Bab 3

Sesuai dugaan Gina, semua sudah bekerja di line masing-masing. Ia merutuki dirinya karena ke kantin lebih dahulu. Meskipun bel belum berbunyi, tetapi semuanya sudah mulai.

Bunyi desisan dari setrika dan mesin scan barcode memenuhi seluruh departemen. Belum lagi suara mesin jahit sewing label yang ada di depan QC, membuat suasana menjadi lebih bising. Gina berdiri di tempatnya dan sesuai dugaan pasti aspeng akan mendatanginya.

"Habis dari mana, Neng?"

Gina menengok sebentar kemudian fokus kembali ke bahan sambil bilang, "Abis beli sarapan, Mak, bareng Jenna. Gak sempet beli sarapan."

"Lain kali datengnya lebih cepet, ya, Neng, biar gak kesiangan."

"I-iya, Mak."

Setelah itu aspeng pun kembali berjalan melihat-lihat anak asuhnya bekerja dengan baik sesuai dengan yang ia ajarkan. Jenna tepat berada di depan Gina, jadi gadis itu sedikit mencondongkan badannya.

"Orang itu rewel banget, ya," ucap Jenna yang kembali menegakkan badannya dan mulai membalik baju, "padahal aku udah bener lho periksa baju ini, terus cerewet banget soal kerudung."

"Kerudungnya tolong dimasukkan," ucap seorang lelaki yang tiba-tiba ada di belakang Jenna.

Tentu saja mereka tak menyangka ada yang menguping pembicaraannya. Jenna langsung membenarkan belakang kerudungnya yang keluar. Meski sebenarnya Jenna ingin sekali mengumpat ke orang yang menegurnya. Demi terhindar dari  situasi yang menegangkan, lebih baik Gina mengambil baju hasil dari yang lain.

"Eh, tunggu! Kamu yang mau ke checker."

Deg!

Apa Gina membuat kesalahan sampai harus dipanggil? Apa keterlambatannya benar-benar masalah untuknya dan Jenna? Ia menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Gapapa, gapapa, begitu isi hati Gina. Ia tidak merasa bersalah, jadi ia beranikan diri untuk balik badan.

Lelaki itu berjalan menuju tempat Gina berdiri. Semakin dekat lelaki itu, detak jantungnya makin kencang. Ia hanya bisa mencengkram baju di kedua tangannya sambil berharap semoga bukan hal yang ia takutkan. Lalu saat mereka berhadapan, Gina melihat sebuah tangan yang membawa sebuah nametag.

"Lho?" Gina mengecek bagian baju sebelah kirinya. Gak ada. "Kok bisa ada di ...."

"Panggil aja David. Nih, aku nemu nametag ini waktu kamu gak sengaja nabrak aku."

Gina menghela napas. Bisa-bisanya ia sampai menjatuhkan benda sepenting itu. Untungnya ditemukan oleh orang yang masih satu departemen dengannya. Gadis itu membungkukkan badannya sebagai tanda terima kasih dan kembali memberikan hasil targetan.

"Kunaon, Gin?" tanya seorang checker bernama Kokom.

Gina mengambil pensil dan menuliskan target. "Itu, Teh, nametag aku jatoh. Tadi ditemuin sama Pak David."

"Oalah, hati-hati atuh, Gin. Kalau ilang urusannya bisa ribet nanti."

"Hehe ... iya, Teh."

Pasalnya, sesuai peraturan yang ada, kalau kehilangan kartu indentitas karyawan harus dikenai denda. Harus juga ditanya-tanya kenapa bisa hilang. Ah, Gina tidak ingin berurusan dengan hal semacam itu. Jadi sepanjang jalan ia memerhatikan lelaki itu berjalan sambil mengibrol dengan manajer.

"Nyaris banget tadi, Gin. Dia siapa, sih?"

"Gak tau, Jen. Kayaknya atasan dari QC deh. Liat aja tuh, dia ngobrolnya bareng sama mister-mister. Pasti orang penting di sini."

Jenna hanya mengangguk-angguk. Setelah istirahat, hanya satu jam kerja. Berarti bentar lagi sudah waktunya bel pulang. Meski Gina tidak memakai jam tangan, tetapi sudah terlihat sangat jelas dari gerak-gerik yang lain. Bahkan shift siang pun sudah mulai masuk ke produksi.

***

Dari kejauhan, David melihat perempuan berbaju navy yang sedang mengobrol dengan teman di depannya sembari menunggu  bel pulang. Mungkin perempuan itu tak ingat, tetapi saat masuk David selalu memperhatikan gadis itu.

Di mulai saat ia yang tak sengaja menabrak gadis itu hingga nametag-nya jatuh. David jadi tau siapa namanya. Dari pertama lihat lewat foto indentitas itu, David merasa tercuri hatinya. Gadis yang sangat cantik dan imut. Pria itu langsung menggelengkan kepalanya.

"Gak, David. Kamu adalah seorang suami dan ayah. Mana mungkin kamu jatuh cinta lagi sama perempuan lain."

Pria itu memang sudah beristri. Namun, mereka tinggal di Jawa Tengah. David tinggal di mes, karena abdinya pada perusahaan sangat loyal. Sehingga tak mudah mendapatkan posisi seperti sekarang.

Ia baru tersadar kala bel sudah berbunyi. David hanya membalas sapaan dari orang-orang. Sambil mendengarkan Mister Lee berbicara tentang beberapa baju yang tak bisa diekspor.

"Ada banyak minyak di baju S.O.P. Terus liat ini," Mister Lee menunjukkan bagian bolong di bagian ketiak dan itu sangat terlihat jelas, "masa ada bolong di sini? Bagaimana cara kerja bawahan kamu? Segini saja tidak terlihat?"

David mengerutkan dahinya ketika menerima baju hangat yang besar tersebut. "Ah, coba kulihat. Ternyata dari line 7. Nanti saya akan bilang ke seluruh karyawan agar lebih berhati-hati, Mister."

"Ya, ya, sudah. Kamu lebih baik liat anakmu itu gimana kerja anakmu itu."

Pria itu hanya mengangguk, lantas berkeliling mengawasi. Padahal sudah sering sekali David mengedukasi betapa fatalnya jika ada reject dari packing. Biasanya orang luar negeri gak akan mau menerima baju yang sudah kena kotor walau sedikit pun. Apalagi baju yang terlihat bolong. Satu saja kena reject, maka yang lain pun akan kena.

Total kerugian pun bisa banyak sekali. Mungkin operator produksi akan biasa saja ketika dimarahi oleh David, tetapi sayangnya bila David sudah kena marah sama direktur, gajinya pun akan kena ikut potong juga.

"Ah, berat banget memang jadi atasan. Kena marah melulu. Hei, ngelampunya yang bener, harus ditarik biar keliatan ada bolongnya. Sini, sini."

David mengambil alih QC lampu. Ia memasukkan baju dan mulai menariknya dari bawah sampai ke ujung lengan.

"Perhatikan, ditarik supaya keliatan jengjot atau enggak dan ada bolong atau engga." David kemudian berganti ke arah lainnya. "Nah, liat, kan? Di sini ada bolong, terus di ketiaknya juga. Awas, harus hati-hati. Jangan cuma asal narik aja supaya dapet. Paham?"

"I-iya, Mas."

"Lain kali hati-hati, ya."

Tak jarang David sering menemukan karyawan yang asal kerja. Hampir setiap saat ia mengumpulkan karyawan untuk diberi edukasi kembali betapa pentingnya menjaga kualitas bahan produk. Apalagi saat ini produksi sedang meningkat, terutama baju musim dingin yang baru saat ini sudah mulai masuk ke bagian steam.

Itu salah satu bahan yang agak susah dan David sudah beri edukasi bagaiman cara mengecek dengan betul bahan tersebut. Kemungkinan, akan ada longshift juga. David hanya berharap takkan ada masalah nanti di kemudian hari. Mengingat bahan baru ini biasanya suka bermasalah.

"Ah, gak boleh berpikir gitu, David! Harus percaya kalau yang saat ini pasti gak akan ada masalah."

~~~



Huwah, kaget gak sama fakta baru tentang David? Makin seru, kaaaaaaan? Hhihihi

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top