompat dari tangga, menari di atas meja, Atoknya tidak pernah marah. Ia tidak pernah meminta Boboiboy bersikap normal dan bertindak sesuai kemauannya saja.
Bersama dengan Atoknya, Boboiboy tidak pernah merasa takut. Ia merasa, apapun yang ia perbuat, seaneh apapun dirinya, Atoknya akan selalu menerimanya. Tidak seperti kedua orang tuanya ataupun orang lain.
"Atok merasa, kau ini tidak hidup sendirian."
Boboiboy mengernyit tak mengerti.
"Maksud Atok?" tanyanya.
"Kau ini, seperti hidup bersama orang lain dalam satu tubuh."
Boboiboy tidak mengerti, ia masih SD dan hal seperti ini tidak diajarkan di sekolahnya.
Saat itulah Tok Aba bercerita soal kembaran Boboiboy yang sudah tiada. Ia kehilangan empat saudara kembarnya yang sudah bersamanya selama tujuh bulan sebelum ia bisa kenal dengan mereka. Saat itu, Boboiboy merasa sedih, karena ia kehilangan empat orang yang mungkin saja bisa diajak berbagi soal keanehan ini.
Sampai kemudian, Boboiboy sadar kalau mungkin saja selama ini ia hidup berlima dengan semua saudara kembarnya.
Sepertinya kalau tidak salah, ia sadar akan hal itu saat ia hampir lulus SD.
Saat itu, orang tuanya sudah membawanya ke berbagai macam rumah sakit, dokter hingga pengobatan tradisional tapi ia tetap saja 'tidak normal'.
Namun, Boboiboy sadar kalau ia memang 'tidak normal', tapi ia tidak sakit.
Saat ia bercerita soal dugaannya itu pada Tok Aba, Atoknya itu langsung percaya padanya.
"Kau benar! Tentu saja! Kalian semua berbeda, tak heran jadinya sedikit aneh," kata Atoknya penuh senyum.
"Tapi, mulai sekarang aku harus bagaimana?"
Boboiboy tentu merasa takut, selama ini ia hidup berlima dengan saudara-saudaranya dan kalau itu memang benar, ia tidak tahu harus berbuat apa selanjutnya.
"Kau harus mengenal mereka semua dan hidup rukun, bagaimana kalau mulai dari memiliki nama yang berbeda?"
"Nama berbeda?"
"Iya, supaya mudah membedakan kalian."
Dan saat itu lah Atoknya memberi mereka semua nama. Ia bilang, nama itu sebenarnya sudah ada dan terukir di masing-masing nisan jasad ke empat kembaran yang sudah tiada.
Halilintar, Taufan, Api dan Air.
"Dan kau, Gempa."
Boboiboy, maksudnya, Gempa tidak protes dengan nama mereka yang aneh. Ia merasa senang, karena sekarang ia punya nama sendiri dan bisa memanggil saudara-saudaranya yang lain. Meski sayangnya ia rasa dengan cara apapun ia tidak akan pernah bisa bertemu mereka semua.
Tok Aba ternyata memang jenius, bukti kalau beliau memang pendiri Aba Corporation yang sukses.
Ia mengajari Gempa dan yang lain, bagaimana caranya berkomunikasi satu sama lain. Mereka semua bisa melihat, mendengar, merasakan hal yang sama siapapun yang sedang memegang kendali. Namun, akibatnya hanya akan ada pembicaraan satu arah karena mereka tidak bisa membalas.
Jadi, akhirnya mereka hanya bisa bertemu lewat video dan surat.
Rasanya agak aneh, tapi Gempa dengan cepat terbiasa. Tak sulit membuat semua kembarannya hidup akur, mereka tidak membenci satu sama lain dan sudah terbiasa menangani kondisi ini sejak bertahun-tahun lalu.
Sayangnya, selain Tok Aba, tidak ada yang percaya pada mereka.
Boboiboy tetap seorang anak yang mengalami gangguan jiwa di mata setiap orang. Ia adalah anak yang dikucilkan orang tuanya sendiri dan juga orang lain.
Awalnya, ia tidak mengerti kenapa. Karena, meski tidak normal, setidaknya ia juga manusia. Namun, dari situ ia tahu, kalau kebanyakan orang lebih suka dengan sesuatu yang normal ketimbang yang tidak normal.
Boboiboy sudah mencoba untuk membuat teman-temannya mengerti keadaannya. Namun, tak ada satupun yang bisa mengerti dirinya. Sekalipun mereka masih mau tinggal di dekatnya, itu hanya karena uang.
Dengan cepat semua kembaran mengerti, yang bisa menghadapi orang lain itu Gempa. Ia adalah model anak baik yang nyaris sempurna. Halilintar dan Taufan tidak terlalu buruk menangani orang lain dan berpura-pura normal namun tidak dalam jangka waktu lama. Api sama sekali tak bisa diatur. Dan Air, hampir tidak pernah keluar.
Meski mereka sibuk beradaptasi, mencoba untuk hidup normal, senormal yang orang lain inginkan, pada akhirnya mereka sadar bahwa mereka hanya seorang diri.
Hanya Tok Aba yang mau memanggil mereka dengan nama yang berbeda, hanya beliau yang mau menerima mereka apa adanya.
Hanya Tok Aba yang percaya. Beliau tak pernah protes Api selalu menyelinap ke kamarnya setiap malam, tak protes saat Halilintar memecahkan meja kaca, tak protes saat Taufan menjahilinya, tak protes saat Air hanya berbaring sepanjang waktu saat ia keluar, tak protes saat Gempa melakukan kesalahan.
Di luar pandangan Tok Aba, Gempa sebisa mungkin bersikap sebaik yang orang-orang inginkan. Mungkin karena kembarannya yang lain tak mau memainkan peran anak baik, tapi ia merasa seseorang dari mereka harus melakukannya. Jadi, Gempa menjadi anak baik sebaik yang ia bisa.
Rasanya sangat melelahkan.
Rasanya sangat kesepian.
Karena ia tidak memiliki teman, ia tidak bisa bermain seperti anak-anak pada umumnya. Ia menuruti segala kemauan orang tuanya (meski kembarannya yang lain kerap protes) agar mereka tidak memasukkannya ke rumah sakit jiwa.
Ia mendapat juara kelas, ikut berbagai kursus bahasa asing, berhenti belajar karate, tidak menyentuh papan skateboard-nya, mencoba sangat keras untuk tidak belajar bagaimana cara melakukan atraksi dengan api.
Ia sudah melakukan sebaik yang ia bisa.
Ia sudah mengorbankan banyak hal.
Ia berusaha keras untuk bisa dicintai oleh orang lain.
Tapi ternyata tidak bisa.
Setidaknya masih ada Tok Aba di sampingnya, meski seluruh dunia menertawakannya, asal masih ada seseorang di sampingnya, mereka masih bisa terus berjuang.
Namun, tak ada manusia yang kekal.
Tok Aba jatuh sakit.
Kemudian meninggal.
Dan Boboiboy terpuruk.
Mereka semua kesulitan menghadapi cobaan ini.
Halilintar terus emosi, Taufan semakin haus akan perhatian, Api selalu mengamuk dan menangis, Air sudah tidak mau keluar lagi.
Dan Gempa ....
Ia menangis sampai ia mengira ia tidak bisa menangis lagi selamanya. Air matanya terasa sudah kering dan tak akan bisa lagi keluar.
Satu-satunya penyokong hidup mereka menghilang. Satu-satunya sumber kebahagiaan mereka sudah pergi. Rasanya sangat berat, sampai mereka hampir sepakat untuk bunuh diri kalau tidak ingat itu perbuatan dosa.
"Suatu saat, akan ada orang yang mencintaimu apa adanya, Atok jamin itu."
Itu adalah perkataan terakhir Tok Aba pada mereka.
Itu mungkin seperti setitik bintang di malam yang gelap tapi jaraknya beratus-ratus tahun cahaya.
Mungkin, hanya itulah yang bisa membuat Boboiboy bertahan.
Setitik cahaya bintang di masa depan.
Mungkin memang benar, suatu saat akan ada yang mencintainya apa adanya.
Namun, tahun-tahun berikutnya membuat harapan mereka semakin memudar. Tanpa adanya Tok Aba, seakan pelindung mereka sudah hilang. Boboiboy dipaksa untuk menjadi anak yang sempurna, agar tidak ada seorang pun yang curiga kalau ia tidak normal.
Jika ketahuan melakukan hal aneh, seperti berlatih karate, tertawa terbahak-bahak ataupun hal simpel bermain bola, ia bisa dikurung seharian atau diseret untuk berobat ke dokter jiwa yang ia benci.
Pada akhirnya, ia jadi boneka yang harus selalu menuruti kemauan orang tuanya dan tidak bisa mengatakan 'tidak'.
Pada akhirnya, sekeras apapun mereka berjuang untuk dicintai, mereka tidak pernah dicintai lagi.
Sementara, orang lain berkumpul di sekitarnya hanya memandang uangnya saja.
Tak ada yang mau berteman dengan orang seperti mereka.
Tak ada yang mau menerima mereka apa adanya.
Rasanya sangat berat, mereka hampir yakin terkena depresi berat kalau bukan dukungan satu sama lain. Setidaknya, mereka masih memiliki satu sama lain.
Mereka mulai percaya, mereka akan terus hidup seperti itu, sekalipun menikah pasti hanya pada wanita yang sangat cinta pada uang sampai bisa melupakan kondisi khusus mereka.
Mereka tidak akan mendapatkan cinta lagi.
Tapi, mereka merasa, di dunia ini pasti banyak orang lain yang hidupnya lebih buruk. Jadi, tidak apa-apa ... hidup mereka tidak begitu buruk.
Sampai gadis itu muncul.
Tok Aba ternyata meninggalkan sebuah hadiah kecil untuknya sebelum beliau meninggal.
Saat Boboiboy hampir menginjak usia 25 tahun, setelah puluhan gadis lari darinya (sebagian besar karena memang mereka sengaja menakut-nakuti mereka untuk mengetes reaksi mereka terhadap kondisi khususnya), ia diharuskan menikah dengan seorang gadis.
Halilintar menolak mati-matian, Gempa merasa ragu, namun Api dan Taufan langsung sepakat, Air sama sekali tidak memberikan pendapat.
"Tok Aba tidak akan pernah menjerumuskan kita."
Itulah perkataan yang akhirnya membuat Gempa setuju, meski Halilintar tidak mau menerimanya.
Dan akhirnya, mereka menikah dengan seorang gadis.
Boleh dibilang, gadis yang sangat cantik. Taufan senang sekali karena itu. Yang lain tidak begitu peduli, karena mereka semua punya pengalaman buruk dengan gadis cantik.
Gadis cantik (yang dijodohkan orang tua mereka) biasanya angkuh, matre, hanya peduli soal penampilan dan sangat menyebalkan.
Tapi ternyata, dia beda.
Ya, Yaya berbeda.
Ia polos, sopan, ramah dan juga manis.
Semua itu membuat Gempa merasa amat bersalah karena sudah menipunya.
Namun, ia juga menanti reaksi macam apa yang akan ia berikan kalau sampai kembarannya bertemu dengan Yaya.
Tapi, Yaya mau menerima mereka.
Itu adalah sebuah kemajuan besar setelah sekian tahun tidak ada yang percaya dengan mereka dan terus dikucilkan semua orang.
Gadis itu bisa menenangkan Api, meladeni Taufan, tahan dengan ancaman Halilintar dan akhirnya Gempa mempunyai teman.
Jujur, ia begitu rindu dipanggil dengan nama pemberian Tok Aba pada mereka.
Rasanya, ia bisa menangis saat itu juga.
Namun, mereka semua juga bertanya-tanya apa Yaya bisa bertahan dengan kondisi mereka.
Tapi memang, Tok Aba hebat ....
Yaya percaya pada mereka semua, padahal mereka belum ada seminggu menikah.
Ia bahkan bisa membuat Air keluar. Setelah sekian tahun ia mengurung diri menolak untuk keluar.
Mungkin, karena mereka begitu haus akan kasih sayang, sampai rasanya terkesan menyedihkan. Mereka seperti jatuh dengan sangat cepat.
Setelah sekian lama akhirnya Halilintar mau menerima orang lain, Taufan mau bersikap lebih jujur keluar dari topeng senyumannya, Api mau bersikap lebih dewasa, dan Air mau keluar.
Dan Gempa ....
Untuk pertama kalinya, ia sangat ingin mencium seorang gadis.
Itu terasa mengerikan untuk seseorang yang biasanya tersentak oleh sentuhan kecil.
Rasanya semuanya begitu indah.
Seperti mimpi.
Hanya saja, mimpi biasanya selalu berakhir.
Dan suatu saat, mimpi indah itu akan berhenti. Dan saat mereka bangun, mereka akan sadar kalau mereka masih ....
Sendirian ....
IoI
"Uuh ...."
Yaya mengerjapkan matanya dengan berat, rasanya masih sangat ngantuk dan ia terlalu nyaman untuk bangun. Tapi sayangnya, otaknya perlahan terjaga dan akhirnya ia terpaksa bangun.
Pertama, ia sadar kalau ia berada di tempat yang sangat nyaman dan hangat.
Saat ia membuka mata, ia bertemu wajah dengan seorang pemuda berwajah tampan yang masih tertidur lelap.
Kedua, ia sadar posisinya berada di dalam dekapan pemuda itu. Wajah mereka sangat dekat, kepala Yaya bersandar pada lengan pemuda itu.
Ketiga, ia sadar kalau pemuda itu suaminya, Boboiboy. Oh baguslah, Yaya hampir terkena serangan jantung tadi.
Keempat, ia sadar ia bukan ada di kamarnya, tapi di kamar Boboiboy.
Dan lima, Yaya mendesah lega saat sadar bahwa ia masih memakai pakaian yang kemarin ia kenakan.
"Boboiboy, bangun ... salat subuh yuk ...."
Waktu sudah menunjukkan pukul 5 lewat, jadi meski Yaya tidak tega membangunkan suaminya yang tampak begitu damai terlelap, ia tetap harus membangunkannya.
"Uuhh ...."
Akhirnya, Boboiboy bangun. Ia membuka mata, mengerjap dan bangun dengan tampang kusut.
Yaya sempat bertanya-tanya siapa yang sedang memegang kendali sekarang sampai ia mendengar decakan lidah.
"Cih ... udah jam segini."
Pasti Halilintar. Yaya bangga pada dirinya sendiri, ia mulai lihai mengenali semua kembaran suaminya.
"Yuk, jama'ah."
Halilintar tidak mengatakan apapun, jadi Yaya menganggapnya sebagai "Ya."
IoI
"Jadi, tadi malam aku ketiduran?"
"Iya, Air ikut ketiduran juga."
Yaya merasa tidak sulit membayangkan hal itu.
"Akhirnya, Gempa yang ambil alih dan manggil supir lalu pulang."
Yaya mengangguk, memakan roti panggangnya, yang agak hangus (aneh, padahal ia pakai toaster dan ia menyetel timer-nya dengan tepat).
Namun, ia masih bingung kenapa akhirnya ia bisa tidur bersama suaminya, di kamar suaminya juga. Rasanya sedikit berbeda dari sikap Gempa yang biasanya.
Saat ia mengatakan soal ini, Halilintar cuma menjawab.
"Tanyakan sendiri padanya."
Jadi, Yaya cuma bisa menutup mulutnya.
Halilintar menghabiskan sarapannya. Membuat Yaya mendengus, karena jelas-jelas tadi ia protes soal roti panggang yang hangus.
"Kamu mau kemana?" tanya Yaya, kelihatan sekali Halilintar sedang bersiap mau pergi, karena ini hari Minggu tapi ia sudah rapi.
"Ada urusan."
Yaya cemberut sedikit, ia butuh jawaban lebih dari itu tapi tidak protes.
Seperti biasa, pakaian yang dikenakan suaminya kali ini lagi-lagi semi formal. Lagi-lagi blazer dengan kemeja dan celana bahan. Membuatnya ingat bagaimana protes Api soal dress code yang wajib mereka kenakan setiap saat di luar rumah.
Halilintar menoleh pada Yaya dan menatapnya dengan serius.
"Hari ini kamu jangan keluar."
"Eh?" Yaya bingung mendengarnya.
"Tunggu aku sampai pulang."
Yaya mengerjapkan mata. Entah kenapa rasanya seperti Halilintar akan pergi ke medan perang dan tidak akan kembali dalam keadaan utuh. Yaya jadi merasa khawatir.
"Kalian tidak apa-apa?" tanya Yaya, khawatir pada seluruh kembaran yang ada di tubuh suaminya.
"Mungkin ...."
Dan Halilintar pun pergi, sebelum Yaya bisa salim dan mengucapkan salam.
Padahal kemarin rasanya seperti hari yang sempurna, ada apa dengan hari ini?
IoI
Yaya cerdas untuk urusan pelajaran, tapi ia termasuk yang agak lambat dalam memproses soal perasaan. Saat ia sedang menyibukkan diri membersihkan rumah, ia mengingat-ngingat apa saja yang terjadi kemarin.
Rasanya sangat padat, sampai terasa menakjubkan bisa mengalami semua itu dalam kurun waktu satu hari.
Olahraga dengan Halilintar, bermain di game center dengan Taufan, makan siang dengan Gempa, ke kebun binatang dengan Api dan memandang bintang dengan Air.
Sang gadis kemudian mau tidak mau ingat soal hal yang lebih memalukan.
Bagaimana lidah Halilintar menyapu bibirnya (secara tidak sengaja), bagaimana Taufan mencium bibirnya dua kali, bagaimana Gempa mengecup keningnya, bagaimana Api mengecup pipinya dan bagaimana Air mendekapnya (dan rasanya ia mengecup keningnya juga).
Wajah Yaya kontan memerah dan ia berteriak di dalam apartemen kosong.
Ia merasa sangat malu sekarang dan jantungnya berdebar hebat.
Ia tidak menyangka, semua kembaran Boboiboy bisa membuat dadanya berdebar-debar tak karuan.
Tunggu sebentar ....
Apa normal bagi seorang gadis untuk mulai suka pada 5 pria yang berbeda?
Yaya hanya bisa berjongkok dan menutupi wajahnya yang sangat merah.
Ia tidak tahu bagaimana harus menghadapi suaminya bila ia pulang nanti!
IoI
"Assala'mualaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Dengan cepat Yaya mem-pause film yang ia tonton. Suaminya memang punya koleksi film bermacam-macam yang membantunya menghabiskan waktu.
Yaya segera beralih ke pintu depan dan sedikit terpaku saat melihat Boboiboy dalam keadaan pucat.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Yaya khawatir.
"Cuma pusing," katanya sambil menyugingkan senyum miris. Yaya tak butuh lebih banyak bukti, sudah pasti ia sedang berhadapan dengan Gempa.
Rasanya tak mungkin wajah pucat dan murung itu disebabkan pusing saja.
Yaya dengan cepat memeriksa suhu tubuh suaminya, rasanya normal. Selain pucat, tampaknya tak ada keluhan lain. Kemudian, Yaya baru ingat, bagaimana sebelumnya suaminya juga mengeluh pusing setelah pulang dari acara makan malam bersama orang tuanya.
"Mau kuambilkan obat?" tanya Yaya. Gempa menggeleng.
"Mau kuambilkan sesuatu?" ralat Yaya.
Gempa diam sebentar.
"Tolong buatkan aku minum ... yang hangat kalau bisa," pintanya, balik lagi dengan bahasa formal seperti sebelumnya.
Yaya tidak protes soal hal itu, tidak penting untuk saat ini.
Yaya segera berlari kecil di dapur. Ia ingat selera makan Gempa, yang katanya ia tidak membenci makanan secara spesifik. Jadi, ia buatkan lagi 'ramuan' andalan keluarganya. Susu hangat dengan madu.
Yaya kemudian ingat, mungkin ada baiknya ia memberi kompres. Sesuatu yang dingin ... atau hangat? Ia mengambil handuk kecil dan membasahinya dengan air hangat. Sesuatu yang hangat lebih mudah membuat orang rileks, meski sesuatu yang dingin bisa meringankan rasa sakit.
Tapi, Yaya rasa, sakit kepala Boboiboy bukan karena sakit kepala sungguhan. Mungkin karena terlalu banyak berpikir atau tertekan karena sesuatu.
Sebenarnya, pergi kemana ia tadi?
Yaya kembali ke kamar suaminya, dimana ia melihat Gempa berbaring sambil memijiti kepalanya.
"Aku buatkan susu hangat dengan madu."
Gempa melirik padanya dan tersenyum tipis. "Terima kasih."
Ia bangkit dan Yaya menyodorkan susu tersebut padanya. Gempa meminumnya sedikit lalu meletakkan ke meja di samping tempat tidur.
"Bagaimana kalau kepalamu kupijit?" tanya Yaya. Jujur, ia merasa sedih melihat suaminya kelihatan kesakitan.
Gempa menggeleng, namun segera berhenti karena tampaknya kepalanya jadi makin pusing. Yaya memutuskan untuk keras kepala hari in, jadi ia naik ke atas tempat tidur, lalu menarik kepala Gempa agar mau berbaring di pangkuannya.
Yaya tahu Gempa kelihatan panik, namun tak bisa protes banyak karena sedang sakit kepala. Yaya lalu memijit kepala Gempa pelan.
Dan segera tahu kalau pijitannya berguna karena perlahan Gempa terlihat rileks.
"Kau baru dari mana?" tanya Yaya dengan suara pelan, takut membuat suaminya sakit kepala.
"Ke dokter."
Yaya memandang Gempa yang menutup matanya dan menikmati pijitan di kepalanya.
Dokter? Tapi, ia tampak sehat ...
Yaya kemudian ingat bagaimana mertuanya bercerita soal Boboiboy menjalani pengobatan dengan dokter spesialis jiwa. Jadi, ia baru ke psikiater tadi?
Tidak heran ia langsung sakit kepala seperti ini. Pasti berat, harus berhadapan dengan orang yang beranggapan dirinya sakit jiwa, padahal tidak.
"Sudah cukup."
Yaya menghentikan pijiatnnya. Ia kemudian mengambil kompres hangat yang tadi ia siapkan.
"Aku bikin kompres hangat, supaya kepalamu sakitnya berkurang ...," tawar Yaya, belum memindahkan kepala Gempa dari pangkuannya.
Gempa tidak protes saat Yaya meletakkan handuk hangat di kepalanya, sampai menutupi matanya. Karena badannya lebih rileks, Yaya tersenyum. Setidaknya, teori ngawurnya berhasil.
"Kenapa kau pergi ke dokter? Kau kan tidak sakit," komentar Yaya. Ia tidak tahan dan mulai membelai kepala Gempa yang ada di pangkuannya.
"Hm ... ibuku yang memintaku ... aku tidak bisa menolak ...."
Yaya hanya memandang Gempa dengan pilu. Separuh wajahnya tersembunyi di balik handuk hangat, tapi Yaya merasa ekspresi suaminya pasti suram.
Ia tahu, Gempa tidak bisa menolak, meski ia sudah dewasa dan punya keputusan sendiri.
Ia masih ingin dicintai oleh orang tuanya, entah sadar atau tidak.
Dan ia berjuang untuk mendapatkan cinta itu.
Namun, cinta dari orang tua bukan sesuatu yang seharusnya didapat dari perjuangan.
Yaya teringat bagaimana ayahnya dulu masih hidup dan sering memanjakannya. Ibunya yang selalu baik padanya dan mencintainya.
Cinta dari orang tua, dari keluarga, seharusnya cinta apa adanya. Cinta yang tidak menuntut apapun. Cinta yang menerima semua kekurangan dan kelebihan seseorang.
Dan melihat suaminya selama ini sepertinya terus berjuang untuk mendapatkan cinta itu ....
"Kau tidak perlu berjuang untuk dicintai, kau tahu?"
Yaya tidak menerima balasan apapun karena mulut Gempa tertutup rapat. Awalnya ia kira suaminya itu tidur, sampai ia melihat ada setitik air mata yang mengalir dari balik handuk hangat yang menutupi matanya.
Yaya ingin membukanya, melihat bagaimana mata Gempa sekarang. Namun, ia memutuskan untuk membiarkannya saja.
Ia tahu, tidak semua orang merasa nyaman dilihat ketika sedang menangis. Apalagi pria. Dan ia pun tak yakin, apakah ia bisa tidak menangis bila bertemu mata dengan Boboiboy, yang pasti matanya sangat pilu dan suram.
Yaya tidak bisa menawarkan kata-kata penghibur lain untuk menghibur hati suaminya. Jadi, ia hanya bisa diam, sambil terus membelai rambut Boboiboy, selama air mata itu terus mengalir dari balik handuk hangat itu.
TBC
————————————
Buset, chapter ini hampir nggak ada ceritanya, ya?
Ya udahlah ....
Silakan review-nya ^^
——————————
K O L O M N U T R I S I
——————————
1. Sikap Gempa terhadap Yaya… bisakah dikatakan 'normal'?
2. Apa definisi 'normal' dan 'tidak normal' menurut pandanganmu?
3. Apa pendapatmu terhadap Chapter 5 di Love The Way You Are ini?
***
Mari terapkan budaya baca cermat, memberi masukan dengan santun juga bijak, serta menghargai keberagaman dalam berkarya dan perbedaan pendapat. Be wise.
***
Sudahkah kamu vote bab ini dan follow penulisnya?
Scroll/Swipe untuk membaca bab selanjutnya dari fanfict Love The Way You Are.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top