Chapter 01. Awal Pertempuran

"Haaah ... Akhirnya kita pulang juga!"

Kalimat itu diucapkan oleh Dimas Akhsara―bos perusahaan multinasional Akhsara Corporation―begitu mobil mewah yang dinaikinya mulai meluncur meninggalkan bandara. Ia sendiri langsung bersandar santai ke kursi penumpang, tepat di belakang pengemudi mobil yang tak lain dan tak bukan adalah Sugi, sopir pribadinya.

"Ah, Master ini. Kita 'kan perginya cuma dua hari."

Suara lembut yang menanggapi ucapan Dimas barusan, berasal dari gadis cantik berambut panjang sebahu yang duduk tepat di sampingnya. Ia adalah asisten Dimas yang turut serta dalam perjalanan kali ini.

"Ricca," Dimas menyebut nama sang asisten. "Biar cuma dua hari, tapi 'kan jauh juga. Ke Jepang. Mana jadwalnya padat sekali. Rasanya seperti seminggu!"

Ricca tertawa kecil, lalu berkata, "Ya bagus 'kan, Master. Artinya calon rekanan kita benar-benar serius. Tapi ... sayangnya belum ada kesepakatan resmi, ya ..."

"Tidak apa-apa," sahut Dimas. "Memang sih, Kureshima-san itu sepertinya mempertimbangkan banyak hal. Tapi dia masih muda dan berpandangan jauh ke depan. Pembicaraan selama dua hari kemarin juga arahnya positif. Aku yakin, tinggal tunggu waktu sampai perusahaan kita bisa menjalin kerjasama di bidang teknologi dengan Yggdrasil Corporation."

Ricca mengangguk setuju. Ia lalu ikut bersandar santai ke kursi, sambil sedikit meregangkan tubuh.

"AH!" tiba-tiba Dimas berseru, mengejutkan Ricca dan Sugi.

Melihat Dimas mendadak menegakkan badan, Ricca ikut duduk tegak. Mendekati tegang. Sedangkan Sugi, untungnya masih bisa fokus di belakang kemudi.

"A-Ada apa, Master?" tanya Ricca, masih deg-degan.

"Aku lupa!" sahut Dimas. "Sugi, kita mampir dulu ke rumah Randy. Mengantar oleh-oleh."

"Baik, Master," Sugi menyahut sigap.

"Ya ampun, Master ... Kirain ada apa!" kata Ricca sambil menghela napas. "Tapi, apa tidak sebaiknya kita pulang dulu? Memangnya Master tidak capek?"

"Tidak apa-apa, sebentar saja. Sekalian lewat, 'kan?" jawab Dimas. "Daripada nanti-nanti, malah tertunda terus. Sore ini aku harus ke Lab Akhsara Corp. Besok juga ada rapat, sekalian laporan hasil lawatan ke Jepang. Ya, 'kan?"

"Iya betul, Master," Ricca hanya menyahut singkat.

Sementara dalam hati gadis itu, dan Sugi juga, kompak terlintas: 'Tumben inget!'



Taman Kota, tak terlalu jauh dari kediaman keluarga Iskandar.

Tempat itu dipenuhi pengunjung. Pria wanita, tua muda, besar kecil. Cukup ramai, karena ini adalah akhir pekan. Namun, kegembiraan di tempat itu telah terusik oleh sepasukan Kranion -prajurit VUDO- yang muncul dan menyerang orang-orang.

Di tengah-tengah para pengunjung taman yang berlarian menyelamatkan diri, ada seseorang yang maju bertarung. Sosok pahlawan dengan armor dominan merah yang dielu-elukan semua orang.

Satria Garuda Bima X!

Satu-persatu para Kranion hancur oleh tendangan dan pukulan berselimutkan api. Akan tetapi, gelombang pasukan Kranion terus muncul menggantikan yang telah lenyap.

'Tidak ada habisnya!' pikir Bima X yang telah menghadapi pasukan prajurit VUDO itu beberapa lama di taman ini. 'Apa mereka mengambil kesempatan selagi aku sendirian? Dimas masih di luar negeri. Dan Reza...'

Bima X sempat mengepalkan tangan, tetap berusaha fokus kepada lawan yang tak henti-henti datang kepadanya. Benar. Dia sudah tidak bisa lagi mengharapkan bantuan Reza sekarang.

"Helios!"

Bima X berseru memanggil partner-nya, pedang garuda Helios, yang langsung muncul di angkasa entah dari mana. Helios terbang berputar-putar sambil menghancurkan para Kranion yang berada di lintasannya.

"Semuanya! Cepat pergi dari sini!" Bima X berseru, masih sambil bertarung sekaligus melindungi orang-orang.

Butuh beberapa waktu lagi sampai semua orang berhasil meninggalkan taman. Pada saat itulah, Bima X memanggil Helios ke tangannya, dan langsung mempersiapkan jurus andalannya.

"Garuda Flaming Slash!"

Api bergulung menyelimuti Helios yang telah menjadi pedang di tangan Bima X. Kemudian api itu dilepaskan, membentuk burung api besar yang melesat ke angkasa, lalu menukik tajam tegak lurus ke arah para Kranion yang bergerombol. Menghancurkan mereka tanpa sisa. Akan tetapi masih ada beberapa Kranion yang berada di luar jangkauan Flaming Slash, segera bergerak mengepung Bima X.

"Blazing Spin!"

Bima X berputar sekali dengan pedang api di tangan, menghancurkan semua Kranion yang tersisa. Akan tetapi, belum lagi ia bisa menarik napas lega, sebuah serangan memelesat cepat menghantamnya!

"Aakh!?"

BRUK.

Bima X langsung jatuh berlutut, tanpa sempat melihat apa yang mengenainya. Yang jelas, serangan itu begitu kuat, menimbulkan rasa sakit yang sontak merenggut kekuatannya. Namun rupanya, ia tak perlu lama bertanya-tanya, sebab sang pemilik serangan tadi segera muncul di hadapannya sambil tertawa.

"Lady Mossa!" sambil berseru tertahan, Bima X bangkit perlahan.

Di hadapannya saat ini, berdiri dengan angkuh, salah satu dari tiga panglima perang Black Lord yang mengemban nama Death Phantoms. Dalam sosok Great Monster-nya yang dominan biru laut, dan mengambil dasar wujudnya dari mossasaurus. Ada keindahan tersendiri yang terpancar. Feminin, elegan, sekaligus mematikan.

"Satria Bima X," Lady Mossa berkata dengan suara wanita yang lembut. Namun mengancam. "Pasti tenagamu sudah melemah setelah pertarungan tadi. Menyerahlah! Serahkan semua Power Stone-mu!"

"Tidak akan!" Bima X menyahut tanpa ragu. Dan penolakan ini membuat lawannya kembali tertawa angkuh.

"Kalau begitu, aku akan menghancurkanmu!"

Lady Mossa membentuk bola energi dari elemen yang dikuasainya, elemen air. Langsung ditembakkannya kepada Bima X dengan kecepatan tinggi. Serangan ini bisa dihindari oleh Bima X. Dan memang, selama beberapa saat ia hanya menghindari serangan-serangan Lady Mossa yang selanjutnya.

"Kenapa kau hanya menghindar, Satria Bima?" Lady Mossa berkata sinis. "Menyedihkan!"

Bima X tidak mempedulikan kata-kata itu. Ia tetap menghindari serangan lawan, tetapi kali ini sambil mencuri kesempatan untuk mempersiapkan Power Stone Biru.

"STORM!"

Suara ini terdengar saat akhirnya Bima X mengganti Power Stone Merah pada changer-nya dengan Power Stone Biru. Mengubah wujudnya dari Flame Mode yang berelemen api, menjadi Storm Mode yang berelemen angin. Wujud dan warna Helios pun ikut berubah. Dari pedang menjadi busur, dari merah menjadi biru.

"Garuda Hurricane!"

Kali ini Bima X membalas serangan dengan menembakkan pusaran angin dari tangannya. Namun hanya mengenai sasaran kosong, karena Lady Mossa tiba-tiba lenyap dari pandangan.

Bima X sudah memperkirakan bahwa lawannya berteleportasi dan akan melepaskan serangan mendadak, mungkin sekali dari belakang. Akan tetapi, ternyata Lady Mossa muncul lagi di hadapannya, tak jauh dari tempat semula. Dan memang benar, langsung melepaskan serangan. Untungnya, Bima X masih cukup sigap, menggunakan kekuatan khusus Storm Mode untuk terbang bebas di udara.

"Garuda Hurricane Blaster!"

Masih sambil melayang beberapa meter dari tanah, Bima X melepaskan jurusnya, berupa energi biru yang diwujudkan menjadi anak panah untuk Helios. Begitu cepatnya, sehingga lawan tak sempat menghindar. Akan tetapi, sebelum anak panah itu mencapai target, seseorang tiba-tiba datang dan menangkisnya dengan sebilah pedang. Lady Mossa pun mengambil kesempatan, melepaskan bola energinya sebelum Bima X pulih dari rasa terkejut. Akibatnya fatal, serangan itu telak menghantam Bima X, sehingga ia langsung terhempas kembali ke bumi.

"Bagaimana, Satria Bima?" Lady Mossa berkata, sembari menjajarkan diri di samping penolongnya. "Apa kau sudah mau menyerah?"

Bima X bangkit kembali, meskipun tubuhnya terasa sakit dan berat. Ia menatap lurus ke depan, fokus kepada sosok yang baru saja datang membantu Lady Mossa. Seketika itu, hatinya bergetar. Bahkan kemudian, nyaris tanpa sadar, ia mundur selangkah.

"Kau sendiri yang paling tahu, bukan?" kata Lady Mossa lagi. "Kau tidak akan bisa menang darinya!"



"Sugi! Kenapa berhenti mendadak?" Dimas berseru memprotes kepada sang sopir. "Bahaya!"

"Maaf, Master," Sugi menyahut. "Di depan ... banyak orang berlarian."

Mendengar ucapan Sugi, Dimas dan Ricca ikut melihat ke depan.

"Wah, benar," komentar Ricca. "Ada apa, ya? Mereka dari arah taman kota, 'kan?"

Dimas segera keluar dari mobil, diikuti Ricca dan Sugi. Ia lalu menghentikan salah seorang yang berlari ke dekat mobilnya, untuk menanyakan apa yang terjadi.

"A-Ada monster di taman!" orang itu menjawab. "Mereka banyak sekali! Bima sedang menghadapinya sendirian!"

Setelah memberi penjelasan singkat, orang itupun kembali berlari pergi.

"Aku harus membantu Bima!" kata Dimas kemudian. "Sugi, Ricca, kalian pergilah duluan ke rumah Randy!"

"Baik, Master."



Hanya butuh beberapa menit, Dimas sudah sampai di area taman. Tempat itu lengang. Dimas menyusuri salah satu jalan setapak. Mendekati jantung taman, samar-samar didengarnya seperti suara pertarungan. Pemuda berkacamata itupun mempercepat langkah, lalu berlari.

Sampai akhirnya ia bisa melihat sosok Bima biru -Storm Mode- di bagian taman yang lebih lapang. Saat itu, Bima X baru saja terkena serangan jarak jauh bertubi-tubi. Namun, Dimas tidak bisa melihat sosok penyerangnya karena terhalang pepohonan lebat.

Tak mau buang waktu, sambil berlari mendekati Bima X, Dimas memasang Power Stone Oranye pada changer miliknya, hingga terdengar suara, "THUNDER!"

"Berubah!"

Energi dari Power Stone Oranye menyelimuti Dimas, mengubah sosoknya menjadi Satria dengan armor suit berwarna dominan kuning, mengambil tema harimau, serta memiliki logo yang membentuk huruf "T" di dada kiri.

Satria Harimau Torga!

"Atlas! Combine!"

Torga memanggil partner-nya yang berwujud harimau keemasan, Atlas, dan langsung menggabungkannya di tangan kanan menjadi meriam tangan. Pada saat itu, ia sudah semakin dekat dengan Bima X, dan melalui celah-celah pepohonan dilihatnya ada sebuah serangan lagi yang sedang melesat ke arah sang Satria Garuda. Samar-samar, ia mengenalinya sebagai bola energi biru milik Lady Mossa.

"Harimau Roaring Thunder!"

Torga masih tepat waktu menembakkan serangan ini dari meriam Atlas. Tepat menghantam bola biru tadi hingga hancur, sebelum mengenai Bima X. Torgapun segera menempatkan diri di depan Bima X dengan sikap siaga penuh.

"Bima, kamu tidak apa-apa?" tanya Torga. Dilihatnya sekilas, Bima X di belakangnya masih berusaha bangkit kembali, tetapi tidak berhasil. Torgapun memfokuskan perhatian ke depan. Namun, sebelum ia benar-benar melihat sosok musuh, sebuah serangan cepat kembali datang.

"Dark Shoot!"

Hanya berkat refleks yang sudah terlatih, Torga berhasil menyambut serangan itu dengan tembakan energi dari meriamnya. Ia akhirnya bisa melihat dengan jelas lawan yang sedang dihadapinya. Dan apa yang dirasakannya sekarang melebihi keterkejutan. Demi melihat sosok yang berdiri bersama Lady Mossa. Yang barusan melepaskan tembakan energi ke arahnya.

Satria Garuda hitam yang di dada kirinya terdapat logo mata garuda membentuk huruf "A".

"A-Apa ... ?" Torga masih berusaha mencerna kejadian tidak masuk akal yang tergelar di hadapannya. "Azazel?!"

"Torga ..."

"Bima, apa yang terjadi?" Torga memotong ucapan Bima X. "Kenapa kalian bertarung?"

Sebelum Bima X sempat menjawab, Azazel kembali menembakkan Dark Shoot berturut-turut, sehingga Torga terpaksa melayaninya dengan meriam Atlas.

"Hentikan! Kenapa kamu menyerang kakakmu sendiri?! Azazel!" seruan Torga ini agaknya sia-sia. "... REZA!"

Di sisi Azazel, Lady Mossa tertawa sinis.

"Percuma, dia tidak akan mendengarmu!" katanya. "Nah, Satria Azazel. Bantu aku ... habisi mereka!"

Azazel bergerak maju, berlari menghampiri Torga dan Bima X dengan pedang garuda hitam Taranis, siap di tangan. Torgapun bersiap. Ia melepaskan Atlas, yang kemudian berlari menyongsong Azazel, siap menerkam. Namun Azazel menghindar dengan melompat melampauinya, lalu mendarat mulus tepat di hadapan Torga. Kedua Satria itupun langsung terlibat pertarungan jarak dekat, satu lawan satu. Dengan Torga yang menggiring pertarungan menjauh dari Bima X.

"Hentikan ... Dimas ... Reza ... !"

Bima X masih belum bisa bergerak. Di samping itu, jujur saja, ia bingung harus melakukan apa. Di sisi lain, dilihatnya Atlas sedang menyerang Lady Mossa. Akhirnya, iapun memutuskan untuk mendukung Atlas, begitu merasa tenaganya sudah mulai pulih.

"Garuda Hurricane Blaster!"

Memanfaatkan celah yang tercipta oleh Atlas, anak panah Hurricane Blaster berhasil mengenai Lady Mossa. Meskipun itu hanya bisa membuatnya terdorong mundur satu-dua langkah.

"Kurangajar, Bima X!"

Lady Mossa menembakkan bola airnya, yang dihindari Bima X dengan berguling ke samping. Sebelum Bima X siap, sebenarnya Lady Mossa sudah akan menyambung serangan lagi, tapi dihalangi oleh Atlas. Berkat itu, Bima X -dalam posisi setengah berlutut- bisa mempersiapkan Hurricane Blaster lagi. Sayangnya, pada saat itulah, konsentrasinya terganggu oleh sesuatu.

Beberapa meter dari area pertarungan Bima X-Lady Mossa-Atlas, Torga dan Azazel masih bertempur dengan sengit. Torga terlihat menyerang tanpa ragu-ragu. Meskipun tampaknya masih menahan diri supaya serangannya tidak berakibat terlalu fatal. Akan tetapi, Torga tidak yakin sampai kapan bisa tetap seperti itu. Baru kali ini ia berhadapan dengan Azazel. Dan akhirnya ia bisa merasakan sendiri bahwa Azazel benar-benar lawan yang tidak bisa diremehkan.

Sampai suatu ketika, tiba-tiba Azazel mengambil jarak. Lalu pasang kuda-kuda serangan yang familier di mata Torga.

"Ini saatnya!" Torga menyuarakan pikirannya. "Apa boleh buat ... Atlas!"

Atlas yang tadinya masih menyerang Lady Mossa, segera datang memenuhi panggilan Torga.

"Combine!"

Torga langsung menggabungkan Atlas menjadi meriam di tangan kanannya. Pada saat yang sama, Azazel juga sudah siap dengan jurusnya.

"Taranis Black Thunder!"

Sesuai dugaan Torga, serangan inilah yang dikeluarkan oleh Azazel. Torga berhasil menghindar pada saat yang tepat, lalu segera mengincar pertahanan Azazel yang sempat terbuka setelah melepaskan Black Thunder dari Taranis tadi.

"Harimau Roaring Thunder!"

Tembakan energi petir dilepaskan dari meriam Atlas dengan kekuatan penuh. Seperti biasa, Torga yakin tembakan Atlas tidak akan meleset. Namun, ia terlambat menyadari bahwa pada saat itu Bima X juga bergerak.

Melihat serangan berbahaya mengincar adiknya, tanpa pikir panjang Bima X berlari mendekat sambil melepaskan Helios. Lalu, digantinya Power Stone Biru pada changer dengan Power Stone Merah untuk berubah kembali ke Flame Mode.

"Garuda Shield!"

Mengejutkan semua orang, Bima X sudah berdiri di depan Azazel dan menghalangi serangan Torga menggunakan perisai energi berbentuk garuda. Perisai itu langsung hancur begitu bertabrakan dengan tembakan energi dari Atlas, yang juga sama-sama lenyap setelahnya.

"Bima, awas!" tiba-tiba Torga berseru.

Baru saja ia melihat, Azazel sudah bergerak lagi. Bima X pun merasakan bahaya dari belakang dan langsung berbalik menghadapi Azazel. Namun, terlambat. Dua tebasan dari Taranis berturut-turut mengenainya dengan telak!

Azazel sudah hampir menebas Bima X untuk yang ketiga kalinya, tetapi entah mengapa serangan itu terhenti. Sementara, dari jauh Torga terpaksa menembakkan serangan lagi. Kali ini bisa dihindari oleh Azazel, yang kemudian mundur mendekati Lady Mossa.

"Bima!"

Torga berlari ke sisi Bima X yang roboh segera setelah itu. Melihat kondisi rekannya, ditambah situasi mereka saat ini, Torga terpaksa mengakui bahwa pertarungan tidak bisa dilanjutkan lagi. Iapun mundur dengan membawa Bima X, setelah melepaskan beberapa tembakan ke arah Lady Mossa dan Azazel sebagai pengalih perhatian.

"Mereka melarikan diri!" kata Lady Mossa sambil mendengus sinis.

Kemudian iapun berteleportasi pergi bersama Azazel.



Ricca dan Sugi menunggu dengan harap-harap cemas di rumah keluarga Iskandar, bersama dua bersaudara, Randy dan Rena. Perasaan itu berubah menjadi kecemasan nyata, begitu Dimas kembali, dengan membawa Ray yang terluka. Pemuda pemilik kekuatan Bima X itupun dibawa ke ruang tengah, lalu segera dirawat oleh Rena.

"Apa yang terjadi?" tanya Randy. Dilihatnya Ray terbaring lemas di sofa sambil memejamkan mata, seperti menahan sakit. "Reza mana?"

Dimas menceritakan sebatas yang diketahuinya. Dan tentu saja, mengejutkan semua orang yang mendengarnya.

"Ray, yang kamu lakukan tadi sangat berbahaya," kata Dimas kemudian. "Kamu bisa celaka!"

Ray tidak menyahut.

"Tapi ... apa yang terjadi sama Reza, Ray?" Randy bertanya lagi.

Ray tetap tidak menyahut. Hanya menggeleng pelan dengan kedua mata masih terpejam.



Lady Mossa muncul kembali di kapal perang miliknya. Ia sudah berubah lagi ke sosoknya yang biasa, mengenakan semacam jubah panjang berwarna hitam yang nyaris menutupi seluruh tubuh, serta bertudung. Hanya tangan serta sebagian kepalanya saja yang terlihat, yaitu bagian muka yang seperti kepala dinosaurus berwarna biru.

Juga muncul bersamanya, Satria Garuda Azazel, yang langsung jatuh terduduk begitu menginjakkan kaki di tempat itu. Ia tampak kesakitan sambil memegangi sebelah kepalanya dengan tangan kanan. Bahkan kemudian, ia berubah kembali ke sosok manusianya, Reza Bramasakti.

"Sayang sekali, waktunya sudah habis, ya? Padahal permainan baru saja dimulai."

Yang mengucapkan kalimat itu adalah seseorang yang baru saja masuk ke kapal dengan teleportasi. Suaranya berat. Penampilannya nyaris sama dengan Lady Mossa, kecuali bentuk kepala, juga warna tubuhnya yang coklat.

"Rexor," kata Lady Mossa dengan nada sedikit sinis. "Sepertinya ciptaanmu kali ini tidak terlalu berguna, ya?"

"Jangan terburu-buru," Rexor menyahut tenang. "Ini baru awalnya."

"VUDO! Apa yang sudah kalian lakukan padaku?!" tiba-tiba Reza masuk ke dalam percakapan. Nadanya menuntut.

"Tenanglah sedikit, Satria Azazel," Lady Mossa yang menyahut. "Apa kau tidak ingat, apa yang baru saja kaulakukan? Kalau Satria Torga tidak muncul, kita berdua pasti sudah menghancurkan Satria Bima!"

Samar-samar, kilasan kejadian yang baru saja lewat itu, melintas di ingatan Reza, membuat kepalanya semakin sakit.

"Bukankah dulu kau pernah menjadi panglima terkuat di Kerajaan VUDO?" Rexor ikut bicara. "Ksatria Kegelapan Kebanggaan Kerajaan VUDO, Azazel. Bagaimana kalau kau kembali ke posisi itu―?"

"Jangan mimpi!" Reza menyela tajam. "Aku ... adalah ... Satria Garuda Azazel!"

Rexor hanya tertawa kecil, lalu mendatangkan seseorang di sampingnya dengan teleportasi. Dilihat dari mana pun, ia hanyalah gadis remaja dengan rambut hitam lurus sebahu, dan berparas manis.

"Manusia ... ?" yang paling terkejut di tempat itu adalah Reza.

"Benar," sahut Rexor. "Manusia bumi yang sama denganmu."

"Kenapa ... ?"

"Sudah kubilang, 'kan?" tiba-tiba gadis itu bicara, memotong ucapan Reza. "Kalau hanya membuatnya menyerang membabi-buta, itu soal gampang. Tapi efeknya tidak akan tahan lama."

"Tidak apa, ini hanya uji coba," kata Rexor. "Kita masuk ke tahap kedua."

"Oke," gadis itupun berkata dengan nada tanpa beban. "Serahkan saja padaku!"


Bersambung ...

Fanfic: Heidy S.C. 2016©

Fandom: Satria Garuda Bima X; RCTI, Ishimori Pro. 2014-2015©


=======================================================

Author's Corner


Halo~jumpa lagi dengan Heidy di sini~! \(^o^)/

Astagaaa~masih setengah enggak percaya, akhirnya cerita ini beneran kuunggah. >__<

Dilihat dari judulnya, cerita ini idenya memang romance sekali. Tapiii ... akhirnya Chapter 01 jadi full action begini. Ini baru pengenalan masalahnya saja. Gimana menurut kalian? Silakan komen dan kripiknya, hehehe ...

Apa yang terjadi dengan Reza? Siapakah gadis misterius yang bersama Rexor? Tunggu kelanjutannya di Chapter 02~! ^_^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top