1a. Jomlo Lantai 17

Rika setengah berlari untuk mencapai lift yang akan mengantarnya ke Lantai 17 Bagoes Tower di mana ia harus menghadiri rapat siang ini. Setelah mengecek pembangunan sebuah gedung bertingkat, ia dikejar waktu untuk mempresentasikan desain interior rumah seorang klien.

Pintu lift sudah bergerak menutup saat ia sampai. Dengan gesit dipencetnya tombol lift beberapa kali. Beruntung rekan kerjanya, Heru, sudah lebih dulu berada di dalam dan melihat kedatangannya. Dengan sigap, pemuda berusia menjelang kepala tiga itu menekan tombol pembuka sehingga pintu kembali terbuka.

"Makasih," ucap Rika sembari menenangkan napas yang memburu akibat berlarian dari area dropping zone di depan gedung. Wajahnya kemerahan setelah terbakar sinar matahari dan keringat membulir di keningnya.

"Dari mana, Rik?" tanya Heru.

"Dari Bintaro," jawab Rika singkat. Ia tidak sempat memandang Heru karena sibuk mengelap keringat menggunakan tisu.

"Oh, proyek gedung kampus itu, ya?"

Rika mengangguk. Sekarang ia baru bisa mengamati Heru. Ternyata lelaki itu juga terlihat lusuh. "Kamu dari proyek hotel? Sendiri?"

"Iya, sendiri. Novan ditugaskan ke Kaltim. Tadi pengecekan terakhir sebelum serah terima."

"Udah beres?"

"Hadeh, CEO-nya bawel warbyasah, minta tambahan ini itu yang nggak ada di kontrak. Katanya buat bonus."

"Lalu?"

"Aku harus lapor bos dulu lah."

Mereka saling pandang, lalu tersenyum bersama karena sudah tahu perangai atasan mereka yang senang mencari muka di hadapan owner.

"Ya udah, santai aja. Bukan uang kita juga," hibur Rika.

"Hehe, iya. Padahal owner Grant Sadhana sendiri baik banget, loh. Kamu tahu, kan, Bu Herlina, pemilik rumah yang sedang kita kerjakan?"

Mata Rika melebar. "Bu Herlina kita itu owner Grant Sadhana?"

"Aku juga baru tahu tadi," sahut Heru. "Pantesan aja kontraktor sekelas Bagoes Contractor masih mau menerima proyek rumahan."

"Harus mau lah! Pak Bagus pasti nggak akan mengambil risiko Bu Herlina membatalkan kontrak lima hotel dan empat resor yang akan datang."

Mereka terdiam sejenak saat lift bergerak naik dengan cepat. Beberapa detik kemudian, mereka telah menapakkan kaki di Lantai 17. Keduanya disambut suasana kantor yang tak pernah sepi dari kesibukan.

Ruang rapat yang mereka tuju terletak di ujung lorong. Ukurannya hanya memuat sepuluh orang, namun didesain cantik dengan jendela lebar yang menampilkan pemandangan Kota Jakarta dari ketinggian. Seperti biasa, gedung-gedung diselimuti kabut tipis yang kemungkinan besar berisi materi polutan. Ada sebuah meja oval besar berwarna keperakan di tengah ruang. Di atasnya, langit-langit diberi penerangan lampu keliling yang posisinya sejajar dengan lampu di bagian bawah jendela sehingga membuahkan kesan simpel, terang, dan futuristik.

"Rika, Heru! Akhirnya datang juga kalian!" sambut seorang gadis cantik yang tinggi semampai dan berambut panjang kecokelatan. Namanya Kimmy, desainer eksterior yang berbakat. Ia sedang menyambungkan proyektor dengan laptopnya.

"Pak Janu minta kita untuk siap setengah jam sebelum acara," lanjut Kimmy.

"Setengah jam? Buat apa?" Rika duduk di sebelah Kimmy, lalu menyerahkan flashdisk berisi materi miliknya kepada gadis itu.

"Wah, makin lama makin lebay ya si Bos," komentar Heru. Seringai penuh artinya dipertegas dengan kedipan. "Aku tahu maksudnya. Apa lagi kalau bukan kepingin melihat cewek-cewek cakep?"

Kimmy kontan tersenyum malu-malu, sedangkan Rika pura-pura tidak mendengar. Bukan rahasia lagi bila atasan lajang berusia 38 tahun itu menjadi topik gosip di kantor mereka.

Pintu ruang pertemuan terbuka. Wajah Janu muncul, menyeruak dengan tiba-tiba. Mata lelaki itu langsung bergulir ke segenap orang yang hadir, kemudian berhenti tepat di wajah Rika. Begitu menemukan orang yang ia cari, seringainya semakin lebar, hingga sepasang mata sipitnya membentuk dua garis lengkung. Hanya sedetik, kemudian ia masuk dengan gaya berwibawa seperti biasa.

Orang-orang kantor kerap memuji sosok Janu. Kata mereka, lelaki yang memegang jabatan project manager itu adalah jomlo paling valueable di Lantai 17.

Rika sama sekali tidak setuju. Lihat saja, rambut berponi yang dipomade klimis tampak seperti playboy berpengalaman. Tulang pipi tegas, hidung runcing, dan bibir tipisnya semakin menegaskan kesan licik. Belum lagi cara tersenyum dan menatapnya mengingatkan Rika pada raja tega yang egois.

Rika mendadak merasa akan mendapat masalah. Benar saja, lelaki itu mendatangi tempat duduknya dan meminta Kimmy bergeser ke kursi sebelah. Alhasil, Janu kini diapit oleh kedua wanita itu, dengan Rika di sisi kiri dan Kimmy di sisi kanan.

"Waah, Bapak mirip raja yang diapit dua permaisuri," celetuk Heru.

Janu hanya menoleh sebentar ke arah Rika dan Kimmy, kemudian berdeham kecil. "Permaisuri apanya? Ini mah dayang-dayang."


☆---Bersambung---☆

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top