Chapter 25 Parfait!
Yvonne
"Kamu baik-baik saja?" tanya Poppy menyadarkan perhatianku pada punggung yang semakin menjauh setelah memberikan makan siang.
"Ah, oui. Bien."
Aku bisa merasakan pandangan yang penuh rasa penasaran dari wanita muda di depanku ini.
"Kamu mau makan bareng bersama? Aku harus memastikan kalau kamu nggak kelewatan makan siang." Aku menangkap intonasi iri dalam suaranya.
"Désolé, je ne peux pas y aller avec toi, Poppy. Aku nggak bisa makan siang bersamamu. Aku harus segera kembali ke kamar mama."
"Nggak lama. Aku harus memastikan punya jawaban kalau ditanya Virgo nanti. Dia memastikan kamu sudah makan siang melalui aku." Poppy kembali mengulangi kalimatnya tentag "pesan Virgo."
"Ayo! Kita makan di situ saja. Sekalian aku juga mau ngopi." Poppy menggamit lenganku dan setengah menyeretku berjalan ke kafe dekat pintu masuk lobi.
Setiba di dalam, dia menarik kursi dan duduk. Mau tidak mau, aku ikut menarik kursi dan juga duduk di seberang wanita itu.
Setelah Poppy memesan kopinya, dia-lagi-lagi-memastikan agar aku makan siang. Dengan sedikit menghela napas dan canggung, kubuka kotak makanan yang diberikan oleh Virgo tadi.
Aroma tuna dengan saus teriyaki menguar. Dari mana dia tahu aku suka tuna? Selera makan yang menghilang beberapa hari ini kembali terbit. Aku mengambil sendok yang sudah tersedia di dalam kotak makanan dan menyuapnya.
"Itu makanan kesukaanmu?"
Aku lupa ada Poppy di sini untuk sesaat.
"Kamu terlihat berselera dari terakhir kali ketemu." Poppy mengingatkan awal pertemuan kami. Saat itu aku sedang membeli roti cinnamon dan jeruh hangat. Kulahap tanpa gairah.
"Mungkin karena beberapa hari ini aku melewatkan makan nasi," jawabku asal. Aku kembali menyuap potongan tuna dan nasi ke mulut.
"Aku baru tahu kalau bule suka nasi juga," celetuk Poppy.
"Pada dasarnya aku setengah bule," selorohku dengan mulut penuh.
"Hm, benar juga, sih. Syukurlah, akhirnya kamu punya selera makan lagi. aku bisa lapor ke Virgo."
Aku sedikit mengernyitkan dahi dan menghentikan suapan terakhir.
"Pourquoi? Kenapa?"
Aku menatapnya. "Apa kamu nggak merasa aneh?"
"Aneh maksudnya?"
"Bukannya kamu tunangan Virgo? Makan siang ini-yang diberikan dokter itu-seharusnya cukup membuatmu bertanya-tanya, kan?" Aku menumpahkan sedikit kekesalan pada teman yang baru kukenal beberapa hari ini. Entah dia bodoh atau sedang mempermainkanmu-sama seperti laki-laki itu. Yang pasti, aku merasa mereka berdua serupa.
"Memang," tukas Poppy. Seraya menyesap kopinya dan kembali menatapku. Aku yakin dia sedang menatapku.
"Lalu kenapa kamu sama sekali nggak bertanya?" tanyaku berusaha terdengar biasa saja.
"Kamu mau jawab yang sejujurnya kalau aku tanya?" Ucapan wanita muda itu membuat dadaku berdesir. Kuletakkan sendok dan garpu dengan perlahan.
Kejujuran apa yang bisa kuberikan? "Aku nggak ada niat untuk menyembunyikan apa pun." Hati kecilku mengulum kecewa akan kebohongan yang baru saja terucap.
"Baguslah. Jadi, apa hubunganmu dengan Virgo?" tanya Poppy kali ini dengan nada suara yang sama sekali berbeda. Terdengar lebih menuntut.
Aku terdiam sejenak sebelum menjawab. "Tidak ada."
"Makan siang ini?" tanyanya lagi.
Aku menggigit bibir. "Hanya sebagai bentuk perhatian antar teman ... mungkin."
Aku mendengar suara terkekeh dari Poppy. "Virgo nggak pernah menganggap wanita-yang mendapat perhatiannya-sebagai teman. Dengan sekali lihat saja, aku sudah tahu kalau dia menyukaimu. Kamu juga?"
Aku tesentak. "Aku nggak punya waktu untuk romansa seperti itu."
Tiba-tiba Poppy tertawa, cukup keras. Mungkin beberapa pengunjung kafe menoleh heran pada kami berdua. "Jadi, Virgo bertepuk sebelah tangan? Seorang Virgo? Wow!"
"Bukan itu maksudku."
"Kamu juga punya hati sama dia?" Kali ini Poppy mendekatkan wajahnya padaku. Wajah yang seperti lelehan lukisan itu mungkin sedang memasang ekspresi penuh rasa penasaran. Matanya bahkan menatapku tajam. Samar-samar aku bisa mengenali itu.
Aku menata semua rasa berbunga-bunga saat Virgo datang ke Bon Appetit yang kerap kusambut dengan wajah kesal palsu. Aku menampik rasa haru saat ia menyatakan perasaannya-lagi-di festival musik folk. Kutepis setiap kata yang membuatku terhanyut dan ingin mengenali wajahnya. Kubuang semua rasa kecewa saat Virgo-dengan mudahnya-berpaling begitu tahu kekuranganku. Setidaknya itu yang kurasakan.
Aku menghela napas. "Poppy. Menyukai tunangan seseorang bukan style-ku. Aku nggak akan melukai sesama wanita."
Poppy menarik tubuhnya, kembali bersandar di punggung kursi mahoni. "Virgo sudah bertunangan? Wow! Kenapa dia nggak kasih tahu aku?"
Itu terdengar aneh. Respon Poppy sangat tidak biasa. Kedua alisku nyaris bertautan. "Bukannya kalian berdua bertunangan?"
"Siapa? Aku? Dan Virgo?"
Aku bingung mendengar respon yang diberikan Poppy.
"Kami sama sekali nggak bertunangan. Yah, dulu memang hampir bertunangan sebelum ... aku ketahuan selingkuh."
Aku merasa ada satu bilik yang terbuka di dalam hati ini. Ada sedikit kelegaan karena Virgo dan Poppy tidak memiliki hubungan seserius itu.
"Tentu saja aku menyesal. Virgo-meskipun gila kerja-saat manis dan penuh perhatian, dia membuat siapa pun akan merasa istimewa. Dia mungkin mudah tertarik pada wanita yang menarik, tetapi sulit untuk membuatnya tetap seperti itu. Dia punya gambaran seseorang yang parfait untuk menjadi pendamping hidup, bukan hanya tentang penampilan."
Aku terdiam. Kembali terhempas ke dalam kenyataan. Kata-kata mama dulu saat aku masih SMA kembali terngiang.
"Jangan pernah percaya pada laki-laki yang hanya melihat cantik rupa. Tunjukan sedikit kekurangan, maka dia akan pergi menjauh-seperti papamu."
Aku memejamkan mata.
"Mama yang seperti ini saja ditinggalkan begitu saja. Yvonne, jangan sandarkan kebahagiaanmu pada orang yang berharap hidupnya parfait."
Aku menggigit bibir.
"Yvonne. Kamu nggak apa-apa?" Suara Poppy menyadarkanku.
"Maaf, Poppy. Aku harus segera ke kamar mama. Sudah terlalu lama mama kutinggalkan. Lain kali, kalian bisa berkenalan."
Aku sama sekali tidak menunggu Poppy mengatakan sesuatu. Segera kukemasi kotak makanan yang isinya belum habis dan segera keluar dari kafe.
"Dia punya gambaran seseorang yang parfait untuk menjadi pendamping hidup, bukan hanya tentang penampilan."
***
Halo, readers. Akhirnya bisa update lagi. Maaf yaa karena berminggu-minggu nggak update. Kerjaan di RL sedang menuntut untuk lebih fokus kemarin-kemarin. Makasih yang udah baca dan vote. Yang setia menunggu ... borahae! 💟💟💟
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top