16
"Ravi.."
Shingeki no Kyojin milik
Hajime isayama
Karakter yang ada adalah milik sang pencipta. Kecuali para oc serta plot cerita.
Jika ada kesamaan dalam cerita mungkin itu hanya kebetulan saja.
Dilarang mengcopy cerita!
Warning:
Bxb, typo dan gaje .
Judul: Ravi..
____________
Happy reading
____________
Levi menghela nafas panjang dan menatap tepat ke arah mata Eren, "ya.. Ravi adalah anakku dengan dia.." yang kini sukses terkejut.
"Aku.. sudah menduganya..." Gumam Eren pelan
Levi hanya diam, "tapi Levi.. dia.. berbeda dengan mu.. dengan 'dia' .. siapa sebenarnya Ravi? Kenapa dia begitu mirip dengan kalian berdua?! Sekaligus begitu berbeda?!" Tanya Eren bertubi-tubi pada Levi .
Levi memejamkan matanya sejenak dan menghela nafas lelah sebelum kembali menatap Eren yang menunggu jawaban dari dirinya.
"Ya, dia memang mirip sekaligus berbeda dengan kita berdua... Itulah yang sedang ku selidiki." Jawab sekaligus bisik Levi di akhir kalimat yang mana Eren tak bisa mendengarnya.
"Apa? Kau tadi mengatakan apa?" Tanya Eren karena ia merasa Levi membisikkan sesuatu.
".. kau akan tau saat semua kepingan puzzle nya sudah lengkap Eren.. untuk saat ini hanya aku saja.." ucap Levi tegas dan itu cukup sukses membungkam Eren.
"Ta-tapi... Jika kau memberitahu aku.. aku.. aku mungkin bisa tau apa yang terjadi sebenarnya.. Levi ku mohon.." mohon Eren pada Levi.
Levi memalingkan wajahnya dari Eren dan menghela nafasnya, "besok.."
"Eh?.."
".. besok.. aku akan mendapatkan informasi tambahan dari bawahan ku.. saat itu terjadi.. kau akan ada di sana mendengarkan nya bersama ku." Ucap Levi yang kali ini benar-benar tegas juga serius.
Eren terdiam namun ia akhirnya mengangguk tidak mau memaksa Levi lebih jauh lagi.
Levi yang melihat itu kembali menghela nafasnya dan mengecek jam tangan nya.
"Aku harus kembali sekarang.." gumam Levi namun kali ini berhasil di dengar Eren.
"Kau akan kembali? Ke kantor kan?" Tanya Eren dengan penuh selidik yang mana ini membuat Levi kicep.
Hei.. dia memang harus kembali.. ya memang bukan ke kantor tapi ke rumahnya tapi.. kenapa rasanya ia seperti seorang suami yang sedang di selidiki oleh istrinya karena ingin pergi ke diskotik dan bukannya ke kantor?
Apa Eren benar-benar sudah memaafkan nya? Tapi rasanya Levi tak akan semudah itu yakin kalau Eren sudah benar-benar memaafkan nya .
Karena, tadi dia bilang buktikan kan? .. dan Levi akan melakukannya... Tapi apa harus sampai di curigai seperti ini?
Levi entah untuk keberapa kalinya menghela nafas, "tidak." Eren yang mendengar itu terkejut dan baru saja ia membuka mulutnya untuk berbicara tetapi sudah di dahului oleh Levi yang memotong ucapan nya.
"Aku tidak akan ke kantor hari ini karena aku harus ke rumah mencari Ravi." Jelas Levi
Eren memiringkan kepalanya bingung, "Ravi.. hilang?" Tanya Eren bingung sekaligus khawatir dan lagi-lagi ini membuat Levi kicep.
"Sebenarnya dia tidak hilang... Hanya saja dia saat ini jarang berada di rumah.. ia sekarang lebih sering menginap di rumah temannya." Jelas Levi dan kali ini Eren mengangguk mengerti.
Levi kembali mengecek jam tangan nya, "baiklah kalau begitu aku-"
"Papa!!! Tadaima~!!"
Eren dan Levi terdiam di tempatnya.
"Are?!/ Eh?!"
Levi dan Eren kompak menoleh ke arah suara dan menemukan Rien dan Riven yang kini menatap mereka dengan bingung.
"Rien? Riven?" Ucap keduanya kompak dan keduanya kompak saling melirik satu sama lain sebelum kembali ke arah kedua bocah itu yang masih diam di tempat.
"Paman iblis!" Teriak Rien sambil berlari dan melompat memeluk Levi .. yang untungnya berhasil menjaga keseimbangannya.
Sementara Riven hanya melangkah dengan tenang ke arah ketiganya, "sedang apa paman iblis di sini?" Tanya Riven
"Berkunjung.." jawab Levi dan Eren kompak membuat Riven Dan Rien saling bertatapan.
"Oh ya, kebetulan aku ingat dan kebetulan paman iblis ada di sini.. ne, ne paman, boleh aku bertanya?" Tanya Rien yang kini sudah berada di sebelah saudara kembarnya itu yang kini keduanya duduk di depan sofa Eren dan Levi.
"Ya." Jawab Levi singkat namun firasatnya mengatakan kalau pertanyaan yang akan di ajukan oleh Rien itu tidak bagus untuk dia.
"Ne, apa Ravi-senpai itu anak paman?"
Tuh kan..
Levi dan Eren terkejut mendengar ini namun itu berhasil di tutupi dan luput dari pandangan si kembar.
Eren melirik ke arah Levi yang sedikit menunduk, "ya, Ravi adalah anakku." Ucap Levi pelan.
Eren terkejut.
Begitupun dengan Riven Dan Rien namun entah kenapa ada bagian di hati kecil mereka yang mengatakan.. kalau mereka senang mendapatkan fakta ini namun di sisi lain ... Itu artinya Ravi adalah anak dari seseorang yang membuat kedua orangtua mereka berpisah kan?
"Benarkah?! Ne paman, aku ingin bertemu dengan Ravi senpai paman! Aku merindukan nya! Nii-san juga merindukan Ravi-senpai!" Mohon Rien pada Levi mengabaikan protes saudara kembarnya dan juga menyampingkan dulu pemikiran soal itu.
"Apa-apaan itu! Buat apa aku merindukan peniru itu." Ucap Riven kesal.. namun sebenarnya kalau boleh jujur dia memang merindukan senpai nya tersebut walau terkadang ia merasa ingin membunuh atau melukai senpainya tersebut... Ia tetap merindukan nya.. bahkan terkadang ia ingin bersama senpainya itu .. dan juga adik nya tentunya.
"Nii-san boong paman..buktinya nii-san sampai mengelilingi satu sekolah untuk melihat apakah Ravi-senpai berada di sekolah yang sama apa tidak." Ucap Rien dan ini sukses membuat Riven yang sedikit melamun terkejut dan segera dia mencubit pipi Rien dengan kuat.
"Hei! Kalau ngomong jangan suka boong ya!" Ucap Riven dengan sedikit rona merah di kedua pipinya.
"Aduduh! Syaukit! Niu-saun! Boong! Papa!! Adududuh!!!"
"Riven lepaskan adik mu, kasian dia." Perintah Eren dan Riven pun segera melepaskan nya dengan tidak ikhlas.
Eren menghela nafas melihat kelakuan si kembar, sedangkan Levi entah kenapa diam-diam dia tersenyum.
"Kalian bisa menemui nya ... Tapi nanti." Ucap Levi membuat Rien memekik tak terima sementara Riven hanya meliriknya saja.
"Ravi saat ini tengah banyak tugas .. jadi kalian tidak bisa menemui nya sekarang." Jelas Levi
Rien cemberut dan Riven tanpa sadar berdecih tak terima. Eren yang melihat ini hanya geleng-geleng kepala saja.
"Kenapa kalian ingin bertemu dengan Ravi?" Tanya Eren penasaran dan sedikit curiga.
Riven Dan Rien saling melirik satu sama lain sebelum menatap Eren dengan pandangan bingung, "entah, kami hanya ingin bertemu dengan nya dan memeluk nya." Ucap mereka secara refleks
2 detik setelah perkataan itu terlontar kedua pipi si kembar memerah dengan sempurna.
Di sisi lain Levi dan Eren cukup terkejut mendengarnya sebelum saling melirik dan tertawa pelan... Ralat hanya Eren yang tertawa pelan sementara Levi tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
Riven Dan Rien yang mendengar tawa pelan sang papa semakin memerah, "papa!!" Teriak mereka dan Eren pun menghentikan tawanya dan mengacak kedua Surai anaknya tersebut.
"Sepertinya kedua anak papa sangat menyayangi senpainya." Ucap Eren.
Riven Dan Rien terdiam, benarkah itu?
Skip.. pukul 9 malam di kamar si kembar.
Sudah pukul 9 malam namun si kembar sama sekali tidak bisa memejamkan matanya. Padahal, besok mereka harus berangkat ke sekolah pagi-pagi.
Rien yang kesal segera menendang selimut nya dan meninju udara dengan kesal. Sementara sang kakak hanya meliriknya dari tempat nya dan kembali menatap langit-langit kamarnya.
"Ne, nii-san." Panggil Rien dan Riven menoleh kepadanya.
"Hmm?"
Rien kemudian menatap sang kakak tepat ke arah matanya, "nii-san... Apa yang dikatakan papa itu benar?" Tanya Rien
Riven terdiam cukup lama, "aku tidak tau Rien... Apa perasaan mu pada peniru itu?" Tanya Riven pada sang adik yang kini menatapnya dengan tatapan yang sulit dia artikan.
"Aku senang saat bersama nya, aku selalu merasa ingin terus bersama dengan nya dan tak ingin membiarkan ia pergi barang sedetik saja.... Tapi, entah kenapa aku terkadang selalu ingin menghajar dan melukai nya hingga ia masuk rumah sakit." Ucap Rien jujur
Ya selama ini memang hal itulah yang dirasakan oleh Rien, ia tidak tau kenapa. Tapi yang pasti, ia selalu ingin melakukan hal itu pada Ravi. Apa ia terdengar kejam?
"Bagaimana dengan nii-san sendiri?" Tanya Rien.
Riven menghela nafas, "aku... Saat pertama kali bertemu dengan nya.. entah kenapa aku ingin membunuhnya... Tapi saat bersama nya itu membuat ku nyaman.. sangat .. sampai aku tidak ingin berpisah dengannya..." Ucap Riven dengan jujur juga.
Itu juga adalah hal yang ia rasakan selama ia bersama dengan Ravi.. walau mereka hanya bertemu 3 kali.. tapi entah kenapa mereka tidak ingin sekaligus ingin melukai Ravi.
"Nii-san, sebenarnya kita kenapa? ... Hal yang kita ucapkan tadi itu.. bukannya terkesan munafik dan egois?"
"Ya.. kau benar.." Riven menutup kedua matanya dengan lengannya, "kita memang munafik dan egois Rien.. kita asal membenci dia karena dia anak dari orang yang memisahkan papa dan paman... Padahal peniru itu tidak tau apa-apa."
"Nii-san.. aku takut.. aku tidak mau melukai Ravi-senpai.. dia tidak salah.. dia tidak tau apa-apa... Aku takut saat kita bertemu nanti kita akan menghancurkannya.." ucap Rien yang entah kenapa mulai menintikkan air mata.
"Aku juga ..."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Sementara itu di tempat Ravi.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Maaf nya, aku masih memiliki tugas ... Mungkin Lusa aku baru bisa bergabung." Ucap Ravi pada seseorang di sebrang telpon nya.
"...."
"Sekali lagi maaf nya.. padahal besok adalah hari pertama salah satu proyek kita selesai.. apa tidak masalah aku tidak datang?"
"...."
"Baiklah, aku serahkan di sana pada mu Hiro.. tapi jangan berkerja sendirian.. mintalah Keiro dan Naiel membantu.. jika mereka tidak mau beritahukan padaku."
"...!...?"
"Tau apa?"
"...."
Deg!
"Mu-mungkin itu perasaan kamu saja..."
"...."
"Baiklah, sampai jumpa Hiro."
"..."
Klik .
Ravi memejamkan kedua matanya dan menghela nafas lelah, mungkin untuk saat ini sampai sini saja, besok ia akan melanjutkan mengerjakan tugas-tugas nya.
Tapi karena perkataan Hiro tadi ... Perasaan nya tiba-tiba tidak enak.. dan Ravi berharap apa yang di katakan Hiro tadi tidak terjadi.
Tapi entah kenapa ia merasa hal itu akan terjadi...
Apa yang harus ia lakukan?
Ia tidak mau, tidak mau... Ia tidak mau..
Apa ia harus menjalankan rencananya?.. tidak, dia bukan mereka bahkan masih belum memiliki rencana untuk ini.
Jika terus seperti ini.... Semua projek yang ia kerjakan bersama teman-teman nya harus di batalkan.
Tapi.. Ravi berharap jika hal itu harus terjadi.. ia ingin projek mereka setidaknya bisa bertahan sedikit lebih lama sebelum di batalkan.
Dan ia harap, ia bisa menghadapi ini.
Sebagai salah satu orang yang paling berpengaruh dalam projek tersebut.
Ia harus bisa, harus bisa mempertahankan semua hal yang telah dia dan teman-temannya buat... Ia harus.
Karena hanya saat itulah ia bisa menjadi dirinya sendiri.
To be continued.
Hei semua~ maaf nya lama update.. kemarin-kemarin ini author sakit dan gak bisa mengetik cerita. Saat sembuh lusanya malah pusing lagi.
Dan saat sembuh ide ceritanya tiba-tiba lenyap.
Saat ada ide kemalasan melanda.
Jadi mohon maaf nya Minna.
Sampai jumpa di part selanjutnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top