Heppinn
IDOLiSH7 © Bandai Namco Online, Troyca, Arina Tanemura
Hetalia (Emil Steilsson) © Himaruya Hidekaz
Heppinn © bellasteils
Original character:
Bella Steilss © bellasteils
Selamat membaca.
***
Bella sedang mengetik tugas akhir kuliah ketika sebuah pesan mengganggu suara Yaotome Gaku menyanyikan bait lirik "afuresouna kanjou osae, jibunrashisa kidzukenakatta" pada lagu Negai wa Shine on the Sea milik TRIGGER. Senandung kecilnya berhenti untuk mengecek nada dering pesan khusus dari seseorang yang dianggap prioritas untuk segera dibalas. Dahinya berkerut melihat nama pada notifikasi layar kunci dengan background pemandangan aurora.
"Gaku-san?"
Jemarinya yang semula luwes mengetik dengan sepuluh jari di atas keyboard, beralih pada layar sentuh ponsel. Mengusap pola sandi, yang dia sendiri sering lupa kalau ada fitur sidik jari di bagian samping untuk membuka kunci layar dengan cepat.
Dahinya semakin memperlihatkan kerutan membaca pesan yang diterima.
"Pertanyaan mudah seperti ini kenapa dikirimkan lagi?" gumam Bella.
Kekasih dari Yaotome Gaku itu segera paham. Ini bukan mengenai jawaban atas pertanyaan tersebut. Kedua jempolnya dengan cepat mengetik jawaban. Pesan telah terkirim tapi manik Bella tak beralih dari pesan yang masih tertera di layar. Menunggu pesan terkirim berubah menjadi pesan dibaca.
Benar saja, si penerima pesan, alias Gaku, langsung membaca pesan balasan dari Bella dan segera mengetik.
Alih-alih membalas pesan sebelumnya, Gaku malah mengubah topik percakapan. Gadis blasteran Jepang-Islandia itu sudah paham jika Gaku sedang lelah akan mengirim riddle secara random kepadanya. Awal pacaran dulu, Bella tak paham dengan kebiasaan Gaku yang satu ini. Kebiasaan yang berlanjut kemudian menjadi terbiasa bagi Bella. Begitu pesan seperti ini muncul, Bella pasti mengira Gaku sedang lelah atau stres.
Pandangan matanya tak bisa beralih dari layar ponsel. Melupakan layar laptop hasil kerja keras menulisnya selama seharian penuh. Berkutat dengan buku-buku linguistik dan statistik. Deret angka menyebalkan dikombo dengan tulisan rumit khas Jepang. Matanya sudah lelah memandang terus-menerus layar laptop, kepalanya sudah ngebul memadukan tulisan dengan angka. Ditambah narasi yang dia tulis bukan berasal dari bahasa yang dipelajari sejak lahir meskipun sebagian darahnya mengalir gen Jepang. Namun deadline yang semakin mengejar membuatnya harus merelakan waktu istirahat.
Kini, perhatiannya tertuju pada Gaku yang sedang memberikan sinyal, 'sedang dalam mood tidak baik'. Jam yang tertera di ponsel menampilkan 21:30. Hari sudah larut, Bella juga tidak menyadari waktu begitu cepat berlalu ketika sudah terlalu fokus dengan sesuatu.
Pesan sebelumnya mengatakan Gaku bersama Yuki, Minami dan Sogo sedang membuat lagu untuk project konser terbaru kolaborasi IDOLiSH7, TRIGGER, Re:vale dan ZOOL. Pesan dikirim jam empat sore yang mengatakan Gaku akan pulang malam jadi skip makan malam bersama.
Bella bimbang harus menjawab bagaimana. Dia bukan tipikal yang bisa menenangkan orang lain dengan kata-kata. Bella hanya bisa memberikan sesuatu yang membuat orang itu kembali tersenyum, seperti mentraktir makan siang atau memberikan kado ulang tahun terbaik. Pada akhirnya Bella menjawab dengan, "Gaku-san juga jangan memaksakan diri."
Pesan Bella tidak mendapat balasan, tapi mendapat pesan dibaca.
Gadis berambut merah itu merasa Gaku tidak akan membalas pesannya. Jadi Bella mematikan ponsel dan kembali fokus dengan laptop dan tumpukan buku di sampingnya. Lima belas menit berlalu, tapi kemampuan tangan Bella dalam mengetik tidak selancar sebelumnya.
Pikirannya masih melayang pada Gaku yang pada jam selarut ini masih bekerja keras untuk memberikan senyuman kepada fans melalui sebuah lagu. Semoga saja Gaku tidak terlalu memaksakan diri dan menjadi stres untuk hal yang dia sukai.
Ingatannya melayang pada kalimat yang pernah diucapkan oleh ayahnya ketika kecil, "Lebih baik lelah karena melakukan hal yang kamu sukai, daripada lelah melakukan hal yang tidak kamu sukai."
Kalimat itu terngiang di benaknya sejak Bella kecil menangis karena berkali-kali gagal membidik ujung anak panah pada titik tengah sambil bergerak. Kecintaannya akan olahraga panahan terinspirasi dari sosok Merida dari film Disney berjudul Brave. Di mata Bella kecil, Merida terlihat sangat keren ketika menarik busur dan membidiknya tepat sasaran. Setelah itu ia meminta ayahnya untuk ikut kursus memanah.
Namun secinta apapun Bella kecil dengan memanah, bahkan sampai membeli banyak sekali busur panah dengan berbagai model. Ada saatnya Bella merasa gagal dan tidak memiliki bakat dalam hal memanah. Segala sesuatu memang terasa sulit ketika dilakukan. Perpaduan teknik, fisik dan fokus diperlukan untuk bisa membidik tepat sasaran.
Memang pada akhirnya, disiplin dan kerja keras lah yang membuat bakat itu muncul. Ditemani cucuran keringat sampai melewatkan waktu bermain, Bella berhasil membidik tepat sasaran sambil bergerak. Ukiran tawa bahagia dan haru melupakan saat-saat lelah dan frustasi.
Bibirnya menyunggingkan senyum ketika memorinya terbang kembali ke masa lalu. Timbul rasa rindu akan keluarganya yang tinggal di belahan dunia lain, Eropa Utara. Terutama pada Emil, adik laki-lakinya yang menggemaskan.
Jumlah kata pada lembar Ms. Words tidak juga bertambah sejak pikirannya teralihkan. "Sepertinya aku sudahi saja hari ini."
Sebelum lupa, ia harus mengklik tombol simpan sebelum bencana terjadi seperti milik temannya yang sudah mengetik dua puluh lembar dalam sehari, tapi fatalnya ia lupa menekan tombol simpan. Alhasil ia harus menangis sambil mengetik ulang data yang sudah hilang.
Bella berdiri kemudian merenggangkan kedua tangan ke atas. Merilekskan semua otot yang menegang, terutama syaraf-syaraf otak yang akhir-akhir ini ia gunakan untuk berpikir lebih keras dari biasanya. Tubuhnya sudah merasa lebih baik, tapi perasaannya tidak lebih baik melihat ruang tamu yang dialihfungsikan sebagai ruang kerja nampak berantakan.
Buku-buku, alat tulis, berjejer bersama dengan satu botol susu stroberi yang tinggal setengah dan sekotak cookies coklat. Bungkus sandwich telur dan ham yang dia beli tadi siang di minimarket belum sempat dibuang. Beberapa lembar kertas tergeletak di lantai yang dilapisi karpet untuk Bella duduk lesehan sambil mengerjakan tugas.
Bella menghela napas, sambil menghitung satu sampai sepuluh dalam bahasa Islandia di dalam hati. Menenangkan emosi yang berantakan seperti keadaan rumahnya sekarang. Kesibukan dan deadline yang sudah di depan mata membuat Bella melupakan kebersihan rumah.
"Sambil menunggu Gaku-san pulang, aku bersih-bersih saja."
Bella membuka aplikasi musik di ponsel. Menyetel playlist yang sudah dibuat khusus untuk teman bersih-bersih yang rata-rata diisi dengan lagu milik idol TRIGGER dan ZOOL. Bluetooth di ponsel disambungkan dengan airpods, sehingga Bella tidak harus membawa ponsel kemanapun jika memakai headset yang berkabel.
Semangat semakin membara ketika musik mendendangkan lagu TRIGGER berjudul, "Beautiful Prayer"
***
Pintu apartemen terbuka. Pemuda berambut abu-abu masuk dengan wajah lesu dan lelah. Segera sepatu ia lepas untuk berganti dengan sandal rumah. Matanya sudah sayu ingin segera merebahkan diri di atas kasur.
Lampu lorong apartemen sudah mati, tentu saja sudah jam sebelas malam. Kekasihnya, Bella pasti sudah tidur. Namun pemikiran itu segera dihilangkan karena ia melihat pintu menuju ruang tamu yang bersatu dengan dapur dan ruang makan sedikit terbuka dengan cahaya lampu mengintip dari baliknya.
"Bella belum tidur? Atau lupa mematikan lampu?" gumam Gaku.
Kaki Gaku melangkah pelan dan mengintip masuk untuk memastikan. Semakin dekat, tercium aroma segar dari kuah soba. Gaku yang awalnya terkantuk-kantuk, maniknya langsung terbuka lebar setelah indra penciumannya dirangsang oleh aroma yang lezat.
"Bella?" panggil Gaku menyapa Bella dari belakang. Bella tidak menyadari kehadiran Gaku sedikit terkejut, untungnya panci berisi kuah di depannya tidak oleng dan tumpah. Cukup bahaya jika kuah panas itu sampai membuat kulit Bella melepuh.
"Oh Gaku-san!" seru Bella. Pas sekali aku baru selesai membuat soba."
"..."
Sebelum Gaku merespon, Bella sudah melanjutkan, "tenang saja ini soba instan kok, dan aku suka mengicipnya terlebih dahulu."
Teringat insiden kuah soba asin di tanggal 16 Agustus yang merupakan ulang tahun Gaku. Bella berencana memberikan kejutan dengan membuat soba kesukaan Gaku, tapi berakhir gagal karena entah bagaimana Bella terlalu banyak menambahkan garam ke dalam kuah.
"Ayo duduk! Makan dulu mumpung masih panas." Bella mendorong punggung Gaku. "Ah! Cuci tangan dulu!" seperti seorang ibu yang menyambut anaknya pulang sekolah.
Gaku selesai menyeruput soba hingga kuahnya habis tak tersisa. Rasa lelah dan letih setelah bekerja keras di ruang musik membuat satu buah lagu yang bisa membuat banyak orang tersenyum segera terbayarkan. Makanan kesukaan setelah lelah adalah hal terbaik.
"Enak sekali!" seru Gaku. "Walaupun tidak bagus makan jam segini."
Bella yang duduk di sebelah Gaku terkekeh pelan. Gadis itu sudah cukup kenyang jadi hanya melihat Gaku makan sampai habis. Kekasihnya sedang terobsesi dengan otot bisep kekar dan perut sixpack seperti tubuh Ryuunosuke. Padahal menurut Bella tubuh Gaku suka cukup ideal.
"Anggap saja sebagai cheating day. Penghargaan kecil untuk kerja kerasmu hari ini." Bella mengulurkan tangan meraih puncak kepala Gaku dengan mudah karena posisi mereka sedang duduk. Rambut abu milik Gaku diusap pelan sambil mengucapkan, "terima kasih atas kerja kerasnya hari ini, kau sangat hebat."
Gaku mendadak diam. Matanya membelalak seolah kaget. Ujung bibirnya seolah ingin menyunggingkan senyum tapi malu-malu. Semburat merah menghias wajah.
"Ada apa?" tanya Bella melihat gelagat aneh dari kekasihnya.
"Ah, tidak." Gaku mengalihkan pandangan, "sudah lama sejak aku mendengar seseorang mengatakan itu."
Bella memiringkan kepala.
"Biasanya aku mendengar dari anak-anak TRIGGER. Tapi mendengar secara pribadi dan diusap seperti ini aku merasa sedikit emosional."
Bella memandang Gaku lama. Gadis penyuka es krim itu lantas teringat kisah lama yang Gaku pernah ceritakan dengan melankolis. Kisah seorang anak kecil yang selalu menginginkan perhatian ayahnya. Anak kecil yang masih polos hanya berharap ayahnya mengatakan bahwa dia adalah anak yang hebat bahkan hanya setelah ia menyelesaikan satu PR matematika.
Bella kembali mengacak rambut Gaku kali ini dengan sedikit bar-bar ala viking. Gaku memundurkan kepalanya, tapi Bella hanya terkekeh pelan kemudian menarik Gaku ke dalam pelukan. Bibirnya yang dekat dengan telinga Gaku berbisik pelan.
"Tidak apa-apa. Gaku-san boleh bersikap kuat dan tegar di hadapan papa Yaotome, tapi di depanku kau boleh bersikap manja dan kekanakan." Bella mengusap pelan punggung Gaku. Mendengar ujaran Bella, pemuda itu membalas pelukan kekasihnya. Menghirup dalam aroma lavender yang tercipta dari wangi sabun mandi kesukaan Bella.
"Itu tidak terlihat seperti pria sejati yang terlihat lemah di hadapan wanita." ujar Gaku. Tapi sebelum Bella melepas pelukan dan memberinya nasehat panjang lebar, Gaku segera melanjutkan, "tapi kalau denganmu, aku tidak masalah."
Bella menyunggingkan senyum uas dan kembali memberikan pelukan untuk menenangkan Gaku. Tak lama gadis Islandia itu terkekeh pelan. Gaku melepas pelukan untuk memandang aneh pada Bella.
"Kenapa kau tertawa?"
"Tidak aku hanya ingat dengan Emil. Aku merasa pernah mengatakan hal yang sama pada Emil." ujar Bella.
Gadis itu menceritakan kisah adiknya yang jika diingat sebelas dua belas dengan kisah Gaku. Dimana Emil harus selalu menjadi anak yang kuat dan tegar sebagai seorang laki-laki. Didikan ayahnya yang berdarah viking membuat Bella dan Emil harus kuat melalui banyak masalah. Bella mungkin bisa tegar, tapi Emil sebagai anak bungsu tidak bisa dididik dengan keras. Pada dasarnya gen Emil menurun dari ibu mereka yang lemah lembut khas Jepang. Pada akhirnya di malam ayahnya telah terlelap di pelukan ibunya, Emil diam-diam ke kamar Bella untuk mengadu dan merengek. Bella akan mengeluarkan kalimat yang sama dengan yang dia ucapkan kepada Gaku barusan sambil mengusa puncak kepala Emil.
Giliran Gaku menyunggingkan senyum, "aku paham kenapa Emil masih belum mau menerimaku, padahal ayah dan ibumu sudah menerimaku. Kalau jadi Emil aku pasti tidak rela kakak kesayangannya diambil orang lain."
"Emil beruntung punya kakak sepertimu." Gaku menundukkan kepala. Meski mengatakan begitu seperti ada rasa iri terhadap Emil. Gaku merupakan anak tunggal yang tidak punya saudara yang bisa diajak berbagi suka dan duka.
"Tapi kalau Gaku-san tidak dididik seperti yang papa Yaotome lakukan, kau tidak akan sekuat sekarang. Gaku-san yang tegar dan selalu berpikiran positif. Kau tahu itu yang aku suka dari darimu."
Gaku mengalihkan pandangan sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal. Sebagai pengalih atas rasa malu dan bahagia seperti ada kupu-kupu terbang di dalam perut setelah dipuji oleh kekasih hati. Bella memang selalu paham bagaimana memberi makan ego Gaku.
"Sepertinya aku harus mandi sekarang." ujar Gaku kemudian beranjak meninggalkan Bella dan sobanya yang tinggal mangkoknya saja.
Bella terkekeh. Gaku sangat mudah untuk dipuji. Sifatnya tidak jauh berbeda dengan Emil. Hanya saja Emil terlalu malu-malu dan Gaku terlalu percaya diri.
"Aku sudah siapkan powder bath kesukaanmu."
Gaku menoleh dan mengucapkan, "terima kasih.", dengan mata abu yang berbinar.
Bella membersihkan mangkuk sembari menunggu Gaku selesai mandi. Rebahan sebentar di sofa sambil membalas beberapa pesan pribadi yang masuk.
Gaku keluar ruang mandi dengan wajah segar. Seperti beban hidupnya hari itu melayang sirna. Ia melihat lampu ruang tamu masih menyala tapi terasa sunyi. Sosok Bella tidak nampak suara maupun rupa. Berjalan masuk ia langsung mendapati Bella telah terlelap di sofa dengan tangan masih menggenggam ponsel dengan layar masih memutar rabbitube episode Gaku. Katanya dia suka melihat Gaku ketika sedang memakai penutup mata konyol itu. Bella sedang terpikirkan untuk membuat konten serupa walau hanya untuk konsumsi pribadi. Terlalu riskan untuk diunggah secara publik.
"Ini sudah kesekian kali kau memutar video yang sama." gumam Gaku sambil mencolek pelan hidung Bella yang bisa dibilang mancung. Gadis itu mengerang pelan.
"Ayo pindah, nanti masuk angin."
Sebagai pria sejati tak mungkin membangunkan gadis yang sedang terlelap dalam mimpi dengan damai. Pelan-pelan menggotong tubuh ramping Bella dan membawanya kembali ke kamar.
Gaku ikut berbaring di samping Bella usai mematikan lampu utama dan menyalakan lampu tidur yang berbentuk karakternya. Kolaborasi TRIGGER dengan salah satu produk elektronik. Ruangan yang gelap kini menjadi sedikit remang-remang. Setidaknya Gaku bisa melihat wajah damai Bella ketika tidur.
Rambut kemerahan yang terurai menggelitik jamari Gaku untuk memilin dan mengelusnya.
"Kau tahu, tidak hanya Emil yang beruntung tapi aku juga beruntung bisa memilikimu." Sebelum menarik selimut, Gaku mengecup pelan dahi Bella yang sedang mengecap. Sepertinya mimpi sedang makan. Terdengar dari suara mengigaunya yang mengatakan "satu porsi lagi..."
"Bahkan dalam mimpi masih memikirkan makan." Gaku terkekeh, kemudian mengucapkan, "Selamat tidur, Bella."
***
Selesai
Penjelasan riddle
"Roti adalah roti, roti apa yang tidak bisa dimakan?"
パンはパンでもたべられないパンはなに?
Pan wa pan demo taberarenai pan wa nani?
Dalam bahasa Jepang, roti adalah pan. Jawaban dari pertanyaan tersebut adalah penggorengan dimana dalam bahasa Jepang adalah furaipan.
Cerita ini berdasarkan ada rabbichat 16 Idol Album edisi Yaotome Gaku
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top