Si Nomor Dua


Arvin berdiri di lapangan sambil menggenggam raket di tangannya. Seluruh tubuhnya sudah hujan keringat dan napasnya ngos-ngosan. Di sisi lain lapangan, Farel sedang bersiap melakukan servis. Arvin melirik papan score yang menunjukan angka 19-20. Macth Point untuk Farel. Hanya tinggal satu poin lagi dan Farel akan memenangkan set ini. Dalam dua set sebelumnya Arvin dan Farel sudah sama-sama mengatongi satu kemenangan. Set terakhir ini adalah penentuannya. Arvin melirik lagi ke bangku penonton, seorang gadis manis berambut panjang sebahu sedang duduk dengan cemas. Nama gadis itu Erina.

"Tenangkan dirimu Arvin," kata Arvin lirih pada dirinya sendiri.

Pikiran Arvin melayang pada kejadian enam bulan yang lalu, yaitu awal pertemuannya dengan Erina....

***

"Payah! Tahun ini aku pasti menang darimu! Aku nggak akan jadi si nomer dua lagi!" kata Arvin dengan garang pada Farel dalam perjalanan berangkat sekolah. Farel dan Arvin akrab karena bertetangga, bersekolah di sekolah yang sama dan sama-sama aktif di kegiatan bulu tangkis sejak kecil.

Farel tertawa. Arvin memang tak pernah menang dari Farel, sehingga dirinya selalu dijuluki si nomer dua. Tahun ini Arvin berniat membuang gelar itu dengan mengalahkan Farel di turnamen bulu tangkis tingkat SMA se-Provinsi. "Jangan tertawa! Aku serius!" dengus Arvin kesal.

"Baiklah, aku tunggu," kata Farel sambil tersenyum.

Saat itu, tanpa sengaja keduanya melewati lapangan bulu tangkis sekolah dan mereka melihat Erina yang sedang berlatih sendirian di lapangan bulu tangkis dengan menjadikan tembok sebagai lawannya.

"Itu kan Erina anak kelas X-2 ya, Rel." Arvin menunjuk ke lapangan bulu tangkis. Farel diam saja tak terlalu berminat.

"Rajin sekali, pagi-pagi sudah berlatih sendirian," kata Arvin kagum.

Farel tak berkomentar apa-apa. Sementara mata Arvin terus melotot memandangi Erina yang sibuk berlatih sendirian di lapangan.

"Dia cantik ya, benar-benar tipeku," ujar Arvin sambil memandang gadis di lapangan itu dengan penuh kekaguman. Selama beberapa menit dua cowok itu hanya diam dan memandangi Erina berlatih sampai akhirnya Farel bicara.

"Vin, ayo lomba lari sampai kelas, yang kalah teraktir makan siang!" tantang Farel.

Sebelum Arvin mengiyakan Farel sudah menghitung mundur dari angka tiga lalu berlari sekuat tenaga. Arvin terkejut, tapi tak mau kalah dia pun berlari mengejar Farel.

"Hei tunggu! Dasar curang!" teriak Arvin memprotes. Tapi Farel yang menggubrisnya dan terus berlari. Keduanya berlari sambil tertawa.

***

"Hai Erina, kamu yang biasanya latihan sendirian pagi-pagi itu ya?" Arvin mulai menyapa Erina suatu sore saat latihan bulu tangkis. Erina sedang duduk sendirian di pinggir lapangan sambil minum air mineral.

"Eh iya...." Erina agak kagok karena disapa oleh Arvin yang tak begitu dikenalnya

"Kamu serius banget ya main bulu tangkis, keren banget lho!" kata Arvin.

Erina tersenyum kemudian menundukan wajahnya dengan sedih."Kamu terlalu memuji, padahal sebenarnya aku gak pernah serius main bulu tangkis," kata Erina.

Arvin mengerutkan dahinya bingung. Erina kemudian meneruskan ceritanya. "Aku sebenarnya bermain bulu tangkis agar bisa lebih dekat dengan orang yang kusukai, tapi saat orang yang kusukai itu tahu alasanku, dia marah dan mengatai bodoh, karena itu aku berlatih setiap pagi agar orang itu melihat keseriusanku dan mengakui keberadaanku, aku ini bodoh ya?" aku Erina.

Arvin tersenyum kemudian menggeleng. "Nggak sama sekali kok, kamu sudah berjuang keras, orang yang mengatai kamu bodoh itulah yang lebih bodoh, karena dia tidak bisa melihat perjuanganmu."

Erina tersenyum mendengar kata-kata Arvin itu, rasanya dia cukup terhibur. Arvin dan Erina saling berpandangan dan tersenyum.

"Eh, bagaimana kalau kita berlatih bersama setiap pagi! Kita buat orang yang mengataimu bodoh itu mengakuimu!" usul Arvin.

Erina pun mengangguk dan tersenyum. Akhirnya setiap pagi, Arvin dan Erina pun berlatih bersama, keduanya pun jadi akrab. Erina sering bercerita tentang orang yang disukainya pada Arvin. Erina senang karena akhirnya orang itu mulai mengakui Erina karena kemampuan Erina yang meningkat.

Arvin mendengarkannya sambil tersenyum, tapi sebenarnya hatinya sakit. Padahal sejak awal dia sudah tahu Erina menyukai orang lain. Dan di suatu pagi, Arvin terkejut karena melihat Erina jongkok sambil menangis. Arvin menghampiri Erina dan duduk di sampingnya. Erina terkejut karena kehadiran Arvin, Erina langsung menghapus air matanya.

"Kamu nggak papa?" tegur Arvin.

Erina menggeleng dan tersenyum.

"Siapa yang membuatmu menangis? Orang yang kau sukai itu?" tanya Arvin.

Erina terdiam sambil menggigit bibirnya. Air matanya tumpah. Arvin menepuk-nepuk bahu Erina dengan sabar.

"Aku gak tahu harus gimana lagi ... aku sudah berjuang keras tapi pada akhirnya dia sama sekali gak peduli," kata Erina sambil terisak-isak.

Arvin diam sebentar kemudian akhirnya berkata, "Lupakan saja dia, dan pacaran saja denganku."

Erina diam dan memandang Arvin dengan terkejut. Arvin kemudian berkata. "Aku sebenarnya sudah lama menyukaimu, pacaran saja denganku, aku akan membantumu melupakannya."

Erina menundukan wajahnya kemudian berkata, "Maaf aku ... tidak bisa menjawab sekarang."

***

Farel dan Arvin sedang bertanding bulu tangkis dengan serius saat Erina sampai di lapangan. Erina sampai tak bisa mengedipkan mata melihat pertandingan mereka. Secara garis besar Farel sangat memimpin, namun Arvin tidak pantang menyerah, dia mengejar setiap bola dan mengembalikannya walau dengan susah payah. Jantung Erina berdetak cepat saat melihat pertandingan itu. Entah mengapa Arvin terlihat sangat keren, meski akhirnya tetap kalah dengan score tipis 19-21. Usai pertandingan itu, Erina menghampiri Arvin yang sedang beristirahat di pinggir lapangan sambil membawakan sebotol air mineral.

"Ini minumnya," kata Erina.

"Ah, terima kasih." Arvin menerima minuman itu dengan senang hati dan meneguknya. Erina memandangi Arvin dan tersenyum.

"Arvin tadi keren sekali," puji Erina.

"Keren apanya! Aku benar-benar terpojok dan akhirnya kalah!" kata Arvin.

"Tapi kamu tidak menyerah," ujar Erina sambil tersenyum.

Arvin tersenyum tipis lalu minum lagi dari botol yang dibawanya.

"Arvin, kenapa kamu ingin sekali menang dari Farel?" tanya Erina.

Arvin diam dan berpikir sejenak kemudian bertanya.

"Erina, kamu tahu siapa manusia yang pertama kali menginjakan kakinya di bulan?" tanya Arvin.

"Eh ... Neil Amstrong, kan?" jawab Erina

"Kalau orang kedua yang menginjakan kakinya di bulan?" tanya Arvin.

Erina mengerutkan dahinya dan berpikir dengan keras. Arvin tersenyum melihat reaksi gadis itu. "Tidak tahu, kan?" kata Arvin.

Erina tertegun mendengar kalimat Arvin itu, dia mulai mengerti. Arvin tersenyum lagi kemudian berkata, "Si nomer dua tidak akan diingat, karena itu aku tidak ingin disebut si nomer dua."

Erina memandangi Arvin sejenak kemudian berkata, "Arvin aku sudah memikirkan jawaban dari pertanyaanmu, aku mau jadi pacarmu."

***

"Aku yang bayar, Rel," kata Arvin saat dia dan Farel makan bersama di kantin.

"Tumben nih? Ada angin apa?" Farel tak percaya Arvin mentraktirnya.

"Syukuran, soalnya sudah melepas status jomblo," jelas Arvin sambil nyengir.

Mata Farel langsung terbelalak mendengar kata-kata Arvin itu."Heh!!! Kamu jadian? Sama siapa?!" kata Farel tak percaya.

"E-ri-na, hehehe."

Farel tertegun mendengar kata-kata Arvin itu. "Kaget kan! Aku dapat pacar lebih dulu darimu lho! Jangan sebut aku nomer dua lagi ya!" kata Arvin sambil tertawa bangga. Saat itu Erina tiba-tiba saja muncul di kantin. Arvin berlari-lari kecil menghampirinya. Farel hanya diam melihat pemandangan itu dari kejauhan.

Esoknya, seperti biasa pagi-pagi Arvin datang ke lapangan untuk berlatih dengan Erina. Namun Erina ternyata tidak sendirian, ada Farel di sana. Arvin agak kaget.

"Kuminta kamu putus dengan Arvin!" kata Farel.

Arvin tertegun saat mendengar ucapan Farel. Dia baru mau keluar dan bergabung dengan keduanya tapi langkahnya terhenti.

"Apa? Memangnya kamu siapa? Hubunganku dengan Arvin tidak ada hubungannya denganmu!" tegas Erina.

"Ada! Karena kamu menyukaiku!" kata Farel tanpa ekspresi.

Erina tampak tertohok mendengar kata-kata Farel itu, tapi dia langsung mengubah ekspresinya itu dengan cepat. "Enggak! Aku sudah berhenti menyukaimu!" Erina mengelak.

"Benarkah?" Erina dan Farel tertegun mendengar suara itu. Arvin muncul di hadapan keduanya.

***

Farel melakukan satu servis pada daerah Arvin, Arvin membalasnya dengan pukulan drive keduanya terlibat reli yang panjang selama beberapa menit. Erina diam dan menutup mata, tak berani melihat.

Arvin melakukan satu kesalahan dengan melakukan lob yang dibalas Farel dengan smash keras yang mengarah ke sudut lapangan. Arvin berlari mengejar kok itu sampai jatuh tersungkur. Tapi terlambat....

"Game set won by Farel 19-21, 18-21," teriak juri.

Seluruh penjuru stadion berteriak histeris. Tapi Arvin dan Farel tak bergerak di tempatnya. Arvin akhirnya bangkit dan menyalami Farel.

"Selamat, sesuai janjimu jaga Erina baik-baik," kata Arvin.

"Ya," jawab Farel sambil tersenyum.

Arvin pun berjalan keluar lapangan sementara seluruh stadion meneriakan nama Farel, merayakan kekalahannya. Arvin keluar dari stadion dan duduk sendirian di bawah pohon yang rindang. "Ternyata aku ini memang payah, baik dalam hal bulu tangkis maupun cinta, hanya bisa jadi si nomer dua," kata Arvin pada dirinya sendiri. Arvin diam sambil memejamkan matanya.

"Anu...."

Arvin membuka matanya perlahan dan melihat ke samping, seorang gadis manis berambut pendek berdiri di sampingnya sambil membawa selembar kertas.

"Boleh minta tanda tangannya?" tanya gadis manis itu sambil tersenyum

****

Keterangan :

Match point : Kondisi di mana salah seorang pemain hanya perlu mendapat satu point lagi untuk memenangkan set.

Servis : merupakan pukulan degan raket untuk menerbangkan shuttlecock ke bidang lapangan lawan secara diagonal dan bertujuan sebagai permulaan permainan

Drive : pukulan dalam permainan bulu tangkis yang mengarah lurus ke arah lawan.

Lob : pukulan dalam permainan bulutangkis yang bertujuan untuk menerbangkan shuttlecock setinggi mungkin mengarah jauh ke belakang garis lapangan lawan

Smash : suatu jenis pukulan yang dilakukan dengan tenaga keras dan umumnya ditujukan untuk meraih skor yang mengarah kebawah lapangan lawan pada olahraga bulutangkis, tenis, dan voli.

Dari dulu pengen nyobain nulis cerita bertema sport akhirnya saya menulis naskah ini. Oh ya btw habis ini piala dunia ya, jadi pengen nulis yang bertema bola. 😂😂😂

Cukup sekian kumpulan cerpen masa SMA yang tak berfaedah ini. Terima kasih kepada teman-teman yang tanpa sengaja menemukan cerita ini. 😊😊😊 Sampai jumpa di naskah selanjutnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top