10. Penyesalan
.
.
.
.
.
Seijurou pov.
Setelah pembicaraan ku dengan Otou-sama kemarin malam, aku memutuskan untuk menemui Ino saat pulang sekolah nanti.
Aku menghela nafasku kasar, kenapa waktu yang berjalan hari ini terasa lama sekali?
"Akashi-san? Apa anda mendengarkan penjelasan saya?"
Aku tersentak pelan, semua pandangan murid tertuju kearah ku.
Sial, bagaimana bisa aku melamun di kelas?
"Tentu Sensei." jawab ku dengan tenang.
"Kalau begitu, silahkan maju ke depan dan kerjakan soalnya!" titahnya padaku.
Aku menyipitkan mataku tak suka, hei! Dia pikir dia siapa bisa menyuruhku seenaknya?
"Hai.." aku maju kedepan kelas dan menatap soal matematika di papan tulis.
Ku coret jawaban disana, ini sangat mudah bagiku.
Aku berbalik menatap Sensei yang tengah melihat jawabanku.
"Jangan diulangi lain kali, anda seperti tak menghargai kehadiran saya disini sebagai seorang guru."
Aku ingin sekali membungkam mulutnya itu, berani-beraninya dia menyuruhku.
"Gomenasai Sensei, saya tidak akan melakukannya lagi." ujar sambil menatap nya tajam.
"Duduklah.."
Kheh, kulihat kakinya bergetar dan yah, itu membuatku sedikit puas.
"Sei-kun.." panggil Sara. Aku berbalik menatapnya.
"Hm?"
"Apa kau punya waktu pulang sekolah nanti." tanya nya, sungguh aku bingung. Masalahnya sepulang sekolah nanti aku akan pergi ke rumah Ino. Jadi, aku harus jawab apa?
"Tidak kenapa?" tanya ku balik, Sara menggeleng.
"Iie, sepertinya lain kali saja." ujarnya sambil tersenyum manis.
***
Kini aku sudah sampai di depan kediaman Yamanaka.
Jantungku berdebar, apa ini? Aku gugup? Tak biasanya aku seperti ini.
Saat aku ingin menekan bel tiba-tiba saja pintu didepanku sudah terbuka lebih dulu.
Matanya menatap ku terkejut, hei aku bukan makhluk gaib.
"Seijurou-kun?" panggil Paman Inoichi heran. Apa kedatanganku aneh?
"Hai Ojii-san." jawabku pelan, tak lupa ku pasang senyum ramahku.
Matanya mengerjap bingung, aku masih mempertahankan senyumku.
"Ah ya, mari silahkan masuk. Hm anggap saja rumah sendiri." ucapnya sambil membimbingku melangkah masuk kedalam rumahnya.
"Arigatou." ujar ku lirih.
Sepanjang lorong banyak sekali foto Ino, yang dipajang disana. Dari dia bayi, sampai saat ini.
Ekspresinya tak ada yang berubah selain senyum tulus dan wajah ceria di setiap gambarnya.
"Jadi, Seijurou-kun. Ada keperluan apa?" tanya paman Inoichi tiba-tiba. Jujur saja, aku terkejut.
"Ehm begini Ojii-san, saya ingin bertemu dengan Ino. Apa dia ada dirumah?" tanyaku hati-hati.
"Maaf sekali Seijurou-kun, Ino tidak ada dirumah." jawabnya penuh sesal.
Tunggu! Tidak ada dirumah katanya?
"Maaf sebelumnya tapi apa maksud Ojii-san?" ku putuskan untuk bertanya padanya.
Kulihat dahinya berkerut, di kilat matanya ada segores luka yang dalam. Aku terkesikap.
"Ino, dia sudah pindah keluar negeri." ujarnya pelan.
"Luar negeri?" tanya ku memastikan.
"Ya, luar negeri." jawabnya sambil menganggukkan kepala.
"Kalau boleh saya tahu, dimana Ino pindah?" tanyaku, bodoh mana mungkin paman Inoichi akan memberitahuku?
Matanya menatapku terkejut, tapi tak lama.
"Maaf, tapi bisakah nak Seijurou-kun tidak usah mencarinya?" ujar nya lirih, nada luka terdengar jelas dari suaranya.
"Apa?"
"Saya tidak ingin melihat putri saya terluka lebih dalam. Jadi saya mohon dengan sangat, nak Seijurou tidak usah mencarinya lagi." ujarnya lirih.
Bungkam, itulah yang kulakukan. Sungguh aku bukan bermaksud tapi?
Aku memang sudah melukai hati putrinya, jadi mana bisa aku meminta pengampunanya?
***
Hari demi hari aku lewati tanpa kehadiran Ino disisiku. Rasanya sangat berbeda, seperti hampa.
Apa ini? Aku menyesal eh?
"Hahahahahahaha.." lihat, aku bagaikan orang gila tertawa di atap.
Normal pov.
"Hahahahahahaha.." tawa Seijurou pecah, siapa pun yang mendengarnya akan sedikit merasakan pilu dihati mereka. Termasuk Sara, sahabat dari kecil Seijurou.
Walaupun mereka sering bertengkar tapi hubungan keduanya masih dekat.
Sedari tadi Sara melihat semuanya, semua yang dilakukan Seijurou.
Beberapa hari ini juga Sara selalu memperhatikan Seijurou tentu saja tanpa ketahuan oleh Seijurou sendiri.
"Sei-kun.. Cukup." ujar Sara lirih, hatinya seakan teriris melihat betapa hancurnya Seijurou.
"Sarah..."
"Ku mohon cukup, jangan menyiksa dirimu sendiri." pinta Sara dengan suara yang serak. Ia tak bisa melihat Seijurou hancur, tidak bisa.
"Sarah, aku bodoh bukan?" itu bukan pertanyaan untuk Sara.
"Tidak Sei-kun." jawab Sara lirih, ia melihat Seijurou tersenyum miris.
"Aku begitu bodoh selama ini Sara, aku menyianyiakan kehadirannya disisiku." ujar Seijurou lirih, tatapan matanya menyorotkan luka yang teramat dalam.
"Aku mencampakan dia. Kini aku sadar, tanpanya aku bukanlah apa-apa." sambung nya kemudian.
"Sei-kun, kau memang bersalah karena selama ini menutup pintu hatimu untuknya. Tapi ku mohon jangan seperti ini, bangkitlah. Aku ingin melihat Sei-kun yang selama ini ku kenal. Kau memang bersalah, tapi itu masa lalumu. Sekarang mulailah masa depanmu, penyesalan hanya datang di akhir." ujar Sara panjang lebar, Seijurou tak menampiknya. Kata-kata Sara ada benarnya.
"Sei-kun, jika kau melakukan kesalahan di masa lalu maka kau harus memeperbaikinya di masa depan." ujar Sara sambil tersenyum tipis. Mencoba tegar melihat seseorang yang disukai olehnya walaupun sudah lama.
"Terimakasih Sara, terima kasih. Hanya kau yang mengerti aku."
"Kita sahabat Sei-kun, seorang sahabat akan selalu ada disetiap kita senang maupun susah."
"Ya, bisakah kita seperti ini dulu."
"Emm, tentu Sei-kun."
"Apa ini? Kenapa rasanya sakit sekali? Bukankah aku sudah tak mempunyai perasaan apapun padanya. Iya kan?" ujar Kuroko sambil meremas dada sebelah kirinya.
Apa-apaan ini?
***
"Kenapa kau menangis?" tanya Nijimura saat melihat air mata menuruni pipi Ino.
Hening..
Tak ada jawaban dari Ino, membuat Nijimura menghela nafas kasar kemudian menuntun Ino untuk menghadap kearahnya.
Kini mereka saling berhadapan, menyelami semua yang dihadirkan lewat mata.
Mungkin mereka ingin berbicara lewat tatapan.
Karena sungguh, tatapan adalah cerminan diri. Dimana kita tidak bisa berbohong.
"Ino, aku tau ini tidak benar. Tapi bisakah kau menatapku." ujar Nijimura pelan, ia melihat Ino mengerjapkan matanya heran.
"Maksud senpai?" tanya Ino tak mengerti. Dahinya berkerut dalam.
Nijimura mengulas senyum, walau hatinya sakit.
"Jujur, sedari dulu aku mencintaimu. Tapi kau selalu menatapnya, katakanlah aku jahat karena aku senang saat hubungan kalian berakhir. Aku bukan orang yang munafik untuk itu, bisakah kau melihatku?" ujar Nijimura lirih, cukup sudah selama ini ia memendam semuanya.
Cukup sudah selama ini Ino jauh darinya, sekarang ia akan berusaha menggenggam cintanya.
Tak ada tanggapan dari Ino, tapi dia tak menolak juga.
Nijimura tersenyum satir, memang butuh waktu yang lama untuk melupakan cinta pertama.
Termasuk perasaan Ino terhadap Akashi.
"Please.. Look at me." bisik Nijimura lirih..
##TBC##
Yok kritik, saran, vote dan komen anda di tunngu~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top