Chapter 02. "Cupid"
Reza terbangun dengan perasaan menekan yang sangat tidak nyaman di seluruh tubuhnya. Kepalanya berdenyut-denyut nyeri. Namun dipaksakannya membuka mata, hanya untuk menemukan dirinya berada di tempat asing.
Samar-samar ia mengasosiasikan tempat itu sebagai sebuah gudang tua. Mungkin sudah lama ditinggalkan. Posisi tubuhnya sendiri, sekarang ini tengah terbaring telungkup, dengan kepala tertoleh ke kiri. Dan tepat di arah pandangnya, terlihat pintu gudang yang terbuka lebar. Meskipun begitu, tidak terlihat seorang pun berlalu-lalang.
Pemuda berjaket hitam itu berusaha bangkit. Berat sekali rasanya. Sampai beberapa detik lewat, ia hanya sanggup mengangkat tubuh bagian atasnya sedikit. Pada saat itu pula, ia baru melihat ke arah lain, dan baru menyadari beberapa hal.
Pertama, ada cahaya samar menyelimuti dirinya. Merah muda warnanya. Butuh waktu satu-dua detik bagi Reza untuk menyadari bahwa tekanan yang sejak tadi mengganggunya, berasal dari cahaya aneh itu.
Kedua, Power Stone Hitam pada changer berbentuk gauntlet yang terpasang di tangan kanannya, sejak tadi berkedip-kedip memancarkan cahayanya. Kombinasi unik dari warna hitam dan keemasan.
Ketiga, ternyata ada seseorang di dekatnya! Tepatnya seorang gadis cantik dengan rambut hitam lurus sebahu. Ia mengenakan gaun one-piece berwarna merah muda yang lembut, dengan lengan tiga-perempat, serta bagian rok sedikit di atas lutut. Sederhana saja, hanya ada sedikit aksen tali kain berwarna hitam selebar dua sentimeter di bagian pinggang, tampak seperti sabuk. Berpadu dengan gaun itu, legging warna hitam, plus sepatu tanpa hak yang sewarna dengan gaun, merah muda.
"Oh! Sudah bangun?" tiba-tiba gadis itu berkata, sementara Reza masih terheran-heran.
Posisi sang gadis sejak tadi tidak berubah. Berjongkok di depan Reza dengan memeluk lutut, sambil mengamati Power Stone Hitam. Reza mengingatnya sebagai gadis yang bersama dengan Rexor!
"Kamu ... ?!" ucapan Reza terputus. Sementara ia ―sekali lagi― berusaha bangkit. Akhirnya pemuda itu hanya mampu duduk, dengan tangan kanan bertumpu ke lantai, dan helaan napas yang terlihat berat.
"Kama Ratih," gadis itu berkata, masih sangat tenang. "Itu namaku. Panggil saja Ratih."
"Ratih," ulang Reza, sambil menatap gadis itu. Sama dengan suaranya, wajah sang gadis pun begitu tenang. Ekspresinya tak terbaca. "Kenapa ... kamu membantu VUDO?"
"Hmmm ... ," gadis itu menatap Reza dengan tatapan lurus, lalu tersenyum polos. "Karena dunia ini membosankan. Aku jadi ingin menjahilinya sedikit."
Jawaban yang sungguh membuat Reza tersentak.
Gadis bernama Ratih itu kemudian bangkit, berdiri di hadapan Reza dengan menautkan kedua tangan di belakang tubuhnya.
"Hei ... Kenapa kamu terus melawan?" Ratih bertanya. "Power Stone Hitam itu juga. Padahal kalau menyerah, kamu tidak akan kesakitan lagi."
"Kamu ... tahu tentang Power Stone?"
"Tentu saja! Rexor sudah memberitahuku semuanya," sambil berkata, Ratih terus menatap Reza. "Di dalam tubuhku sekarang juga ada satu."
"Apa―?" sekali lagi ucapan Ratih membuat Reza tersentak. "Jangan-jangan ... Power Stone Sintetis?!"
"Benar sekali!"
"Tapi ... kamu tidak berubah menjadi monster ... meskipun ditanamkan Power Stone Sintetis?"
"Monster?" Ratih mengerutkan kening. "Memang biasanya begitu, ya? Aku tidak tahu. Yang jelas, berkat Power Stone Sintetis, aku bisa melakukan banyak hal menarik."
Setelah mengucapkan itu, sosok Ratih lenyap, lalu muncul lagi di tempat-tempat lain secara acak, tetapi masih di dalam gudang. Terakhir, ia kembali lagi ke tempatnya semula.
"Teleportasi?" kata Reza.
"Betul," Ratih menyahut. "Tapi yang lebih menarik adalah ... aku jadi punya kekuatan untuk mengendalikan emosi manusia."
"Emosi? Itukah yang sudah ... kamu lakukan padaku?" Reza berkata lagi. "Jadi ... bukan mengendalikan pikiran?"
"Emosi lebih dalam daripada pikiran," sahut Ratih. "Bisa mudah lepas kontrol. Mudah dipengaruhi. Mudah dipermainkan. Tapi bisa juga ... jadi sangat merepotkan. Seperti kamu."
SET.
Tiba-tiba Ratih mengarahkan telapak tangan kanannya lurus-lurus ke arah Reza.
"Aku penasaran," katanya kemudian, "'drama' ini akan jadi semenarik apa ..."
Dari tangan kanan Ratih, memancarlah cahaya merah muda. Langsung bereaksi dengan Reza, hingga cahaya samar yang sejak tadi masih menyelimuti tubuh pemuda itupun, serta-merta menguat.
"Apa yang kamu lakukan―Aakh!?"
Ucapan Reza terputus. Tekanan pada tubuhnya bertambah berkali-kali lipat, hingga ia kembali roboh ke lantai gudang yang dingin. Ratih pun tidak mengatakan apa-apa lagi. Hanya cengkeraman kekuatannya yang semakin tajam menyakitkan. Merenggut sisa-sisa tenaga Reza untuk melawan. Kemudian, perlahan tapi pasti, merenggut kesadarannya.
Amestina Seraphine.
Siapa yang tak mengenal sosoknya? Seorang wanita cantik, pengusaha sukses yang memiliki bisnis perhiasan batu permata terkemuka di kota ini. Wajar jika orang-orang memandangnya dengan dengan tatapan kagum.
Yah, asal tidak ada yang tahu saja, kalau 'Amestina Seraphine' sebenarnya hanyalah kedok Lady Mossa untuk mempermudah aksesnya dalam pencarian Power Stone. Di balik kecantikan dan penampilannya yang selalu modis, Tina ―begitulah ia biasa disapa― menyembunyikan sosok seorang panglima perang Kerajaan VUDO yang dingin dan bengis. Tak segan menyiksa dan mempermainkan orang lain demi mencapai tujuannya. Tak ragu memanfaatkan apapun dan siapapun demi mendapatkan keinginannya.
Karena itulah, ketika terjadi hal yang sebaliknya, ia meradang. Sekarang ini, sebuah panggung pertunjukan telah tercipta. Dan dirinya adalah salah satu boneka yang digerakkan di dalamnya. Oleh siapa lagi, kalau bukan Rexor!
Tina mendengus kesal sambil menggebrak meja rias di dalam kamarnya. Beberapa alat kecantikan jatuh berantakan di atas meja, dan sebuah lipstik menggelinding hingga akhirnya terjun bebas ke lantai. Namun hal itu tak membuat Tina beranjak dari kursinya. Ia tetap diam dengan rahang terkatup rapat. Menatap bayangannya sendiri di cermin, dengan sorot mata berkobar-kobar. Meski begitu, Tina saat ini tak memperhatikan apapun. Sebab pikirannya tengah melayang kembali ke peristiwa beberapa jam sebelumnya.
Setelah dirinya gagal melenyapkan Satria Bima X gara-gara kemunculan mendadak Satria Torga, lalu kembali ke pesawatnya, Rexor muncul bersama gadis bumi itu. Kama Ratih. Masih jelas dalam ingatan Tina, bagaimana Rexor tampak sangat puas dengan Power Stone Sintetis ciptaannya kali ini yang begitu sinkron dengan Ratih. Belum lagi, Ratih, yang seolah tahu benar keinginan Rexor. Gadis itu bagaikan partner yang bisa mendukung permainan Rexor dengan sempurna. Dan itu sangat menyebalkan!
Padahal sebelumnya, Power Stone Sitentis itu tidak lebih dari produk gagal! Rexor mengklaim bahwa ciptaannya kali ini adalah Power Stone Sintetis terkuat dari semua Power Stone Sintetis yang pernah dibuatnya. Bahkan katanya mendekati kekuatan Power Stone sejati. Akan tetapi, apa gunanya itu, kalau tak seorang pun mampu menggunakannya?
Meski sudah diujicobakan pada Kranion dan para monster, semuanya gagal. Power Stone Sintetis itu tidak bisa menyatu. Entah apakah karena mendekati Power Stone sejati, Power Stone Sintetis itu jadi ikut-ikutan memilih pemiliknya seperti Power Stone yang asli. Padahal seharusnya Power Stone Sintetis bisa ditanamkan pada siapapun.
Merepotkan saja!
Setelahnya, Rexor tidak pernah lagi membicarakan Power Stone Sintetis bercahaya merah muda itu. Tina pun nyaris melupakannya. Hingga suatu hari, tiba-tiba Rexor memperkenalkan Ratih sebagai pemegang Power Stone Sintetis itu. Orang bumi. Dan dia tidak berubah menjadi monster meskipun ditanamkan Power Stone Sintetis ke dalam tubuhnya. Tidak masuk akal. Terlalu aneh sampai-sampai Tina menanggapinya skeptis. Namun Rexor malah berkata, justru itulah yang menarik.
Apanya?
Lady Mossa alias Tina, sama sekali tidak bisa mengerti jalan pikiran Rexor. Meskipun, memang, saat pertama kali bertemu, gadis bumi itu mengatakan sesuatu yang sangat mengusiknya.
"Dunia ini membosankan."
Orang macam apa dia?
Di mata Lady Mossa, Ratih hanya bersenang-senang dan berbuat sesuka hatinya. Menurut Rexor, berkat Power Stone Sintetis itu, Ratih jadi memiliki kemampuan teleportasi dan kekuatan untuk mengendalikan emosi orang. Ia lalu berkeliling mengganggu orang-orang.
Konyol!
Namun Rexor membiarkan saja gadis itu membuat kekacauan-kekacauan kecil yang tidak terlalu signifikan. Membuat pasangan kekasih bertengkar. Membuat persahabatan putus. Membuat orang mengatakan atau melakukan sesuatu di luar kehendaknya.
Lady Mossa sudah bosan melihatnya, ketika tiba-tiba Rexor punya ide untuk menggunakan kekuatan itu pada Satria. Tidak. Pasti sejak awal memang itu rencana Rexor. Tentu saja! Dia bisa membuat Satria menjadi jahat, atau menjadikannya budak Kerajaan VUDO. Sangat luar biasa, bukan?
Jadilah, Lady Mossa mendapatkan Satria Azazel yang bisa dimanfaatkannya untuk melenyapkan Satria Bima X. Sayangnya, pengaruh pada Satria Garuda pemilik kekuatan kegelapan itu, tidak bertahan lama. Namun, pada saat itulah, lagi-lagi Ratih melakukan sesuatu yang mengejutkan.
"Kamajaya," di dalam kapal perang Lady Mossa waktu itu, Ratih berbisik.
Detik berikutnya, energi yang sangat besar tercipta di tangan Ratih, membentuk sebuah busur dan anak panahnya. Tidak berwujud fisik yang jelas, hanya berupa cahaya berwarna merah muda. Lalu, Ratih mengarahkan mata panahnya kepada Satria Azazel yang tengah terduduk lemas dan telah kembali ke wujud manusianya, Reza Bramasakti. Ratih sama sekali tidak goyah walaupun membidik sesama manusia. Bahkan ekspresinya tak berubah sedikit pun saat akhirnya ia melepaskan anak panah itu!
Rupanya Reza benar-benar tidak bisa bergerak, apalagi menghindar. Anak panah cahaya itu tepat menghunjam jantungnya, lalu menghilang. Pemuda itu langsung jatuh tertelungkup sembari merintih kesakitan, sementara cahaya merah muda menyelimuti tubuhnya dengan cara yang tidak menyenangkan. Power Stone Hitam tampak berkedip-kedip, seperti berusaha melawan kekuatan Ratih di dalam cahaya merah muda itu. Tak perlu waktu lama, Reza sudah jatuh pingsan, meskipun cahaya kekuatan Ratih dan Power Stone Hitam masih terus berperang di dalam tubuhnya.
"Huh! Tangguh juga dia," cibir Lady Mossa saat itu demi melihat Power Stone Hitam yang masih belum kehilangan cahayanya. "Apa kaupikir ini akan berhasil ... Rexor?"
Rexor hanya terkekeh.
"Kamaratih," tiba-tiba terdengar Ratih berbisik lagi.
Sama seperti tadi, busur panah cahaya muncul di tangannya. Kali ini, mata panah terarah kepada Lady Mossa. Langsung dilepaskan, sebelum satu-satunya panglima perang wanita VUDO itu, sempat bereaksi.
"Apa yang kaulakukan?!" jerit Lady Mossa.
Cahaya merah muda itu menyelimutinya. Mencengkeramnya dengan kuat, seperti berusaha mengambil-alih dirinya.
"Biarkan saja, jangan dilawan," Rexor berkata dengan tenang. "Ini tidak akan berakibat buruk. Percayalah padaku."
Meskipun kesal dan setengah tidak percaya, akhirnya Lady Mossa menuruti ucapan Rexor. Segala tekanan yang dirasakannya pun lenyap, bersamaan dengan hilangnya cahaya yang menyelimuti dirinya. Seperti tidak terjadi apa-apa.
"Apa maksudnya ini?!" tuntut Lady Mossa.
"Apa kau tahu kisah Kamajaya dan Kamaratih?" tanya Ratih tiba-tiba.
"Huh! Mitos makhluk bumi, ya?" sahut Lady Mossa.
"Mereka adalah dewa dan dewi cinta dalam mitologi Jawa Kuno," kata Ratih. "Sekaligus lambang dari 'cinta' itu sendiri. Dengan kedua anak panahku tadi, kau Lady Mossa dan Satria Azazel akan kujadikan 'pasangan'."
"Hah?"
Ratih tertawa kecil. "Dia akan rela melakukan apapun untukmu."
"Ap-Apa―?!" Lady Mossa terdiam, lalu tersentak begitu menyadari sesuatu yang lain. "Kau juga menembakkan panah kepadaku! Berarti, aku juga bisa melakukan apapun untuk―dia!"
"Apa boleh buat," Ratih menyahut enteng. "Untuk menciptakan pengaruh yang kuat, cinta itu harus dua arah."
"Jangan khawatir," Rexor menyambung. "Lady Mossa, aku tahu, kau mencintai dirimu dan posisimu lebih dari apapun. Aku yakin, harga dirimu tidak akan membiarkanmu melakukan sesuatu yang mengkhianati Kerajaan VUDO. Meskipun di bawah 'mantra' dewi cinta ini."
Lagi-lagi Lady Mossa mendengus sinis.
"Kalau begitu, Satria Azazel juga sama!" katanya. "Dia adalah Satria pelindung bumi. Aku tidak heran kalau dia mencintai bumi lebih dari apapun, termasuk dirinya sendiri. Dasar tidak berguna!"
"Karena itulah," sahut Rexor, "perlu sedikit trik. Kau harus ikut bekerjasama."
"Hah?!"
Amestina masih duduk di depan meja rias di kamarnya. Sekali lagi, ia mendengus kesal. Jengkel, mengingat dalam entah berapa hari ke depan, ia harus mengikuti skenario Rexor dan Kama Ratih itu.
"Aah! Sial!" rutuknya. "Enak saja mereka menyuruhku seperti itu! Lagipula, kenapa aku harus mengikuti kata-kata bocah itu?!"
Yah, meskipun itu atas perintah Rexor. Rencananya sekarang adalah: Amestina harus mendekati Reza Bramasakti.
"Tapi ... aku harus apa sekarang?"
Ray duduk terpekur di tepi tempat tidur. Sendirian di dalam kamarnya. Tatapannya menerawang, sementara kenangannya melayang kembali ke beberapa kejadian sambung-menyambung, yang kini telah menciptakan satu masalah pelik.
Awalnya hanya pertempuran seperti biasa melawan VUDO. Tepatnya, ia bersama Reza menghadapi segerombolan Kranion yang mengacau di tengah-tengah kota. Orang-orang berlarian panik. Meski sudah berubah wujud menjadi Bima X Flame Mode dan Azazel, kedua Satria tetap harus ekstra hati-hati, dengan memprioritaskan keselamatan warga kota.
Di tengah-tengah situasi kacau itulah, sebuah serangan entah dari mana, mengincar Bima X dari arah belakang. Kejadiannya terlalu cepat. Bima X sendiri hanya sempat mendengar Azazel berseru, "Kakak, awas!"
Bima X berbalik, tetapi sudah sangat terlambat untuk melakukan apapun. Tahu-tahu Azazel sudah berdiri di depannya, menghalangi serangan itu. Merelakan punggungnya sendiri yang menjadi sasaran menggantikan sang kakak.
"Reza!" Bima X berseru sambil menahan tubuh Azazel yang roboh ke arahnya. Mengikuti jatuhnya, hingga mereka berdua akhirnya dalam posisi berlutut. Azazel tertunduk dengan tangan kanan menumpu ke tanah, seperti kesakitan. Kemudian, tiba-tiba saja, sesuatu menyelimuti seluruh tubuhnya. Cahaya misterius berwarna merah muda yang entah dari mana asalnya.
"Apa ini?" Azazel berkata, pelan dan tertahan. Sementara Power Stone Hitam pada changer-nya mulai berkedip-kedip.
"Apa yang terjadi?" kata Bima X. Ia juga bisa merasakan suatu kekuatan yang cukup besar dalam cahaya merah muda itu. Dan Power Stone Hitam seperti sedang melawannya.
Meskipun khawatir, Bima X sepenuhnya menyadari bahwa mereka masih di tengah-tengah pertempuran. Masih ada orang-orang yang harus dilindungi. Iapun melihat berkeliling. Untunglah, hanya tinggal sedikit warga kota yang masih ada di area itu, dan mereka juga berusaha untuk pergi ke tempat yang lebih aman. Kranion yang tersisa pun tinggal beberapa lagi.
"Helios, tolong ya," ujar Bima X sambil melepaskan pedang yang sedari tadi ada di dalam genggamannya. Pedang garuda Helios, segera terbang berputar-putar sambil menebas para Kranion. Satu-persatu, hingga tak bersisa.
Sementara itu, Bima X mendekatkan Power Stone Merah miliknya kepada Power Stone Hitam. Mencoba menyalurkan kekuatan untuk membantunya. Namun rupanya cahaya misterius itu masih terlalu kuat. Baru saja Bima X berpikir untuk mengirimkan energi yang lebih besar, tiba-tiba saja Azazel menepis tangannya, sebelum akhirnya bangkit perlahan.
"Reza?"
Bima X ikut bangkit, hingga akhirnya berdiri berhadap-hadapan dengan Azazel. Untuk beberapa saat, Azazel tidak bergerak maupun bersuara. Hanya menunduk. Sampai akhirnya Power Stone Hitam tidak lagi memancarkan cahaya. Begitu pula cahaya merah muda yang sejak tadi terus menyelimuti dirinya, akhirnya padam.
Bima X terdiam. Mungkin seharusnya ia merasa lega, tetapi sekarang dirinya malah merasakan 'bahaya', meskipun tidak yakin dari mana sumbernya. Iapun menunggu. Hanya untuk mendapati Azazel yang tiba-tiba melepaskan pukulan ke arahnya!
"Reza! Apa yang kamu lakukan?!" sambil menangkis serangan, Bima X berseru. "Hentikan!"
Namun, Azazel terus menyerang, hingga tercipta pertarungan jarak dekat antara kedua Satria Garuda. Bima X sendiri lebih banyak mengelak dan bertahan. Akan tetapi, tak lama kemudian, Azazel melepaskan pukulan dilapisi energi yang bersumber dari Power Stone miliknya, sehingga Bima X harus menghadapinya dengan cara yang sama.
Api melawan kegelapan!
Baik Bima X maupun Azazel terdorong mundur beberapa langkah ke belakang, setelah kepalan mereka beradu. Jarak tercipta. Namun, Azazel belum juga berhenti.
"Dark Shoot!"
Bola energi kegelapan ditembakkan dari tangan kanan Azazel. Sekali lagi, Bima X mengkonsentrasikan energi, sehingga api berkobar di tangan kanannya. Iapun ambil ancang-ancang, lalu melepaskan pukulan dengan kekuatan penuh ke arah Dark Shoot yang mengincarnya. Menghancurkan bola energi itu sekali pukul!
Kemudian, pertarungan terhenti.
"REZA!!" Bima X mencoba memanggil nama sang adik sekali lagi.
Kali ini, Azazel tersentak. Lalu tiba-tiba ia jatuh berlutut sambil memegangi kepalanya dengan sebelah tangan. Merintih kesakitan. Melihat itu, Bima X berlari mendekat tanpa pikir panjang. Namun, langkahnya terhenti, ketika mendadak Lady Mossa dalam wujud Great Monster, muncul di sebelah Azazel dengan teleportasi.
"Pertunjukan yang menarik, Satria Garuda bersaudara," Lady Mossa berkata sinis, "Bima X dan Azazel!"
"Lady Mossa!" kata Bima X. "Jangan-jangan ini ulahmu!?"
Lady Mossa tertawa.
"Permainan baru dimulai, Satria Bima," katanya kemudian. "Bersiap-siaplah!"
Setelah itu, Lady Mossa pergi berteleportasi dengan membawa serta Azazel.
"REZA!!!"
Ray menghela napas di keheningan kamarnya. Yang terjadi tak lama setelah itu adalah pasukan Kranion yang mengacau di taman kota. Kemudian Torga datang menolong dirinya yang terdesak ketika harus menghadapi Lady Mossa dan Azazel sekaligus. Tangan Ray sontak terkepal saat ia teringat Azazel yang menebaskan Taranis kepadanya. Sekali, dua kali, dan tebasan ketiga yang terhenti.
Kenapa?
Tatapan mata Ray menajam. Iapun beranjak dari tempat tidurnya. Lalu mengambil changer dan Power Stone miliknya dari meja kecil di samping ranjang.
Sementara itu, Randy bersama Rena sedang menerima kedatangan Dimas dan Ricca di ruang tamu. Rupanya mereka langsung mampir setelah menyelesaikan urusan di Lab Akhsara Corp, lantaran mencemaskan kondisi Ray.
"Ray sudah membaik, kok," kata Randy, mencoba menenangkan. "Tapi sekarang dia masih istirahat di kamar."
"Syukurlah kalau begitu," sahut Dimas. "Tapi kalau mendengar cerita Ray, sepertinya memang benar, ya ... Ini pasti ulah VUDO!"
Ricca yang duduk di samping Dimas, mengangguk-angguk setuju.
"Kira-kira apa yang mereka lakukan pada Reza, ya?" tanyanya.
"Bukannya dulu pernah ada kejadian seperti ini?" sambung Dimas.
Randy mengangguk, lalu menyahut, "Dulu Rasputin pernah membuat Reza menjadi Azazel yang jahat."
"Gara-gara itu, Kak Ray sempat bertarung mati-matian melawan Kak Reza!" Rena ikut berkata dengan emosi tertahan dalam suaranya.
"Cuci otak, ya? Mungkin sekarang juga sama," komentar Dimas.
"Atau mungkin," Ricca menyambung, "mereka hanya mengendalikan tubuhnya, dengan menghilangkan kesadarannya?"
"Apapun itu, akan berat bagi Ray," lanjut Dimas. "Kalau Azazel muncul lagi dan kami terpaksa bertarung, maka ... aku yang akan menghadapinya!"
Ucapan penuh tekad dari Dimas ini membuat suasana menjadi sedikit tegang.
"Reza masih berjuang sampai sekarang," seseorang tiba-tiba bicara, mengejutkan semua yang ada di situ. Merekapun menoleh ke arah sumber suara, dan melihat Ray tengah berjalan pelan dari arah kamarnya.
"Ray! Kenapa kamu bangun?" Randy langsung bangkit menghampiri adik angkatnya itu. Melihat Ray yang sudah rapi dan memakai jaket, iapun bertanya, "Kamu mau ke mana?"
"Aku harus mencari Reza, Kak."
Tepat setelah mengatakan itu, Ray limbung. Untunglah ada Randy yang menahan tubuhnya.
"Tapi Kak Ray 'kan masih sakit!" Rena ikut mendekat. Lalu bersama Randy setengah memaksa Ray untuk duduk di sofa.
"Ray, soal Reza, serahkan saja padaku," Dimaspun berkata. "Oke?"
"Tapi ..."
Kata-kata Ray terputus. Pemuda itu mendadak terdiam, dengan mata terpaku ke satu titik. Dimas dan yang lain tentu saja heran, sehingga spontan mengikuti arah pandang Ray. Ke arah pintu depan.
Seseorang tengah melangkah masuk ke dalam rumah. Kehadirannya yang tiba-tiba dan di luar dugaan, benar-benar mengejutkan Ray dan kawan-kawan.
"Reza?!"
Bersambung ...
Fanfic: Heidy S.C. 2016©
Fandom: Satria Garuda Bima X; RCTI, Ishimori Pro. 2014-2015©
=======================================================
Author's Note
Lebih banyak rangkaian flashback. DAN perkenalan tokoh original ciptaanku di fanfic ini: Kama Ratih.
Pastinya pada bertanya-tanya, 'kan, kenapa di mulmed kupasang gambar Kanon Fukami (dari serial Kamen Rider Ghost)? Yang memperhatikan deskripsi karakter, mungkin sudah menyadarinya. Ya, imej Ratih memang kubuat berdasarkan Kanon, paling enggak secara penampilan fisiknya. Tapi ... bisa dibilang, Ratih itu seperti "versi negatif" dari Kanon.
Nega-Kanon, hehehe ... :3 //gak gitu juga
Oke deh. Sampai jumpa lagi di chapter selanjutnya~! \(^o^)
Surakarta, 17 September 2016
Heidy S.C.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top