Chapter #36 Kencan Sehari


"Jadi, sejak kapan kita jadian?" tanyaku setelah ayam geprek dan es teh manis disajikan di atas meja. Banyaknya pelanggan di warung tenda ini membuatku sedikit risih, apalagi dengan suara-suara yang saling tumpeng tindih.

"Hm, sejak kamu secara terang-terangan peduli sama aku dan juga terang-terangan cemburu sama kakak tiri kamu."

Jawaban Virgo membuatku menarik diri. Aku menatap laki-laki itu. "Aku sama sekali nggak cemburu."

"Oh ya? Kalau begitu, mungkin aku yang kepedean, ya?"

Aku mengangguk tegas.

"Lalu yang ke rumahku? Apa aku anggap itu juga kepedean?"

Aku membungkam bibir sendiri. Buru-buru membenamkan diri pada ayam geprek yang katanya merupakan ayam geprek terenak se-Malang raya. Pelan-pelan, kulepas kulit yang menyatu dengan krispinya balutan tepung pada ayam geprekku. Aku suka menyisakan kulitnya dan memakannya sebagai hidangan penutup.

"Kenapa? Kamu nggak suka kita makan di sini? Ayamnya nggak enak?"

Aku buru-buru menggelengkan kepala. "Enak, kok." Aku terdiam sebentar, lalu kembali menatap Virgo. "Hanya saja terlalu ramai. Kamu tahu aku sedikit ... risih dengan keramaian."

"Oh, maafkan aku."

Aku buru-buru menggelengkan kepala. "Nggak perlu. Mungkin, ini udah saatnya juga aku benar-benar beradaptasi dengan keramaian."

"Jangan memaksakan diri. Hm, apa kita bungkus aja terus makan di kafe kamu?" usul Virgo membuatku nyaris tersedak minuman yang baru saja kuminum.

"Mana bisa. Jam segini kafe sedang ramai-ramainya." Aku menyadari suaraku terlalu "menolaknya". "Maksudku, di sini aja."

"Kamu khawatir sama Edo?"

Aku mengernyitkan dahi. "Khawatir gimana?" tanyaku balik.

Virgo mengangkat kedua bahunya. "Ya, mungkin kamu merasa nggak enak kalau Edo lihat kita berdua. Kamu nggak mau menyakiti perasaan dia."

Aku terdiam.

"Boleh tahu nggak, kamu dan Edo sudah lama sahabatan?" Suara Virgo terdengar lebih lembut dan tidak ada kesan sedang menginterogasi di dalamnya.

Aku menghela napas dan mengangguk. "Dia satu-satunya sahabatku sejak papa dan mamaku bercerai. Edo selalu ada di sampingku apa pun yang terjadi, tapi sekarang sepertinya nggak akan lagi."

Tidak ada suara selain hiruk pikuk pelanggan lainnya. Aku menyadari sesuatu. "Maaf, seharusnya aku nggak cerita tentang cowok lain, padahal sedang nge-date sama kamu."

Aku menggigit bibir bagian bawah, menyadari ada yang janggal.

"Jadi, kamu ngakuin kalau kita sekarang sedang nge-date. Berarti bener, dong. Kita udah jadian." Ada suara yang seperti sedang menahan tawa di sana.

"Si ... siapa bilang? Aku cuma ...."

"Cuma nggak sadar kalau udah keceplosan?"

Aku memutar kedua bola mata. "Sejak kapan nge-date begini artinya pacaran?"

"Terus namanya apa?"

Aku kebingungan. "Ya ... biasa aja."

Virgo tidak lagi mengatakan apa-apa. Ia justru berdiri dan berjalan ke kasir. Tak lama kemudian, Virgo sudah kembali. "Ayuk."

"Ke mana?"

"Ke tempat nge-date kedua."

"Aku udah bilang kalau kita nggak pacaran." Aku bersikeras meskipun tetap menyudahi makan ayam geprek lalu meneguk minuman.

"Iya, terserah kamu. Yang penting ayuk ke tempat kedua." Virgo memegang pergelangan tanganku dan mengajakku keluar dari kedai yang sedikit sesak ini. Ada perasaan lega menyelimuti.

"Memangnya ada berapa tempat yang mau kita kunjungi? Kamu sama sekali nggak bilang sebelumnya." Aku bertanya setelah masuk ke dalam mobil Virgo.

"Hm, rahasia. Anggap aja kalau ini adalah kencan sehari yang tertunda dulu. Kamu ingat acara konser yang kita kunjungi di Batu? Rasanya itu kurang lengkap karena kamu pergi begitu saja. Jadi, mala mini ... kita ulang lagi perjanjian itu."

"Perjanjian apa?"

"Kencan sehari bersamaku. Aku bahkan udah kasih diskon jadi setengah hari hm bukan tapi hanya sampai jam Cinderella." Virgo menyalakan mesin mobil.

"Nggak ada cowok baik-baik yang bawa main cewek sampai tengah malam," celetukku.

"Oh ya? Kalau begitu, kita lanjutin kencannya besok malam saja. Malam ini, aku antar kamu pulang."

"Hah?" Aku kebingungan.

"Malam ini, kamu udah sediakan waktu kurang lebih ... satu jam. Besok malam, satu jam dan seterusnya sampai genap dua puluh empat jam alias seharian. Gimana? Cukup fair-kan untuk disebut kencan sehari?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top