LOtS (22)

"Manja banget sih, pakai digendong segala..."
Sisi mendelik kearah Jordy yang mendumel sendiri melihat Digo menggendong Sisi dari depan apartemen turun dari taxi menuju apartemen mereka.

"Biar sih Jordy, lo kenapa bawel banget, gw kan kangen sama cayangnya gw ... " Sisi menjatuhkan kepalanya kebahu Digo lagi. Digo mencium rambutnya dan menurunkan Sisi duduk di Sofa. Sisi menarik leher Digo yang masih dilingkari tangannya sampai terduduk disampingnya.

"Mau disini apa istirahat dikamar?" Digo bertanya sambil menatap Sisi dan memencet pipinya.
"Disini ajaaaa, dikamar bisa khilafff..." Sisi menaruh kepalanya dibahu Digo, Digo tertawa tanpa suara.
"Padahal lebih nantangin yang khilaf - khilaf itu, Cay..." Digo mencium pelipis Sisi. Sisi menggigit bahu Digo.

"Ck. Kalian ini biar gak dikamar juga tetep khilaf aja menurut gw!!" Jordy berdecak jengkel melihat Digo dan Sisi.

Mau meninggalkan tapi pikir Jordy berbahaya kalau anak dua ini ditinggal. Jordy berharap keduanya bisa segera menikah meskipun tugas Digo masih belum selesai. Digo masih harus berjuang untuk mendapatkan hak paten atas diri Sisi. Siapa lagi yang harus ditaklukkan Digo kalau bukan Dad Soni, ayah Sisi. Jordy berharap Ayah Sisi itu bisa lebih memahami dan merasa yakin kalau cinta Digo dan Sisi bukan cinta monyet seperti yang diduganya tapi cinta mati.

"Aku pulang dulu ya, Cay..." Digo mengelus pipi Sisi yang masih menempel dibahunya.
"Kok pulang? Aku maci kangen..." Sisi makin merapatkan tubuhnya memeluk Digo.
"Aku pulang dulu, dirumah ada Mama, aku mau ngomongin sama Mama minta Mama dampingin aku untuk ngelamar kamu." Digo mengusap kepala Sisi. Sisi mengarahkan matanya menatap wajah Digo. Digo sepertinya serius. Sisi mengusap wajahnya. Digo menarik tangan Sisi yang ada dipipinya lalu mengecup punggung tangan Sisi dan menggigit kecil jarinya.

"Janji akan kembali, jangan pernah ninggalin aku?" Sisi bertanya dengan nada kuatir.
"Janji. Tunggu aku atur keberangkatan kita ke Singapura bersama Mama, kita temui orang tuamu, aku udah gak sabar sama-sama kamu..." Digo melepas pelukannya dan menatap Sisi. Sisi mengangguk. Digo mengecup kening Sisi dengan menangkup kedua pipinya dan mencium ujung bibir atas Sisi singkat sebelum Sisi membalasnya.
"Digoooo...." Sisi merengek.
"Tunggu sampai kita sah, bibirku udah rindu niplemu dan akan aku lumat semalaman..." Digo berbisik pelan dengan wajah tak berjarak dengan Sisi yang tersenyum dengan wajah berwarna pink sambil menggigit bibir bawahnya sendiri. Digo mengecup sudut bibirnya melihat ekspresi menggemaskan Sisi. Sisi menempelkan dahinya kebahu Digo yang mengelus rambut dan mengecup puncak kepalanya.

"Kapan pulangnya kalau kaya gitu terus?" Jordy berkomentar membuat Digo dan Sisi menyadari masih ada mahluk lain disekitar mereka. Mereka tertawa kecil.
"Mending seret dia ke KUA sekarang Digo, gw yang deg-degkan liatnya, bahaya banget memang kalian ini, bisa - bisa jadi anak lagi kalau hanya berdua - duaan..." Jordy seperti mengolok membuat Sisi memelototkan mata diiringi usapan Digo dibibir basah Sisi sambil tertawa.
"Deg-degkan karna lo takut gw hamil atau lo jadi kepingin juga sih, Jordy?" Sisi menyambar balas mengolok Jordy. Jordy melemparkan bantal kearahnya sambil berdecak jengkel. Jengkel dengan keromantisan Digo dan Sisi sementara dia jadi penonton saja. Mengenaskan. Miris. Siapa suruh gak mau ninggalin? Sisi meleletkam lidahnya.

"Kamu istirahat dikamar ya, tiduran, tar kalau bangun jangan sampai lupain aku lagi." Digo berdiri diikuti Sisi.
"Anterinnnn...." Sisi merentangkan tangannya." Gendonggg..." Sisi merengek manja. Digo mengangkat Sisi dan Sisi melingkarkan kakinya dipinggang Digo seperti anak kecil. Sisi memeluk leher dan menenggelamkan wajahnya kebahu Digo.
Jordy menepuk dahinya dan akhirnya malas mengukuti mereka kekamar Sisi. Pasti akan ada drama lagi, lagipula pikirnya Digo takkan lama karna dia sudah pamit pulang.

Sementara Digo merebahkan tubuh Sisi ketempat tidur dan menindih tubuh Sisi karna kaki Sisi yang melingkar dipinggang Digo tak mau lepas akibatnya tubuh Digo terjatuh dan sekarang berada diatas tubuh Sisi.
"Sisiiii, jangan mancing aku, sayang ... " Digo menundukkan wajah melihat Sisi mengangkat lehernya sambil memejamkan mata. Digo reflex mengecup leher Sisi membuat Sisi merinding dan menekan kepala Digo. Ciuman dari leher menjalar mulai dari lekukan lehernya kearah dada yang tertutup kaos dan Digo menggigit gumpalan kenyal Sisi dari luar dan menyusupkan tangan kedalam kaosnya.

"Shhhh...Digo," Desahan Sisi ketika tangannya mulai bergerilya sebenarnya membuat Digo meninggi. Sisi juga sebenarnya rasanya sudah tak tahan. Apalagi bibir dan tangan Digo dengan lihainya mempermainkan dua gunung kembar yang berada dibalik kaosnya.

"I love you, Sisi ... " Digo menghentikan permainannya dan mencium kening Sisi yang masih memejamkan mata menikmati. Rasanya sampai diubun-ubun hasrat yang harus ditahannya. Tapi mereka sudah berjanji untuk tidak mengulsng kesalahan yang sama sampai mereka menikah.

Untuk itu Digo masih harus berjuang lagi meyakinkan orang tua Sisi. Mereka hanya bisa berharap segera direstui dan hasrat diubun-ubun mereka bisa segera disalurkan.

***

"Ma..." Digo memasuki kamar Mamanya yang terlihat sedang berdandan didepan meja rias.

"Ya, Digo?" Mama melirik Digo sambil memasang anting-antingnya.

"Mama dulu berjanji akan segera melamar Sisi begitu aku menemukannya-kan?" Digo merebahkan diri ketempat tidur.

"Iya, tapi kamu bilang Sisinya amnesia kan?" Tante Tina berbalik menghadap Digo yang terbaring diranjang dengan tangan memencet pelipisnya.

"Udah ingat dia Ma, dan tugas Digo sekarang harus melamar Sisi," Digo menghela nafasnya.

"Nanti Mama atur keberangkatan kita ke Singapura ya..."

"Makasih ya Ma, besok?"

"Wow, secepat kilat?"

"Digo gak mau kehilangannya lagi."

"Minggu depan ya ... mama masih ada janji, banyak yang harus diselesaikan Digo, usaha yang mama rintis sejak mama sudah sendirian tanpa papa ini juga akan kamu warisi, jadi ini penting buat kamu juga ... "

Akhirnya Digo mengalah dengan keinginan Mamanya, minggu depan takkan lama. Hanya enam hari lagi. Digo memejamkan matanya. Hanya ada Sisi diujung matanya. Pencapaian yang sangat luar biasa ketika ia bisa bertahan selama tiga tahun menutup dirinya. Semua itu karna kenangan bersama Sisi yang singkat tetapi penuh kesan membuatnya meyakini Sisi akan kembali. Bukan tanpa perjuangan menepis cinta yang lain, tetapi bayangan Sisi selalu ada.

Digo merasa keningnya dikecup dan suara langkah kaki menjauh dari kamar setelahnya. Kelihatannya mamanya pergi. Tapi Digo tak bisa membuka matanya yang terasa berat. Lelah sekali rasanya. Meskipun ia menyadari bukan sedang berada dikamarnya tetapi Digo sudah tak bisa lagi membuka mata.

***

"Digo..."
Digo menghentikan langkahnya menuju tempat parkir ketika keluar dari kelas ada yang memanggil.
Sebuah senyum yang manis didapatkannya dari seorang wanita berhijab yang terlihat lembut wajahnya.

"Iya Selvi?" Digo menjawab Selvi datar. Dan Selvi beruntung hari ini mendapatkan balasan senyuman manis karna hati Digo sedang senang.

"Kamu gak sakitkan, aku hanya kuatir karna sudah berapa hari kamu gak terlihat dikampus, ada masalah?" Selvi bertanya penuh perhatian.

"Ah enggak, justru aku sedang senang ... " Digo hanya mengikuti Selvi yang sejak awal tidak mau menggunakan gw lo karna katanya didaerah tempat asalnya Kalimantan tidak ada istilah seperti itu.

"Oh , syukurlah kalau gitu, aku hanya kuatir..." Selvi menatap Digo dengan tatapan yang lembut dan tenang.
Digo yang acuh sejak awal dan membuat jarak pada siapa saja sebenarnya sudah mulai terbuka pada gadis didepannya. Tetapi Digo masih tidak bisa melupakan Sisi dan tak membiarkan dirinya berlama-lama untuk membuat perhatian gadis itu menjadi sia-sia karna hati Digo seperti pintu yang tergembok dan gemboknya dibawa oleh Sisi tak tau kemana.

"Maaf aku pergi dulu, Sel, ada urusan ... "
"Digo sudah punya materi yang ditugaskan Pak Hari?" Selvi masih tetap menahan Digo.
"Udah punya dibantu sama Olip..." Digo tersenyum.
"Oh Olip...." Selvi lebih mendekat pada Digo dan entah kenapa kakinya sepertinya terantuk batu yang tak dilihatnya dan hampir terpeleset jatuh, akhirnya Digo menahan tubuh Selvi dan sejenak mereka berpandangan dengan jarak yang begitu dekat.

"Digo??" Suara Sisi yang bergetar mengejutkan Digo. Digo segera melepas tangan Selvi dan melihat Sisi dan Olip berdiri tak jauh darinya.

"Sisiii...." Digo mendekati Sisi tetapi Sisi sudah terlanjur berlalu dari tempat itu dan Digo segera mengejarnya dengan perasaan heran kenapa Sisi bisa berada dikampusnya.

"Itu calon isterinya Digo, Sel, sebaiknya lo jangan mencoba menarik perhatian Digo lagi..."
Olip mengingatkan Selvi yang memandang kearah Digo yang mengejar Sisi.

Sementara Sisi merasa bodoh sekali kenapa harus memaksa ikut Olip kekampusnya untuk bertemu dengan Digo? Sisi merasa sudah sehat dan ingin sekali keluar apartemen. Digo berjanji sehabis dari kampus akan datang ke apartemen tapi Sisi tak sabar. Olip sendiri sebenarnya sudah terlambat karna menyelesaikan tugas dan harus bertemu dengan dosen hari ini makanya harus tetap kekampus. Jadwal Digo memang lebih dulu untuk konsultasi.

Digo berhasil mengejar dan memaksanya naik keboncengan. Sepanjang perjalanan menuju apartemennya Sisi hanya diam saja. Sesekali Digo menarik tangannya agar Sisi mau memeluk Digo saat berada dimotor tetapi Sisi kembali menarik tangannya lagi. Ketika Digo melaju dengan kecepatan tinggi barulah Sisi memegang pinggang Digo itupun tanpa peluk.

Sisi merasa cemburu dengan apa yang dia lihat. Pikirannya langsung melayang bagaimana Digo selama 3thn tak bersamanya. Sering begitukah bila berdekatan dengan cewek lain? Tatapannya lembut dan tak menjaga jarak. Sisi merasa dadanya sesak. Berlebihankah?

Sampai diapartemen Sisi menghempaskan dirinya diSofa. Sisi memejamkan mata dan menyandarkan kepalanya disana. Digo duduk disampingnya dan langsung meraih tangan Sisi.

"Jangan marah dong," Digo mengecup punggung tangan Sisi. "Itu tadi gak sengaja." Digo meraih wajah Sisi dan mengarahkan padanya.

"Enggak marah," Sisi menjawab singkat. "Cuma jadi mikir, selama tiga tahun tanpa aku, kamu gimana sama cewek lain...?" Sisi berkata sambil masih memejamkan mata.

"Enggak gimana - gimana, tanya sama Olip ... "

"Dulu aja kamu tengil dan suka godain yang bening,"

"Itu aku dulu, sumpah .. " Digo meraih bahu Sisi dan menyandarkan kepala Sisi didadanya.

"Buka matanya, liat aku..." Digo menyentuh dagu Sisi.

"Aku cemburuuuu..." Sisi berucap manja sambil membuka matanya dan menatap Digo dengan wajah cemburu yang lucu.

"Berarti kamu sayang sama aku?" Digo bertanya sambil mencubit bibir Sisi gemas.
"Ish, kenapa ditanya lagi?"
"Ya tinggal jawab aja..."
"Lebih dari sayang, cinta, gak suka mata kamu natap orang lain kaya gitu, tatapan kaya gitu hanya buat aku harusnyaa..."
"Maaf ya sayang, aku sedang senang karna kamu makanya aku tanggapin dia, biasanya juga enggak, sumpah ... " Digo mengangkat dua jarinya bersumpah dan mencubit dagu Sisi lagi.

"Apa kamu masih percaya dengan sumpah lelaki macam dia, Sisi?"

Digo dan Sisi menoleh keasal suara. Sisi melebarkan matanya melihat kearah pintu yang rupanya tadi tak tertutup rapat.

"Dad?"

*****************************
Haiii...semoga setelah ini bisa kembali update tiap hari ya...
Terima Kasih yang menunggu, dan memberi vote juga komen..
Mungkin agak gak jelas krn kurang konsen, tapi semoga tetap bisa dinikmati, aku sudah berusaha....

Banjarmasin, 16 Desember 2015


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: