Chapter 1

Fanfic ini fanfic sampah. Aku tahu fandom Boboiboy itu humor lebih disukai, jadi mimpi apa aku bikin fanfic yang mirip telenovela/drama Korea kayak gini? Hah, lupakan aja.

Nah, aku lagi pengen bikin fanfic BoboiboyxYaya. Padahal aku ahlinya nulis Boboiboy Elemental ya? Hahaha, yah pokoknya dilihat aja deh. Fanfic ini terinspirasi dari komik Fairy's Landing terus ditambah lagi main dating sim game My Forged Wedding, jadi gini deh. Jadi, salah satu karakter di sana yang bukan tokoh utama bikin aku mikir fanfic ini. Pengen liat, semua Elemental Boboiboy, lima-limanya, suka sama Yaya. Can you believe that? It is like 5 in 1. Jadi, silahkan dinikmati

Warning: AU, BoboiboyxYaya, OOC, miss typo, agak islami(?), rather smutt(?)

Disclaimer: Boboiboy punya Animonsta

————————————

Love The Way You Are

Pernikahan adalah sesuatu yang sangat sakral bagi umat manusia. Dimana, pernikahan adalah sebuah ikatan janji antara dua insan untuk hidup bersama sampai akhir hayat. Meski memang pada zaman sekarang, banyak juga yang orang yang memadu kasih tanpa ikatan pernikahan. Namun, itu tak akan ada dalam hidup Yaya.

Meski, ia tak menyangka hidupnya akan jadi begini.

Ia merasa ia adalah anak yang patuh, gadis yang baik dan manusia yang berguna, jadi kenapa hidupnya jadi begini?

Ia menatap cermin dimana ia melihat pantulan dirinya di sana. Dengan make up tebal, hiasan berat yang mengelilingi kerudungnya serta baju pengantin anggun yang ia kenakan.

Ia tahu hidup itu cenderung tidak bisa ditebak, tapi seumur hidup ia tak pernah menyangka akan mengalami yang namanya 'dijodohkan'. Atau lebih tepatnya ....

Nikah paksa.

"Oh Yaya, tersenyumlah ... aku yakin ini tidak akan seburuk itu ...."

Yaya menoleh pada sahabatnya Ying, yang sepertinya tampak ragu dengan omongannya, kalau ia tidak merasa sayang dengan make up tebal yang menghias wajahnya ibarat topeng, ia pasti sudah menangis sekarang.

"Aku sudah lihat calon suamimu. Jujur saja, dia ganteng," hibur Ying lagi mencoba mencerahkan suasana.

Yaya hanya bisa merespons dengan mendesah.

"Lagipula, kau menikah dengan keluarga berada. Kau tahu bagaimana hebatnya Aba Corporation, 'kan? Dia bakal jadi pewarisnya, lho. Kalau kulihat dari ibu dan ayahnya juga, mereka kelihatannya taat beragama," tambah Ying lagi.

Yaya mengerutkan bibirnya. Masih tidak bisa memperbaiki suasana hatinya yang kacau.

"Ying, yang namanya cinta tidak bisa dibeli oleh harta ataupun penampilan ...," gumam Yaya dengan lesu.

Sahabatnya itu kelihatan merasa bersalah. "Tapi, kau sendiri yang sudah memutuskan untuk melakukan ini, Yaya."

Yaya mencoba untuk menahan air matanya. "Aku tidak punya pilihan lain, Ying ...."

Lucunya, sampai detik mau menikah, Yaya belum pernah bertemu dengan calon suaminya. Mereka harus menikah saat dia menginjak umur 25 tahun, dan itu terjadi beberapa hari yang lalu sedangkan pemuda itu sedang dinas keluar negeri karena urusan bisnis.

Dan tiba-tiba mereka harus menikah sekarang. Yaya merasa ia sekarang sedang terjebak dalam sinetron picisan.

"Zaman dulu, banyak orang yang menikah karena dijodohkan, banyak yang baik-baik saja. Kudengar, cinta itu bisa dipelajari Yaya. Siapa tahu kau akan jatuh cinta dengan suamimu nanti," hibur Ying lagi.

Yaya mendesah dan mencoba menyugingkan senyum tipis.

"Yah, mungkin kau benar, semoga saja..."

Yaya masih bisa mengingat dengan jelas bagaimana semua ini bermula.

Flash Back

Yaya merupakan gadis pandai dan cerdas daripada gadis pada umumnya. Banyak yang menyayangkan Yaya tidak bekerja di tempat yang lebih baik, malah memilih mengurus restoran kecil milik keluarganya.

Tapi, justru karena pintar, Yaya sangat mengerti dengan keputusan yang ia buat. Restoran keluarganya mungkin bukanlah restoran megah dan ramai, hanya restoran kecil yang terus bertahan dengan pelanggan tetap. Tapi, restoran kecil ini punya banyak sekali kenangan akan ayahnya dan juga neneknya yang sudah tiada.

Lagipula, yang namanya kebahagiaan itu tidak bisa dibeli dengan uang. Memang sih, uang bisa membuat orang lebih bahagia. Namun, Yaya sudah puas dengan hidup seperti ini.

Andai saja ibunya tidak terus mengusiknya untuk cepat-cepat menikah.

Saat sedang menghitung uang di kasir, Yaya bingung dengan tamu-tamu yang baru masuk ke restorannya. Semuanya memakai jas yang tampak mahal.

Ibunya segera menyambut mereka, dari kejauhan Yaya tidak bisa mendengar apa yang mereka katakan namun dilihat dari tampang ibunya yang memucat, Yaya merasa itu bukan hal baik.

"Ibu, ada apa?" Yaya segera menghampiri ibunya.

"Ah, begini, mari kita bicarakan ini bersama," kata ibunya, menggiring tamu-tamu itu, termasuk Yaya ke sudut restoran yang lebih sepi.

"Saya perwakilan dari Aba Corporation, saya ke sini untuk menyampaikan wasiat dari pendiri perusahaan tersebut, Almarhum Tuan Besar Aba."

Yaya mengerjapkan mata. Aba Corporation? Perusahaan besar yang punya berbagai macam usaha itu?

"Berdasarkan surat wasiat Almarhum Tuan Aba yang dulunya pernah memiliki hubungan dengan Almarhumah Nyonya Tim, saya datang kemari untuk menyampaikan lamaran dari generasi ketiga keluarga Aba, kepada keluarga Anda."

Mulut Yaya menganga. Ia tidak percaya apa yang baru saja ia dengar. Nyonya Tim? Apa yang mereka maksud mendiang neneknya?

"Ya ampun ...," berbeda dengan Yaya yang kelihatan kebingungan, ibunya justru kelihatan sangat sedih.

"Sebagai syarat agar generasi ketiga keluarga Aba, yaitu Tuan Muda Boboiboy bisa menjadi pewaris perusahaan, maka ia harus melamar generasi ketiga dari Almarhumah Nyonya Tim," tamu tersebut menoleh pada Yaya. "Dan itu, Anda, Nona..."

Yaya mengerjapkan mata lagi.

"Eh?"

Yaya menoleh ke orang-orang sekitarnya. Jelas cuma dirinya yang tidak mengerti apa yang sedang terjadi di sini.

"Uh ... Ibu, bisa bicara sebentar?" tanya Yaya, menarik ibunya berdiri.

Kedua ibu dan anak itu pun bangkit dan menjauh dari meja dengan tamu-tamu aneh itu.

"Ibu, apa maksudnya ini?" tanya Yaya, berusaha untuk tidak menaikkan suaranya.

"Oh, Nak ... maaf, Ibu selama ini tidak pernah cerita padamu. Tapi, nenekmu selalu cerita, bagaimana ia punya kenalan seseorang dan berjanji untuk menikahkan cucunya dengan cucu orang itu. Awalnya Ibu tidak pernah menyangka nenekmu serius, sampai Nenek benar-benar menuliskannya di surat wasiat. Nenek menulis wasiat, bila suatu hari datang lamaran dari keluarga Aba, maka anak Ibu, yaitu kamu, harus menerimanya. Bila tidak, menurut surat wasiat itu, restoran kita akan diambil oleh pamanmu."

Yaya tidak percaya apa yang baru saja ia dengar.

"L-lalu ... aku harus bagaimana?" Yaya merasa sangat kebingungan. Wajah ibunya yang sedih dan sama bingungnya dengan dirinya sama sekali tidak membantu.

Itulah awal mula hidup damai Yaya tiba-tiba berubah menjadi cerita sinetron kampungan.

Flash Back end.

Awalnya Yaya sangat bingung saat itu. Ia tidak diberikan banyak waktu untuk memberikan jawaban lamaran. Mereka, atau Boboiboy (kenapa ada nama seaneh itu, Yaya tidak mengerti), membutuhkannya sama seperti Yaya membutuhkannya. Kedua kakek-nenek mereka sudah bersekongkol dalam sesuatu yang aneh dan mungkin sedang menertawakan mereka berdua dari alam kubur.

Yaya diberikan dua pilihan, melepaskan restoran keluarganya atau menikah dengan pemuda yang tak ia kenal.

Tentu, Yaya tidak tega membiarkan restoran keluarganya diambil alih pamannya (yang punya hubungan agak kompleks dengan keluarga Yaya). Bukannya hanya sarat dengan kenangan, tapi restoran kecil tersebut satu-satunya sumber penghasilan keluarga Yaya, yang sudah ditinggal oleh sang kepala keluarga sejak Yaya masih kecil.

Terlebih, adiknya pun masih sekolah. Ibunya sudah kerja keras selama ini menyekolahkan Yaya dan adiknya seorang diri. Yaya tidak akan pernah tega membiarkan ibunya mencari pekerjaan lain dan bekerja berat meski umurnya renta.

Sementara Yaya sendiri tak yakin ia bisa mendapatkan pekerjaan secepat itu. Zaman sekarang, sekolah butuh biaya besar. Tak lupa pula kebutuhan sehari-hari harus dipenuhi. Apakah ia bisa menjadi tulang punggung keluarga secara tiba-tiba seperti ini?

Karena itulah Yaya mengambil keputusan bodoh itu.

Menikah dengan orang yang tak ia kenal.

IoI

Rasanya impian paling wajar yang dimiliki setiap perempuan adalah pernikahan impian. Namun, Yaya harus puas karena pernikahannya diadakan mendadak, tidak ada resepsi pernikahan. Hanya ijab kabul kemudian acara syukuran keluarga.

Jujur, sejak keluar dari kamar rias, Yaya merasa ingatannya jadi kabur. Mungkin karena ia berusaha keras untuk menguatkan diri sepanjang waktu sampai tak bisa fokus dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Inilah kesempatan terakhirnya untuk lari.

Namun, saat ia memasuki ruangan pernikahannya akan dilaksanakan. Akhirnya, ia bisa melihat jelas calon suaminya, yang sudah duduk di seberang pegawai KUA dan pamannya yang bertindak sebagai wali Yaya.

Pemuda dengan tubuh tegap, surai rambut hitam pendek yang tersisir rapi, kulitnya sawo matang dan tampaknya mengenakan setelan jas yang mahal. Saat ia menoleh, akhirnya ia bertemu mata dengan Yaya dan sang gadis paham perkataan temannya. Ternyata, Boboiboy memang tampan.

Yaya mengerti, bukan hanya dirinya yang terpaksa dalam hal ini. Boboiboy juga terjebak dalam kondisi yang sama. Setidaknya, bukan hanya Yaya yang membutuhkannya di sini, tapi juga sebaliknya.

Sang gadis pun duduk di sebelah pemuda yang baru ia temui sekarang itu sambil bertanya-tanya seperti apa hidupnya setelah ini.

IoI

"Maafkan Ibu, anakku sayang..."

"Sudahlah Ibu, jangan menangis."

"Ibu sangat sedih ... Ibu tak pernah membayangkan kau akan menikah terpaksa seperti ini. Seharusnya, kita relakan saja restoran itu, kebahagiaanmu jauh lebih penting, Nak ...."

"Tidak apa-apa, Ibu. Ini keputusan Yaya sendiri. Aku yakin semuanya akan baik-baik saja."

Yaya mencoba untuk tegar di hadapan ibunya yang menangis tersedu-sedu.

Sang gadis menoleh pada pemuda, oh maaf, suaminya yang sedang berbincang dengan keluarganya. Sedari tadi, setelah menikah, keduanya terpisah. Yaya sibuk menenangkan ibunya dan bicara dengan teman-temannya. Sementara Boboiboy tampak sibuk bicara dengan keluarganya juga rekan bisnisnya.

Jujur saja, Yaya sama sekali tidak sadar ia sudah menikah. Rasanya masih tidak percaya.

"Kalau ia tidak membahagiakanmu, tinggalkan saja dia ...," tukas ibunya masih menangis.

Yaya hanya tersenyum haru. Setidaknya, ibunya masih lebih mementingkan kebahagiannya dibanding harta. Namun, ia sudah menetapkan keputusannya, tidak ada kata mundur lagi. Terpaksa atau pun tidak, pernikahan tetaplah pernikahan dan Yaya sudah bertekad untuk menjalaninya sekarang.

IoI

Hari hampir menjelang malam, akhirnya Yaya akan pulang. Tapi, sayangnya, tidak ke rumahnya karena ia akan mulai tinggal dengan Boboiboy mulai detik ini. Ibunya melepasnya pergi dengan penuh isak tangis, sementara adik laki-lakinya hanya bisa merengut sedih dan memeluknya erat.

Boboiboy terus menanti dengan sabar sampai akhirnya Yaya menghampirinya.

Sang istri hanya tersenyum simpul saat Boboiboy membukakan pintu mobil untuknya dan Yaya pun masuk sementara Boboiboy masuk di bagian mengemudi. Yaya pikir mereka akan diantar supir karena keluarga Boboiboy itu kaya sekali, tapi ternyata tidak.

Boboiboy menggunakan sabuk pengaman namun belum menyalakan mesinnya.

"Maaf, ya. Kau terpaksa melakukan ini."

Yaya terkesima, Boboiboy tampak sungkan menatap matanya.

"Ini bukan salahmu, aku tahu kau juga terpaksa," balas Yaya tak menyimpan dendam, meski tentu hatinya masih sangat kalut sekarang.

"Kita jalani ini bersama, bagaimana? Mulai dari teman?" tawar suaminya itu dengan senyuman lembut.

Yaya mengangguk, dalam hati bersyukur setidaknya ia menikah dengan seorang pemuda yang baik hati dan sopan. Ia sempat khawatir ia menikah dengan anak pengusaha yang sok dan arogan. Yah, setidaknya hidupnya tidak benar-benar berubah jadi seperti sinetron sekarang.

Mungkin saja semua ini tidak akan seburuk yang ia pikirkan.

Boboiboy akhirnya menghidupkan mobil dan mereka pun meninggalkan gedung tempat mereka menikah.

"Maaf juga karena tidak bisa menyiapkan resepsi pernikahan. Karena semua ini terlalu mendadak, lagipula kupikir kau juga tak akan terlalu senang," ucap Boboiboy, wajahnya meski fokus ke jalan, tapi tampak pilu.

"Iya, tidak apa-apa," balas Yaya. Jujur ia malah merasa lega tak ada resepsi pernikahan. Ia tak bisa membayangkan bagaimana reaksi orang di sekitarnya bila tahu ia menikah tiba-tiba dengan anak dari pengusaha kaya raya.

"Dan karena sedang sibuk mengurusi kerja sama bisnis, aku juga tidak sempat menyiapkan bulan madu. Kuharap kau tidak keberatan," tambah Boboiboy lagi.

"Ya, aku mengerti," jawab Yaya. Lagi-lagi, ia merasa bersyukur karenanya. Ia tak yakin bisa menghabiskan waktu liburan hanya berdua saja dengan pemuda yang baru ia kenal. Rasanya terlalu cepat, ia merasa harus mengenal Boboiboy pelan-pelan dulu sebelum melakukan hal semacam itu.

"Eh, kita mau kemana?" tanya Yaya baru sadar kalau mobil yang mereka tumpangi tidak mengarah ke rumah orang tua Boboiboy, tapi justru ke pusat kota.

"Tidak ada yang memberitahumu? Aku tinggal sendirian di apartemen di tengah kota. Letaknya jauh lebih dekat dengan perusahaanku," jawab Boboiboy.

Lagi-lagi, Yaya merasa bersyukur. Di sini, ia mulai curiga apakah Boboiboy sudah memperhitungkan perasaannya sejauh ini. Yaya sejak tadi merasa kalut memikirkan ia akan tinggal di rumah orang tua Boboiboy yang mewah dan megah. Ia tidak yakin bisa bersikap menjadi menantu yang baik. Ia juga sungkan dengan mertuanya.

Setidaknya, ia akan tinggal berdua dengan Boboiboy sekarang. Mengenal perlahan seseorang akan lebih mudah dalam kondisi seperti ini.

Akhirnya, mereka tiba di gedung apartemen. Yaya menatap gedung yang menjulang tinggi. Ia tahu ini adalah apartemen megah yang pastinya biaya sewa perbulannya sangatlah mahal. Mobil akhirnya turun dan mereka pun turun. Yaya bersyukur mereka sudah sampai, hari sudah malam dan ia sangat lelah sekarang.

Untungnya, ia sudah melepas baju pengantinnya, meski hiasan kerudung yang berat masih ia kenakan.

Mereka berdua naik lift dan tak lama akhirnya sampai di sebuah apartemen. Saat masuk, bukan hanya apartemennya saja yang mewah tapi perabotannya juga. Membuat Yaya merasa ia seperti masuk dunia lain.

Setidaknya, Boboiboy bukan orang yang sok pamer dan arogan sehingga membuat Yaya bisa beradaptasi lebih mudah.

Namun sekarang satu masalah yang tersisa membuat hati Yaya seperti berkecamuk. Sejak beberapa hari yang lalu, ini lah yang paling membebani pikirannya.

Bagaimana dengan malam pertama mereka? Meski Boboiboy bilang mereka mulai dari teman dulu, Yaya merasa tidak yakin ....

"Kamarmu sebelah sini. Aku akan minta bantuan orang untuk membantumu pindahan besok. Tapi, aku sudah menyiapkan piyama agar kau bisa ganti baju. Dan, kamarku sebelah sini," jelas Boboiboy, menunjukkan dua kamar yang berseberangan.

Yaya mengerjapkan matanya dan Boboiboy tersenyum simpul.

"Kan aku sudah bilang, kita mulai dari teman dulu, kau tidak keberatan kan? Aku tidak akan memaksamu untuk melihatku sebagai seorang suami sekarang, anggap saja kita teman seapartemen," jelas Boboiboy.

Yaya mengangguk cepat dan wajahnya memerah. "Terima kasih." Ia sedikit merasa berterima kasih pada neneknya yang ada di alam sana, setidaknya beliau memaksanya menikah dengan pemuda yang sangat baik dan pengertian.

Namun, untuk sepersekian detik suaminya itu tampak terlihat pilu namun dengan cepat tersenyum padanya.

"Kau sebaiknya istirahat, kau pasti lelah dengan semua ini. Besok aku harus kerja pagi, jadi aku juga akan istirahat sekarang," kata Boboiboy lagi.

Yaya sedikit merasa kalau suaminya ini sikapnya terlalu formal padanya, namun ia mengenyampingkannya karena ia baru saja kenal dengannya. Yang jelas, sang istri sangat berterima kasih ia mendapatkan suami ýang sangat pengertian.

"Kalau begitu, selamat tidur," kata Yaya.

Boboiboy memandangnya, seperti akan mengatakan sesuatu tapi mengurungkan niatnya.

"Selamat tidur."

Dan mereka pun masuk ke kamarnya masing-masing.

IoI

Yaya berusaha bersyukur dengan keadaannya. Memang tiba-tba saja hidupnya berubah menjadi sinetron picisan, tapi ia bersyukur pemuda yang ia nikahi tampaknya pemuda yang baik, sopan dan pengertian. Sang istri merasa, rasanya tak akan sulit baginya untuk menyukai suaminya itu. Malah, ia mulai menyukainya sekarang, tentu sebagai seorang teman.

Ia pun harus berusaha untuk bersikap baik pada Boboiboy. Ia baru sadar sejauh ini, ia bersikap terlalu pasif. Padahal, mungkin saja Boboiboy sama kalutnya dengan dirinya.

Yaya mengganti bajunya dengan piyama, yang ia curiga harganya pasti mahal, dan kemudian berbaring di tempat tidur yang empuk. Hatinya yang masih resah dan kalut membuatnya sulit terlelap tapi akhirnya ia bisa tidur.

Namun, setelah terlelap beberapa saat, atau beberapa jam, Yaya terbangun karena ia merasa ada yang bergerak-gerak di tempat tidurnya.

Saat ia menoleh ke belakang punggungnya, gadis itu hampir berteriak saking kagetnya.

Boboiboy tidur di sampingnya, dengan wajah polos dan sangat damai seakan ini adalah kebiasaannya sehari-hari.

Untuk beberapa saat Yaya sempat marah, namun kemudian ingat kalau yang menyelinap ke tempat tidurnya ini suaminya. Meski memang menikah karena terpaksa, pernikahan tetap pernikahan. Istri punya kewajiban melayani suami, meski Yaya merasa berat tentu saja.

Tapi, aneh, 'kan? Padahal tadi Boboiboy sendiri yang bilang kalau mereka mulai dari teman dulu. Mana ada teman lawan jenis tidur bersama di hari pertama mereka kenal, 'kan?

"Boboiboy, bangun...," Yaya berusaha membangunkan suaminya itu. Yang dilakukan Boboiboy ini, meski Yaya sangat kaget dan tidak suka, sebenarnya tidak salah. Tapi, setidaknya ia butuh alasan.

"Aduh, apaan sih!? Ngantuk nih!" keluh Boboiboy dengan nada yang berbeda. Yaya mengerjapkan mata. Apa dirinya yang masih mengantuk tapi dengan jelas ia mendengar Boboiboy bicara seperti anak manja?

"Boboiboy, bangun dulu...," Yaya membangunkan lagi. Akhirnya Boboiboy membuka matanya dan merengut. Seperti anak kecil yang mainan kesukaannya baru saja diambil.

"Ada apa?" tanyanya.

Seharusnya yang bertanya seperti Yaya.

"Kamu kenapa tidur di sini?" tanya Yaya, berusaha untuk tidak terdengar kesal. Bukannya apa-apa, seumur hidup, satu-satunya lelaki yang pernah tidur sekamar dengannya hanya ayahnya saja. Ia kan setidaknya butuh persiapan mental kalau memang Boboiboy ingin tidur bersamanya.

"Uhh ... tadi aku mimpi buruk ...," cerita Boboiboy, dengan sikap kekanakan, mengusap matanya yang terlihat mengantuk.

"Oh ... gitu ...," Yaya tidak tahu harus berkomentar apa.

Apa Boboiboy punya masalah besar dengan mimpi buruk? Maksudnya, umur Yaya cuma beda setahun dengan Boboiboy. Ia sudah dewasa, punya jabatan penting di perusahaan keluarganya dan sejauh ini kelihatan sangat bertanggung jawab. Jadi, rasanya, agak ganjil ....

"Udah ya, aku ngantuk banget," kata Boboiboy lagi, membaringkan kepalanya lagi ke bantal.

Yaya menggigit bibirnya. Ia ingin sekali menempeleng laki-laki yang baru ia kenal ini. Tidak kah ia mengerti apa yang sedang ia lakukan? Kemana perginya pemuda pengertian, baik hati dan sopan yang barusan?

"Boboiboy ...."

"Aduh, ada apaan lagi, sih!?" keluh Boboiboy, kali ini bukannya merengut, namun terlihat kesal.

"Katamu, kita mulai dari teman dulu. Ini ... agak terlalu cepat," Yaya bingung bagaimana menyusun kata-katanya.

Boboiboy mengernyitkan dahinya. "Ya, emangnya salah? Kita kan udah nikah. Terus?" tanya Boboiboy, kali ini nadanya menyiratkan kalau ia tersinggung.

"I-iya sih, kalau gitu, kenapa nggak dari tadi-"

"Oh, jadi kamu nggak mau tidur bareng sama aku? Oh ok kalau gitu. Terserah kamu aja! Aku pikir aku nikah sama gadis pengertian, tahunya sama aja ... huh!" Boboiboy terlihat marah, membuang mukanya, segera turun dari tempat tidur.

"Maksudku bukan gitu-"

"Aku nggak suka sama kamu!" seru Boboiboy, keluar dari kamar Yaya dan membanting pintu.

Yaya mengerjapkan mata.

Sebenarnya apa yang baru saja terjadi?

IoI

Yaya hampir tidak bisa tidur semalaman, hanya bisa terlelap menjelang subuh. Untunglah ia masih sempat sembahyang, sebelum kemudain terlelap lagi saking ngantuknya.

Ia merasa seharusnya ia segera minta maaf tadi malam. Tapi, ia masih terlalu bingung. Sikap Boboiboy berubah drastis membuat Yaya merasa aneh.

Memang ia dengar, ada orang yang berubah sikap saat mengantuk dan kurang tidur. Sikap mereka akan jauh lebih jujur.

Apa sebenarnya Boboiboy seperti itu?

Yaya keluar dari kamar dengan perasaan sangat gundah. Namun, yang jelas ia harus meluruskan masalah ini sebelum menjadi rumit. Belum ada genap 24 jam mereka menikah, ia sudah bertengkar dengan Boboiboy ....

"Pagi, cantik ...."

Yaya melonjak di tempat, melihat Boboiboy tersenyum sangat mesra padanya. Tentu saja Yaya hanya bisa menjadi semakin bingung.

"Lho kok, di dalem rumah pake kerudung sih? Cakepan kalau di lepas lho, kayak semalem," komentar Boboiboy, matanya meneliti Yaya dari atas sampai bawah.

Dan sinar di matanya membuat Yaya sedikit takut, ini hanya perasaannya saja tapi ia merasa seperti sedang berhadapan dengan laki-laki mesum sekarang? Ada apa lagi ini sebenarnya!?

"Ka-kamu mau berangkat?" tanya Yaya, melihat Boboiboy sudah berpakaian rapi dengan setelan jas.

"Heh... iya nih. Nyebelin banget ada rapat pagi-pagi gini. Dasar pengusaha kurang kerjaan. Padahal kan enakkan di rumah aja ya, supaya kita bisa saling kenal lebih baik..."

Yaya sudah tidak tahu lagi harus merespon perkataan itu dengan apa sekarang.

"Kamu udah sarapan?" tanya Yaya lagi, berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Udah, pake roti. Itu, aku juga udah siapin buat kamu. Nggak perlu terima kasih, tapi kalau cium, boleh," Boboiboy menunjuk bibirnya.

Muka Yaya kontan memerah seperti udang rebus.

Melihatnya, Boboiboy terkikik geli.

"Aduh, sayang banget, aku udah harus berangkat sekarang. Sebelum pergi, minimal, aku dapet cium pipi kan?" Boboiboy menyodorkan pipinya pada Yaya.

Sang gadis hanya bisa mematung di tempat. Boboiboy akhirnya menarik kepalanya lagi.

"Ah, masih malu, ya. Manis deh. Sampai nanti lagi ya, sayang!" Boboiboy akhirnya berlalu sambil melambai penuh pesona.

Ketika ia akhirnya menghilang dari apartemen, Yaya merasa kepalanya jadi sakit karena terlalu bingung. Perubahan sikap Boboiboy terlalu drastis dari waktu ke waktu membuanya makin pening.

SEBENARNYA ADA APA INI!? LAKI-LAKI MACAM APA ITU!? jerit Yaya dalam hati.

TBC

————————————

Jelas ini, fanfic sampah. Aku nulis cuma buat iseng, jadi update-nya juga pasti bakalan semaunya banget.

Tambahan: INI BEDA DENGAN BROKEN PIECE

Beberapa konsep sama, tapi sayangnya, kuberitahu, Boboiboy bukan pengidap DID di sini. Lalu, kenapa sikapnya bisa berubah-ubah gitu? Liat di chapter besok ya. Tau kapan ditulisnya.

Silakan review bila berkenan. Saya nggak bakal berharap ada yang suka fanfic ancur kayak gini.

——————————
K O L O M  N U T R I S I
——————————

1. Kalau kamu dijodohkan, tapi kamu tidak tahu atas perjodohan itu, apa reaksimu?

2. Sebenarnya apa yang terjadi dengan BoBoiBoy?

3. Apa pendapatmu terhadap Chapter 1 di Love The Way You Are ini?

***

Mari terapkan budaya baca cermat, memberi masukan dengan santun juga bijak, serta menghargai keberagaman dalam berkarya dan perbedaan pendapat. Be wise.

***

Sudahkah kamu vote bab ini dan follow penulisnya?

Scroll/Swipe untuk membaca bab selanjutnya dari fanfict Love The Way You Are.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top