LOtS (25)
Digo membolak-balik badannya tak tenang ditempat tidur. Jam diatas nakas sudah menunjukkan hampir jam dua belas tengah malam. Sudah hampir dua minggu tak bertemu dengan Sisi, rasanya kangennya menggunung dan menggulung-gulung seperti ombak yang ingin mengejar bibir pantai tapi tak sampai-sampai.
Dua mingguan ini sebenarnya pagi sampai sorenya diisi dengan kuliah dan bekerja membantu diperusahaan Mamanya yang ternyata cukup berkembang pesat tanpa Digo sadari. Tante Tina juga bersyukur keputusannya tiga tahun yang lalu menggeluti ekspedisi dan menetap seperti sekarang berbuah manis. Semenjak berpisah dengan Papa Digo dan menikah tiga kali setelahnya, tak membuat dirinya merasakan yang namanya memiliki segala yang dia harapkan bisa memenuhi kebutuhan Digo.
Digo yang lebih rela tinggal bersamanya dan rela ditinggal berbulan-bulan daripada mencari kemana Papanya pergi dengan wanita lain membuat Tante Tina berpikir untuk hanya ingin memenuhi kebutuhan dan memperhatikan Digo setelah kejadian kecelakaan yang membuat Digo harus berpisah dengan Sisi waktu itu.
Ketika sudah kembali kerumah dan hari beranjak malam ingatan Digo selalu tak lepas dari Sisi, hingga akhirnya Digo harus meminta Jordy mengawasi aktifitas Sisi dan mengambil fotonya.
Sisi sekeluarga sekarang berada dirumahnya yang lama sementara Jordy dan keluarga berada diapartemen Sisi yang akan menjadi tempat Digo dan Sisi tinggal setelah resepsi dan Jordy sekeluarga kembali ke Singapura.
Ting.
Digo meraih handphonenya dan membuka sebuah kiriman foto dari bbmnya.
Jantungnya berdebar beberapa kali lebih cepat melihat foto itu.
"Sisi?? Kenapa dia? Sakit?"
Digo menatap foto itu sekali lagi. Sebuah foto dimana Sisi terlihat digendong Om Soni.
Digo meraih handphonenya dan mulai menelpon Sisi. Tidak diangkat. Digo mencoba menelpon Jordy, walaupun tak seatap lagi, pasti Jordy mengetahuinya juga karna dia yang menemani Sisi.
"Ya, Digo?"
"Kenapa, Sisi?"
"Gak tau lemes katanya, gak mau makan trus manja minta gendong sama Om Soni, kelihatannya kecapean..."
"Kecapean?"
"Ya kan bolak balik fitting baju tu, ngeluh mulu karna yang nemenin gw bukan lo..."
Ya, memang mereka mencoba baju sendiri-sendiri, waktunya tak bisa dipaskan karna memang tak boleh bertemu dan Digopun sedang sibuk. Bekerja sambil kuliah.
"Gw boleh kesana gak ya, cemas gw..."
"Gak boleh."
"Kalau gak boleh napa lo kasih gw foto...?"
"Biar lo tau aja calon bini lo aneh-aneh..."
"Tapi gw gak bisa tenang jadinya."
"Jangan ikut panikan kaya Sisi, Sob, duh kenapa gw yang sibuk sih?" Jordy mengeluh diujung telpon.
"Sori Sori, thanks Sob..."
Digo menutup telpon. Sebenarnya kalau dipikir, Jordy itu hatinya terbuat dari apa? Bisa dibilang malaikat meskipun memiliki kelainan.
Minggu lalu Sisi yang panik karna mendengar Digo jatuh dari motornya. Waktu itu pikiran Digo memang sedang fokus dibanyak tempat. Menyesuaikan diri dengan pekerjaan, menyesuaikan diri dengan jadwal kuliah yang baru dan memasuki akhir semester, menyelesaikan persiapan pernikahan dan memikirkan Sisi yang tak boleh ditemuinya.
Saat itu hujan gerimis, Digo melaju dengan kecepatan tinggi, tapi meremas rem tiba-tiba karna didepannya ada motor bebek yang berhenti mendadak karna kehabisan bensin. Akhirnya entah karna jalan licin, Digo yang berusaha menghindari motor yang dinaiki bapak tua itu tak bisa mengendalikan motornya dan jatuh beradu dengan aspal basah.
"Aku mau nemuin Digo..."
"Gak boleh..."
"Kenapa?"
"Udah syarat, emang lo mau pernikahan lo sama dia dibatalin?"
"Tapi ini darurat, Digo pasti butuh aku ngelusin yang sakit..."
"Alesan..." Jordy mendelik."Digo gak papa, tadi udah gw telpon.."
"Aku juga udah nelpon, tapi belum puas kalau hanya denger suara, aku pingin nyentuh diaaa.."
"Tuhkan, mesumkan, udah deh gak usah ketemu, tar kesetrum, sabar kenapa, bentaran lagi mau setrum-setruman tiap hari juga gak ada yang larang," Jordy berkeras melarang. Sisi mencebik jengkel lalu menangis masuk dan mengunci kamarnya.
***
Selama tiga minggu banyak yang Digo dan Sisi lewati tanpa bisa bertemu. Tetapi pada akhirnya mereka bisa melalui semua itu meskipun waktu selama tiga minggu seperti merangkak sangat lambat. Bekicotpun kalah lambat.
"Saya terima nikahnya Sisi Almira binti Soni Adiguna dengan mas kawin tersebut tunai..."
"SAH."
Sisi yang berada disamping Digo tersenyum lega dan haru karna Digo sekarang sudah secara SAH dan meyakinkan menjadi suaminya. Tentu Digo lebih lega, rasanya lebih lega daripada melihat Sisi sudah bisa mengingat dan terlepas dari amnesianya.
Digo dan Sisi saling melirik dengan wajah yang sama-sama malu-malu ketika mereka disuruh menandatangani buku nikah dan Digo mengucapkan taklik nikah sebelumnya untuk berjanji dihadapan Tuhan dan seluruh yang hadir akan menjaga dan mempergauli isterinya dengan baik.
"Cium ... " Belum sempat penghulu menyelesaikan kalimatnya Digo sudah mencium kening Sisi.
"Bukan, maksutnya Sisi yang cium tangan kamu Digo.." Ucapan lanjutan dari penghulu membuat tamu yang hadir tertawa dan Digo tersenyum lucu mengulurkan tangannya pada Sisi yang tersenyum malu - malu. Rasanya sedikit canggung karna baru bertemu sudah berlabel suami dan isteri.
"Sabar makanya, Pak..." celetukan Jordy membuat tamu lagi - lagi tertawa merasakan kelucuan sikap pasangan pengantin itu sekaligus merasakan kebahagiaan.
Tante Tina yang didampingi Om Ferdy papa Ira, adiknya merasa sangat terharu menyaksikan Digo yang kini bukan hanya miliknya sebagai ibu tetapi milik Sisi sebagai isteri yang menjadi tanggung jawab Digo sekarang.
"Mama, Digo mohon doa restu sekali lagi dari Mama untuk mengajak Sisi kedalam hidup kita," Digo bersimpuh didepan Tante Tina yang duduk dipelaminan dengan Sisi yang bersimpuh didepan Om Ferdy yang duduk disebelah Tante Tina.
"Doa Mama selalu menyertaimu, Digo Syalendra anakku sayang..." Tante Tina menitikkan airmata haru apalagi disebelahnya bukanlah papa Digo yang menyaksikan anaknya melepas masa lajang.
Begitupun ketika yang duduk dipelaminan untuk dimintai doa restu adalah Om Soni dan Tante Widya kedua orang tua Sisi.
"Dad, maafkan selama ini jika Sisi banyak menyusahkan Mom dan Dad, Sisi mohon doanya dan ijin untuk mengikuti kemanapun suami Sisi pergi dan ijinkan dia untuk bertanggung jawab sepenuhnya pada hidup Sisi mulai hari ini ... "
Sisi mencium tangan Dad yang ada didepannya. Dad mengelus kepala Sisi dengan rasa haru, kini tanggung jawab Sisi bukan lagi ada padanya.
"Dad sengaja meminta kalian tak bertemu selama masa persiapan agar Dad bisa menghabiskan waktu selama itu sepuasnya karna hari ini Dad akan menyerahkan Sisi sepenuhnya pada Digo, Dad menyayangi Sisi dan berharap apapun yang terjadi Sisi dan juga Digo harus ingat perjuangan panjang kalian menuju pelaminan suci ini..."
Sisi melap airmata Dad dengan punggung tangannya meskipun airmatanya sendiri tak terbendung dan diseka oleh Digo. Sementara Mom menyeka airmatanya yang berjatuhan sambil mengelus kepala Sisi yang akhirnya jatuh kepangkuan Dad.
Keharuan dipelaminan menjadi tangisan haru tamu yang hadir di acara resepsi pernikahan Digo dan Sisi yang diadakan di Syailendra Hotel milik Ayah Digo yang tak dapat hadir karna mengalami stroke dan dirawat dirumah sakit. Itu juga yang membuat keluarga Digo diliputi kesedihan karna itu terjadi tadi malam mengejutkan Digo dan Mamanya.
Tetapi Resepsi pernikahan tetaplah sangatlah istimewa dirasakan Digo dan Sisi. Semua teman mereka hadir bahkan teman-teman merekapun bermunculan membuat mereka terharu.
Imel, Anty, Sri, Dinda, Adit, juga Olip dan Selvi termasuk Kha yang didampingi Jordy ada diantara tamu yang antri datang mengucapkan selamat dipelaminan.
"Selamat Digo - Sisi, semoga menempuh hidup baru ini dengan kesabaran dan sampai kalian hanya bisa dipisahkan maut ... "
Ucapan dan Doa dari sahabat dan keluarga yang memenuhi tempat resepsi pernikahan mereka tak membuat Digo dan Sisi merasa kelelahan mengangkat tangan dan memberi pelukan pada tamu yang hadir.
"Cabe rawit ternyata jodohnya sitengil ya..." Adit mencubiti pipi Sisi gemas. Digo dan Dinda sama sekali tak merasa terganggu karna mereka tau betul sejarah hidup Sisi dan Adit saat masih sekolah.
"Adiitt, sakittt...udah sana cubiti pipi Dinda ajaaa..." Sisi mendorong dorong bahu Adit yang akhirnya terdesak disisi Dinda yang tertawa dan pada akhirnya mencubiti pipi Adit.
"Digo, akhirnya lo dah sah aja sama capcay lo...makan sampai habis Digo capcaynya, jangan sampai ada yang ikut ngerasain kecutnya..." Sisi ingin memukul Adit yang berpelukan dan berbisik ditelinga Digo tapi terdengar olehnya tapi karna Dinda menyela dan memeluknya akhirnya dia hanya melotot protes.
"Thanks bro, doakan yang terbaik buat kita ya..." Digo menepuk bahu Adit yang menepuk bahunya terlebih dahulu.
"Hmmm akhirnya kwitansi dan materai yang udah dilem ditanda tangani juga...setelah sekian lama menahan hasrat..."
"Jordiiiiii..." Sisi menahan suaranya agar tak berteriak gemas dengan lelaki jadi-jadian didepannya. Jordy cengengesan sambil meleletkan lidah tetapi memeluk Sisi setelahnya. Sisi sempat sempatnya memukul punggung Jordy diiringi tawa Jordy yang panjang.
"Sob, jaga adek gw, awas aja kalau sampai nyakitin, bakal gw ambil balik...!" Jordy melotot biar terlihat seram tapi tidak bisa seram malah membuat Digo tertawa lepas.
"Udah lengket materainya sama kwitansi, habis SAH ditanda tangani, distempel lagi sama KUA, doain Tuhan juga gak tega misahin kami, Sob..." Digo menjawab Jordy sambil tertawa dan membalas tepukan Jordy dibahunya.
"Ya ya ya...kita kapan juga dikasih stempel sama KUA ya.." Jordy melirik Kha yang sedang melepas pelukan pada Sisi. Sisi langsung melebarkan mata.
"Wow, surprise, gw dukung kalian, ayo ayo susul kepelaminan, lagi pula lo itu sudah tua Jordy, kapan lagi???", Sisi bersemangat mendengar ucapan Jordy. Sedetik kemudian mengaduh karna keningnya disentil Jordy.
"Enak aja, belum 30 ini dibilang tua, lo aja yang ngebet nikah baru 20 ..."
"Biarin, wlee ..."
Jordy tertawa membalas leletan lidah Sisi dan menarik tangan Kha berlalu dari pelaminan.
Hari beranjak malam ketika pesta berakhir dengan meninggalkan kesan bahagia tamu tamu undangan pada sepasang pengantin muda yang sepanjang acara tak berhenti melebarkan senyum mereka.
***
"Digooo, aku capek, aku pegellll...." Sisi merengek mengangkat kakinya kedinding dengan tubuh terlentang diranjang dan mata melirik Digo yang keluar dari kamar mandi dengan lilitan handuk dipinggangnya.
"Tidur kalau capek, Sayang... " Digo melempar handuk dan memakai celananya membuat Sisi yang melihat karna mendongakkan wajah menatapnya dengan posisi Digo yang terbalik
melebarkan mata. Digo meraih baju kaos yang ada ditepi tempat tidur dan sebelum memakainya melirik Sisi yang terlentang dengan kepala ditepi tempat tidur mendongak kearah Digo dan kaki terangkat kedinding mengekspos pahanya yang mulus karna memakai celana pendek.
Dengan kaos yang masih berada ditangannya Digo mendekati dan mencium kening Sisi dengan dagu yang menempel dipuncak kepalanya dan dahi Digo menyentuh bibir Sisi. Sisi mengangkat tangannya dan menyentuh kepala Digo. Digo mencium bibirnya hingga dagunya menyentuh hidung Sisi. Dengan posisi terbalik seperti itu kalau sejajar bibir Digo dikening Sisi sedangkan bibir Sisi dikening Digo membuat Sisi menurunkan kakinya dan membalikkan tubuh menjadi tiarap menghadap Digo yang tak melepaskan ciuman dan Sisi mulai bergerak mengangkat tubuh dan berdiri dengan lututnya sejajar dengan Digo yang sudah menekuk lutut naik keranjang.
Digo menatap Sisi dan mengecup lembut dahinya yang tertutup helaian rambut yang jatuh disana. Digo menyisihkan rambutnya dan sekali lagi menciumnya hingga Sisi merapatkan kelopak matanya merasakan bibir Digo yang dingin menyentuh kulit dahinya. Kedua telapak tangan Sisi yang berada didada dingin Digo meremas pelan ketika bibir Digo mulai menyisir wajah Sisi dari dahi menuju ujung hidung dan permukaan bibirnya.
Mereka menurunkan badan bersamaan sambil tak melepaskan ciuman dan menghempas bersamaan diranjang empuk yang seakan memantulkan tubuh mereka hingga mereka saling memeluk.
"Aduhhh...." Sisi meringis mengangkat kakinya
"Kenapa?" Digo melihat kearah kaki Sisi.
"Sakit."
"Kram?
Digo meluruskan kaki Sisi. Jari kakinya yang tengah dan sebelah kanannya berdempetan. Sisi kram. Digo mengangkat Sisi ketepi tempat tidur dan membantu menginjakkan kaki Sisi kelantai.
"Ayo berdiri dulu..." Digo memegangi tangan Sisi. Sisi meluruskan kakinya dan mencoba menginjakkan kakinya menyentuh lantai. Lumayan, kramnya mulai hilang.
"Udah gak sakit?" Digo bertanya cemas. Sisi mengangguk dan memeluk Digo.
"Maaf Sayang, kakiku pegel dari tadi..."
"Gak papa, kita tidur aja, aku juga capek kok .. "
Digo memeluk Sisi dan mencium ujung kepalanya lalu mengangkat tubuh Sisi dan membaringkannya kembali ketempat tidur.
Digo menyelimuti tubuh mereka dan memeluk Sisi masih tanpa kaosnya. Sisi menyusup kebawah lengan Digo dan memejamkan mata ketika Digo mengecup keningnya.
"Night Cay, I love you..."
"Hhhh...love you too Pacay eh Cayang..."
*****************************
Haiii...
Selamat hari Minggu..
Terima Kasih untuk vote juga komennya...
Selamat bertemu Prilly untuk yang di Makassar...
Banjarmasin, 20 Desember 2015
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top