3b. Biasa Saja (2)
Mau nggak cerita ini tamat di Wattpad? Setelah menengok halaman tetangga dan merasakan rumput hijaunya, ternyata platform paling nyaman buat menulis tetaplah Wattpad 😁😁😁
Jadi Fura rencananya mau menamatkan Jomlo satu ini di sini.
Mau nggak? Tulis "mau" dong di komentar.
Tapi mohon dukungan vote, komen, follow, ya. Dan yang paling penting, ajak teman-temannya ke sini. Maklumlah, Fura fakir voment dan follow 🙏🙏🙏
☆☆☆
Herlina hanya bisa berkedip mendengar pernyataan itu. Memang benar, banyak wanita cantik yang memandang penuh harap pada putranya.
"Tapi, Nak, cewek yang mengejar cowok itu biasanya cewek nggak benar."
"Ah, prinsip itu sudah kuno, Ma. Apa yang benar dan nggak benar itu tergantung zamannya. Dulu, perempuan menjadi pelayan suami adalah hal yang paling benar. Tapi lihat sekarang. Mama pasti nggak mau dianggap pembantu Papa."
"Suami istri memang posisinya setara, Damai."
"Nah, sekarang cewek mengejar cowok itu sudah dianggap biasa."
"Mama belum terbiasa dengan itu!"
"Dibiasakan, dong. Terima saja perubahan zaman, Mama. Biarkan mereka berusaha keras menarik hatiku. Cewek jual mahal mah lewat aja!" lanjut Damai sambil menepuk dada.
"Kimmy jual mahal? Dia nggak tertarik padamu?"
"Menurut Mama?" Damai segera meninggalkan ibunya yang masih terbengong untuk masuk ke kamar.
Rupanya Herlina segera tersadar dari kebengongan dan menyusul Damai. "Nak tunggu!"
Damai batal membuka pintu dan membalikkan badan. Ia harus bersabar menghadapi orang tua tersayang ini. Apalagi sekarang dirinya adalah satu-satunya lelaki yang tersisa dalam keluarga inti mereka. Sang ayah, Bertinus Belawan, sudah berpulang akibat serangan jantung tiga tahun yang lalu.
"Besok, tolong sempatkan menengok lokasi pembangunan. Mereka sudah memasang dak beton lantai dua."
"Aku nggak paham bangunan, Ma. Bagaimana kalau Mama saja yang ke sana?"
"Eh, itu kan rumah kamu. Masa sama sekali nggak ditengok?"
"Mama yang mengotot membuat rumah baru. Padahal rumah ini sudah lebih dari cukup."
"Jangan berdebat lagi, deh! Mama sudah bilang rumah itu untuk investasi dan mas kawin calon istrimu nanti." [1]
Damai menjawab dengan anggukan kecil. "Kita lihat kondisi besok, deh."
"Kok begitu? Kamu harus datang besok!" Herlina kembali mendesak. Dalam otaknya telah terangkai sebuah rencana untuk mempertemukan Damai dan Kimmy kembali.
Melihat wajah berharap sang ibu, Damai tidak tega menolak. "Iya, besok aku ke sana."
Wajah Herlina kontan berbinar. "Mama punya firasat anak Mama yang value-nya tinggi akan segera menemukan jodoh."
Damai terkekeh. "Aku masih malas menikah. Udah, ah. Aku kebelet pipis."
"Iya, iya!"
Damai menghilang ke dalam kamar. Ketika pintu telah tertutup rapat dan kesendirian menjadi kenyataan, sebuah kenangan lama menyeruak ke permukaan.
Lelaki dengan value tinggi.
Damai tersenyum getir. Benarkah itu? Bila setinggi itu harga dirinya, mengapa ada dua luka yang masih meneteskan darah di dalam dada? Setiap mengingat torehan sembilu itu, hatinya semakin rapuh. Bahkan bila berusaha melupakannya, rasa nyeri itu justru semakin menggigit.
Cinta pertamanya adalah gadis cantik yang ceria. Mereka telah menjalin hubungan sejak kelas satu SMA. Damai berharap itulah cinta pertama dan terakhirnya karena hubungan mereka bertahan hingga masa kuliah. Namun, kisah manis itu harus berakhir saat mereka KKN. Gadis itu terpikat rekan satu grup. Rupanya kebersamaan di pedesaan terpencil itu sanggup menghapus jalinan cinta yang telah tujuh tahun dirajut.
Damai membutuhkan tiga tahun untuk menerima luka itu hingga akhirnya bertemu dengan kisah kedua. Ternyata ia kembali gagal. Cintanya bahkan disia-siakan begitu saja.
Perselingkuhan dan penolakan.
Ah!
Damai mendesah panjang demi menghentikan arus kenangan. Dengan cepat, ia melepas pakaian yang menempel di tubuh, kemudian masuk ke kamar mandi. Guyuran air shower dibiarkan menerpa kepala dengan deras sambil berharap bayangan sosok lembut berkulit putih dan bermata sebening Danau Labuan Cermin ikut larut ke saluran pembuangan. Namun apa daya, semakin besar keinginannya untuk menepis memori lama itu, semakin kuat rasa terhina kembali padanya.
Clary ....
Damai membenci dirinya karena nama itu. [2]
___________
[1] Dalam budaya Dayak ada kebiasaan untuk memberikan mas kawin berupa sepetak tanah
[2] Kisah tragis Damai bersama seorang gadis asal Yogyakarta bisa dibaca dalam Clary - Jomlo Dadakan
☆---Bersambung---☆
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top