Chapter 10 Pedekate Kilat

Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama, tempat, dan kejadian di dunia nyata, itu hanya kebetulan semata. Kecuali berlabel "fiksi" juga yah. Say no to plagiarim.

-tane-

#POV Virgo

"Oh ya, nama saya juga ada di kartu nama itu. I-VON-NE. Panggil saja saya Vonne." Dia menunjuk kartu nama yang sengaja direkatkan dengan brosur.

Aku termangu dengan respon yang tidak biasa itu. Mana mungkin dia melupakan wajah tampan ini begitu saja? Apa tampangku ini tidak begitu berkesan?

Aku baru sampai pagi ini dan mendapati gadis bernama Yvonne ini duduk di depan ruang radiologi. Tadinya, aku ke sini hendak sekalian mengambil hasil CT Scan pasien vertigo, Bu Rani. Aku membutuhkannya sesegera mungkin karena ada keanehan dalam pemeriksaan kemarin. Aku bahkan meminta khusus agar diprioritaskan ke Dokter Vivi. Dengan segala macam bujukan tentunya.

Namun, perhatianku kini justru teralihkan pada sosok imut dan menarik ini. Kemarin malam, aku melihatnya menggandeng lengan seorang pria saat sedang menyeberang jalan. Aku pikir itu mungkin pacarnya ... atau suaminya. Anehnya, pagi ini hatiku senang begitu melihat wajahnya muncul di rumah sakit lagi.

Baiklah, kalau memang dia sudah punya kekasih, setidaknya mereka belum menikah. Eh, tapi kalau sudah menikah bagaimana? Oh ayolah, Virgo! Mungkin bisa diawali sebagai teman saja. Barangkali pernikahannya tidak sedang baik-baik saja. Ya ampun, kenapa doaku jelek banget!

Aku masih mengamati pandangan gadis itu. Dia jelas-jelas sedang menatapku meski sesekali terlihat mengamati bagian lain seperti pakaian atau ... tubuhku? Kebetulan hari ini aku mengenakan kemeja slimfit tanpa vest seperti biasanya. Jelas sudah otot dan dada bidangku terlihat menonjol. Tidak sia-sia nge-gym setiap pulang kerja. Ujung bibirku tersenyum.

Yvonne terus saja mengoceh tentang re-opening kafenya. "Jadi, ada yang mau ditanyakan, Mas?"

Aku tidak bisa menahan lagi. Tawaku pun meledak.

"Kamu udah kasih saya brosur dan cake-nya kemarin. Kamu nggak ingat wajah tampan saya? Kita ketemu di lift kemarin, lho."

Wajah Vonne terlihat kebingungan. Ah, imut sekali. Aku mengeluarkan id card dari tas dan memperlihatkannya tepat di wajah gadis itu.

"Ingat?"

Dia masih tampak kebingungan. Hm, apa dia benar-benar tidak ingat? Wajahku benar-benar pasaran?

"Maaf, saya ketemu banyak orang kemarin. Ada sekitar lima puluh orang yang dapat sample daquois cake, jadi ...." Wajah Vonne tampak merasa bersalah atau mungkin itu hanya pura-pura.

Jemariku meraih dahi dan menggaruk kecil. "Ah, saya nggak mikir sampai ke sana. Tentu saja yang dapat sample itu bukan cuma saya." Aku merasa malu sendiri ... untuk sesaat. "Tapi, masa' wajah begini gampang terlupakan?" Aku memastikan sekali lagi.

Aku melihat bola mata gadis berambut kemerahan itu bergetar. "Oh, nggak apa-apa, kok kalau memang nggak ingat." Aku buru-buru membuatnya berhenti merasa bersalah.

"Hm, jadi ... nama kamu ... Virgo?" tanyanya dengan nada ragu-ragu.

Aku tersenyum. "Ya."

"Kita ketemu kemarin?"

Lagi-lagi aku mengangguk. Taka da reaksi darinya. Aku pun bersuara. "Yap."

"Di Lift?"

Lagi-lagi aku mengiyakan. "Saya juga udah coba sample cake kamu dan kuakui kalau itu ... cocok dengan selera saya. Manisnya pas. Padahal saya sama sekali nggak suka cake atau makanan yang terlalu manis."

Wajahnya berbinar sesaat, kemudian terlihat mengernyitkan dahi. "Oh, jadi kamu yang saya temui saat pulang."

"Ah, akhirnya kamu ingat juga." Aku lega.

"Yang protes makanan dietku laku atau enggak, kan? Hm, dan roti di Bon Appetit terlalu manis-manis padahal belum pernah nyobain."

Aku bungkam.

Gadis itu memaksa tersenyum. "Sekarang saya ingat dengan jelas."

Aku tidak tahu harus lega atau terbebani. Harus mengalihkan pembicaraan, nih. "Oh ya. Hari ini sendiri?"

Lagi-lagi gadis imut, tetapi juga terlihat chic itu terlihat kebingungan.

"Maksudku, cowok yang kemarin nggak nemenin? Saya lihat kalian pulang bareng. Pacar?"

Aku tahu ini terdengar aneh, tetapi aku harus tahu statusnya sebelum memutuskan langkah selanjutnya. Gadis ini sudah membuatku penasaran hanya karena ... dia—pernah—jadi—mantan—gebetan saat aku hendak jadi mahasiswa kedokteran.

Terlebih lagi, aku belum benar-benar mendekatinya saat itu. Ingatanku sangat tajam.

Aku menunggu jawabannya dengan harap-harap cemas. Belum pernah sekalipun seorang Virgo mengejar para gadis. Menggoda mereka tentu pernah dan ini beda dari sekadar menggoda.

"Saya nggak punya pacar."

Yes!

"Suami?" tanyaku lagi.

"Apa saya kelihatan seperti orang yang sudi nikah muda?"

Jackpot! "Syukurlah."

"Hah?"

"Oke langsung saja. Saya suka kamu."

"Hah?"

Tepat saat itu, perawat memanggil nama gadis itu dengan menggandeng seorang pasien. "Nona Yvonne Leroux!"

Perhatian gadis di depanku segera teralihkan. Dia pun segera berdiri dan mendekati mereka. Aku melongo karena tidak menyangka akan ditinggalkan begitu saja. Ada Dokter Hwang Galen juga. Tumben dia ke radiologi yang notabene gedung A sedangkan praktik kerjanya di gedung D.  Biasanya dokter berdarah Indo-Korea itu sibuk di meja operasi atau briefing kasus dengan dokter residen.

Aku memutuskan untuk menunggu mereka selesai bicara. Pikirku, Vonne akan kembali ke tempat kursi tunggu—di mana aku menunggunya. Namun, tebakanku salah besar. Setelah selesai mengobrol dengan Dokter Galen, Vonne dan wanita separuh baya itu berjalan ke arah berlawanan.

"Hei!"

Aku segera beranjak dari tempat duduk. Namun, dari arah yang dituju Vonne, justru muncul dokter residen—Mona—dengan wajah panik.

"Dokter Virgo! Kenapa Dokter nggak langsung ke poli? Dokter mau ambil hasil CT Scan?" Napasnya tersengal-sengal.

"Memangnya ada apa, Dok?" tanyaku sementara mata mengikuti sosok Vonne yang kini sudah masuk ke lift. Yah, lepas, deh!

"Bu Rani."

Aku mengernyitkan dahi. Kali ini perhatianku sudah teralihkan ke masalah pekerjaan. "Pasien vertigo kemarin?"

Mona mengangguk. "Dia tidak sadarkan diri."

***

Author's Note

Bonjour.

Gimana nih kesannya setelah baca ViVo alias Virgo & Vonne sampai di chapter ini? Boleh dong komentar sedikit. Membosankan-kah? 

ini pertama kalinya Tane pakai POV 1 selang-seling. Semoga saja bisa dinikmati, yah.

Jangan lupa, ViVo terbit setiap hari. Jadi, jangan dilewatkan yaa. Ada cerita #projecthospitallove yang lain juga. Cuss, list-nya di prakata.

Big Love, All.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top