LOtS (20)

"Digooo, apa kamu ingin mengulangi kembali masa lalu yang pahit?"
Sisi menyentak tubuh Digo hingga terdorong kebelakang. Bayangan kelam saat dirinya dinodai Digo dan menangis setelahnya membuat pikiran spontan Sisi kembali bermain. Ada rasa terhina dan merasa dirinya gampangan sampai Digo memperlakukannya seperti itu.

Digo yang terdorong kebelakang tersenyum penuh arti. Bahkan ia tak sakit hati dengan penolakan Sisi. Digo sengaja melakukannya karna ingin pikiran Sisi melayang ke pada saat kejadian dimana ia dan Sisi pertama kali melakukannya ditempat ini meskipun tegangan yang ada dibawahnya tak bisa ikut berpura-pura karna bersentuhan dengan tubuh Sisi.

"Shhhh...Sisiii..." Digo menegakkan tubuhnya yang tadi terdorong dan hampir jatuh dari tempat tidurnya dan merangkak kembali mendekati Sisi.

"STOPPPP, DIGO!! Please jangan mendekat, nooooo..." Sisi berteriak karna Digo nekat menindih kembali tubuhnya. Sisi meronta dan menendang Digo hingga kali ini Digo benar-benar jatuh. Sisi beringsut dari ranjang Digo dan turun segera dan mengambil langkah seribu menjauhi Digo.
"Sisiiii......" Teriakan Digo tak dihiraukan Sisi yang lari tanpa pikir panjang. Digo mengejar Sisi tapi kalah cepat karna Sisi sudah menaiki sebuah taxi dan berlalu menuju apartemennya.

***

Sisi menangis tersedu. Digo keterlaluan. Diakah dulu orang yang dicintai tanpa batas. Diakah dulu yang menjadi cinta dalam hidupnya. Bad boy. Memaksakan kehendak. Hampir saja Sisi diperkosa. Ah, bukan diperkosa, karna Sisi sebenarnya menikmati. Hampir terlena dan lupa segalanya. Tubuhnya seperti menuntut tapi kepalanya langsung terasa sakit begitu terlintas bayangan buruk kesakitan dipusat tubuhnya. Apakah mereka sering melakukannya dulu? Seburuk itukah? Sisi menangis tak berhenti begitupun ketika sampai diapartemennya.

"Sisi, kenapa?" Jordy bertanya cemas.

"Jordy, Digoooo...."

"Kenapa? Ada apa dengan Digo?"

"Dia nyakitin aku, aku benci sama dia, aku benci sama Digo..."

"Nyakitin gimana?"

"Dia hampir saja memperkosa aku, Jordy.." Sisi menangis terisak dipelukan Jordy.

Ting tong. Ting tong.

"Itu pasti dia, kalau memang dia, suruh dia pulang, aku gak mau ketemu dia, aku gak mauuuu..." Sisi lari kedalam kamarnya diiringi kekerasan wajah Jordy yang langsung berjalan menuju pintu lalu membukanya.

BUGHHH.

Jordy membuka pintu dan langsung melayangkan kepalan tangannya kewajah Digo. Meskipun tak tau apa yang dilakukan Digo pada Sisi, Jordy yakin itu sesuatu yang buruk.

"Pukul lagi Jordy..." Digo justru minta dipukul lagi. Jordy terheran heran.
"Lo nantangin gw??"
BUGHHH.
Jordy memukul lagi wajah Digo. Pukulan Jordy kuat. Karna tubuhnya yang kekar dan ciri seorang pria yang gagah meskipun tak ada yang tau kecuali Sisi, dia gay.
"Gw rela lo aniaya terus demi Sisi..."
"Lo pikir lo hebat mau perkosa dia..."
"Kalau bisa bikin dia ingat, lo pukul seratus kalipun gw rela demi dia!" Digo menyusut sudut bibirnya yang berdarah.
"Pada kenyataannya lo menambah luka, bukan bikin dia ingat kalau lo pernah nodain dia!!" Jordy kembali memukul Digo dan tanpa perlawanan sampai Digo terjatuh.
"CUKUPP!" Teriakan Sisi membuat keduanya mengalihkan pandangannya pada Sisi yang menatap Digo dan Jordy bergantian dengan mata berair.
"Jadi lo dulu nodain gw, iya??," Sisi berkata dengan suara bergetar karna didadanya menumpuk rasa kecewa. "Pantas aja semua nutup - nutupin tentang lo, karna lo ternyata hanya ngerusak hidup gw, Digo!" Sisi memegang dadanya menahan isakan.
"Sekarang lo pergi dari sini...!"
"Si, akuuu..."
"PERGI!! Gw Benci sama Lo!"
Digo mendekati Sisi tapi Sisi mendorong tubuhnya kuat - kuat. Sisi Memukul dada Digo membuat Digo terdorong beberapa langkah. Akhirnya ketika Digo terdorong keluar pintu apartemen Sisi membanting pintu dengan keras dan bersandar dibelakangnya dengan tetesan airmata yang jatuh menitik kelantai.
"Sisiii..." Jordy mendekati Sisi yang melorot terduduk dilantai.
"Lo juga SANA, jangan dekati gw!"
Sisi memukul - mukulkan kepalanya kedaun pintu yang disandarinya.
"SISI..." Jordy melihat Sisi prihatin. Dia tau Sisi mulai frustasi tapi tak mencoba menenangkannya lagi dengan mundur memasuki kamarnya.

Sementara Sisi masih menangis dengan perasaan tak menentu tak sepenuhnya meyakini Digo seorang pria yang sangat dia benci tetapi dia benci tak bisa mengingat sepenuhnya Digo yang sesungguhnya membuat kepala dan hatinya selalu berdenyut berbarengan ketika melihat dan mencoba mengingatnya.

***

Sisi memandang SMA Bumi Pertiwi yang menjulang didepannya. Sepertinya banyak perubahan selama tiga tahun ini. Sekolah nampak lengang karna jam mata pelajaran hampir berakhir.

Diparkiran Sisi menatap motor yang berjejer rapi. Katanya dulu dia memarkir motornya diujung sini. Motor sport kini kelihatannya sudah banyak yang memakai.

Sisi menyusuri jalan sepanjang parkiran sampai belakang sekolah. Duduk dibangku taman dan memejamkan mata sejenak. Sisi menghela nafas. Meskipun beberapa hari ini dia tak mau bertegur sapa dengan Jordy, tapi Sisi mendengarkan dan mencoba datang kesekolah ketika Jordy mencoba bicara padanya tentang sekolah.

"Lo dulu sekolah di Bumi Pertiwi, lalu pindah ke Putera Negara ... " Jordy berkata pelan didepan Sisi saat Disi termenung didepan TV mogok bicara walaupun dia sebenarnya ingin bertanya kenapa dia pindah dari Bumi Pertiwi ke Putera Negara.
"Di Putera Negara lo gak lama karna dibawa ke Singapura sm Om Soni dan Tante Widya..."
'Kenapa pula harus dibawa ke Singapura?' Sisi membatin.
Rasa penasaran Sisi yang tinggi membuat dia sekarang berada di Bumi Pertiwi saat ini dan berharap ketika melihat sekolahnya, ingatannya sedikit mendapat sinar terang.

"Hmmmm...akhirnya gw bisa melihat lo lagi.....!"
Suara seseorang membuat Sisi tersentak membuka matanya. Melihat orang tersebut dengan mata menyala Sisi bergidik ngeri.
"Si...siapa lo?" Tergagap Sisi bertanya sambil berdiri panik. Sepertinya ada kenangan buruk yang terlintas melihat wajah orang ini.
"Gw orang yang penasaran tak bisa memenuhi hasrat gw buat nyentuh tubuh lo!" Orang itu seketika mencengkram lengan Sisi dan menariknya kesuatu tempat dan Sisi meronta karna merasa dirinya dalam bahaya.
"Tooll...mmhhppp..." Sisi tak bisa berteriak karna mulutnya tiba-tiba dibekap. Sisi meronta dan ketakutan seketika. Bayangan kelam saat dirinya diperlakukan sama tiga tahun lalu terlintas diotak dan menyakitkan kepalanya.

Tubuh Sisi diseret dan dilemparkan kedinding, ketika tangan pria itu ingin meraih dada dan sepertinya akan merobek bajunya Sisi berteriak histeris dan menendang kejantanannya membuat pria tersebut meringis. Sisi mempunyai kesempatan lari dan ketika sampai dipintu dan belum sempat membuka tubuhnya kembali ditarik dan kembali didesak kedinding.
"Selamat datang dipuncak kenikmatan...!"
"Noooooooooooo...."
BRAAKKK....
BUGGH. BUGGH. BUGGH
Sisi memejamkan mata sambil memegang kepalanya yang sakit ketika semua itu terlintas kembali diotaknya. Tak lama Sisi merasa tubuhnya didekap seseorang dan saat membuka mata Sisi menegang sesaat.
"Digoooo..." Sisi menyebut nama Digo ketika melihatnya sebelum kehilangan kesadaran.

***

"Lo yakin ini akan berhasil?"
"Bukankah Kita wajib berusaha, gw ingin dia kembali mengingat apa yang pernah kami lewati..."
"Tapi gw gak mau dia terlalu tertekan dan trauma lebih dalam..."

Digo dan Jordy menatap Sisi yang terbaring dengan wajah sembab. Digo meraih tangan Sisi, menyelipkan jarinya, mengecup punggungnya dan meletakkan dipipinya sementara tangan yang lain mengusap kepala Sisi.
"Aku cinta sama kamu..." Digo menatap Sisi yang masih saja memejamkan mata tak sadar.
"Ohh So Sweet..." Jordy menyelipkan jari-jari kedua tangannya sendiri didepan dada. Digo tak heran karna Jordy sudah bercerita selama ini hubungannya dengan Sisi seperti apa dan karna apa walaupun agak geli melihat tingkah seorang pria ganteng menjadi sedikit terlihat cabe-cabean.
Tiba-tiba tangan Sisi meremas erat tangan Digo. Wajah Sisi mengeluarkan ekspresi ketakutan luar biasa dan tersentak duduk.
"Sisiii..."
"Digooo, aku takuuttt...." Sisi memeluk Digo erat.
"Aku ada buat kamu, Si ... " Digo membalas pelukan Sisi dan mengusap - usap punggungnya.

Sisi memejamkan matanya merasakan hangat pelukan Digo. Ketakutannya sirna karna dia merasa aman didekatnya. Tiba-tiba Sisi mendorong tubuh Digo teringat perlakuannya beberapa hari lalu.

"Gw belum bisa maafin lo ya, pergi dari sini, gw udah bilang, gw gak mau ketemu lo lagi..."
Digo tak percaya usahanya tak juga membuahkan hasil meskipun Sisi terlihat sudah nyaman bersamanya.

"Aku akan pergi, tapi untuk kembali, sekeras apapun kamu menginginkan aku menjauh dari kamu, sekeras itu juga aku akan mendekat ... " Digo berlalu dari hadapan Sisi dengan langkah berat diiringi tangisan Sisi.

"Lo tega sama Digo, Si..." Jordy bergumam prihatin melihat Digo.
Sisi memukul-mukul kepalanya jengkel
"Hei Si, jangan bodoh!" Jordy mengguncang bahu Sisi.
"Biarin gw mati aja, Jordy..." Sisi menepis tangan Jordy.
"Enak aja lo, lo kira tanggung jawab gw sama Om dan Tante segede upil biarin lo mati?" Jordy berteriak marah pada Sisi.
"Apa pentingnya gw mati atau hidup bagi lo...?" Sisi membalas teriakan Jordy.
"Lalu Apa pentingnya lo mati, coba....?" Jordy membalas ucapan Sisi dengan mata melotot.
"Gw benci melupakan segalanya, gw benci nahan sakit kepala gw..." Sisi menangis menutup wajahnya.
"Lo gak ngehargain usaha Digo untuk bisa ngembaliin ingatan lo, gw gak suka..."
"Kenapa lo jadi belain dia?"
"Karna...."
"Karna apa? Karna lo suka sama Digo, hah?"
"Terserah gw.."
"Udah gw bilang JANGAN Ganggu DIGO!!"
"Salah lo sendiri, nyia-nyiain dia siapa tau karna dia kecewa sama lo, dia jadi gak suka cewek..."

PLAAKKKKK.....

"Sisiii...Sisiii...kalau cinta sama Digo jangan sok ngusir...."

Jordy berlalu dari hadapan Sisi yang terdiam menatap kepergiannya dengan perasaan bersalah. Bersalah pada Digo, bersalah pada Jordy.
Kenapa jadi begini?
Sisi memukul-mukul kepalanya.

***

Hari-hari Sisi begitu kelam rasanya. Digo sudah beberapa hari sejak diusir pergi tak lagi datang menemui. Apakah sudah menyerah? Kemana Digo? Sisi merindukannya. Ilmu bisnisnya akan segera dipraktekkan ketika Dad menelpon akan bekerja sama dengan salah satu perusahaan di Indonesia. Artinya Sisi takkan kembali ke Singapura, atau sebaliknya bertukar tempat dengan Dad.

"Aku akan pergi, tapi untuk kembali, sekeras apapun kamu menginginkan aku menjauh dari kamu, sekeras itu juga aku akan mendekat ... "

Sisi teringat kalimat terakhir Digo. Bulshit. Tak bisa dipercaya. Mana buktinya? Buktinya sekarang beberapa hari tak muncul. Ada rasa nyeri didada Sisi mengingat Digo. Rasanya kehilangan untuk kesekian kalinya. Sepi. Terlebih ia juga masih mendiamkan Jordy.

"Mau kemana?" Sisi bertanya pada Jordy yang kelihatan mau keluar apartemen dengan jaket kulitnya.
"Kemana aja gw mau..." Jordy menyahut dingin.
"Lo gak mau ngajak gw?" Sisi memaksakan diri untuk membuang egonya.
"Emang lo mau ikut? Bukannya lo keras kepala, betah diemin gw..." Jordy berkata datar.
"Bosan."
"Lo sendiri yang bikin bosan hidup lo..."
"Pokoknya gw ikut!!"
Sisi lari kekamarnya mengganti bajunya dengan baju kaos dipadu jaket kulit hitam dan celana panjang yang robek-robek dilutut dan pahanya. Keluar dari kamar, Jordy sudah tak ada lagi.

"Jordyyyy...." Sisi dengan geram keluar dari apartemennya dan menaiki Lift. Didepan apartemen sebuah motor sport singgah didepannya.
"Naik!" Jordy menggoyangkan kepalanya dan mengisyaratkan pada Sisi dengan dagunya untuk naik keboncengan.
Terheran Sisi menaiki motor. Darimana Jordy mendapatkan motor sport ini?
"Lo suka naik motor sport juga, baru tau gw!" Sisi berteriak diantara deru motor dan Jordy hanya mengangkat bahu.
Motor melaju dengan kecepatan sedang dan tak lama sampai ditempat segerombolan anak-anak yang nongkrong dijalan bersama motornya. Sisi merasa tak asing dengan tempat itu. Bukankah kemarin Digo mengajaknya kesini.
"New Comer..." Bima mendekati dan adu kepalan tangan dengan Jordy.
Sisi melongokkan kepala kesana kemari, berharap Digo juga muncul. Entah kenapa rindu didadanya semakin menumpuk saja.

BRUMMMM....

Sebuah motor sport merapat dan parkir berjarak satu motor dengan motor yang mereka naiki.

"Digo?" Sisi menyebut lirih nama Digo yang menatapnya dingin. Sisi merasa perih melihat tatapan Digo, seperti sudah tak ada lagi cinta dan rasa rindu. Lebih terasa nyeri lagi ketika melihat cewek diboncengan Digo memeluk posesive. Bukan Oliv dan tak tau siapa?

"Jordy, gw mau pulang..." Lirih Sisi berbisik ditelinga Jordy.
"Kenapa? Lagian gw gak ngajak lo, lo sendiri yang ikut ... " Dengan kejam Jordy menolak membawa Sisi pulang.
"Ya udah gw pulang sendiri gak papa kok.." Sisi turun dari boncengan Jordy. Tak ada keinginan marah pada Jordy terlebih Digo. Sisi merasa yang salah dirinya sendiri jadi tak ada hak untuk marah. Tapi rasa kecewa dan sakit hati tetap menggantungi batinnya.

"Dasar Playboy, Gw benci sama lo, Digoo..." Sisi memegang dadanya yang dipenuhi gumpalan gumpalan kekecewaan.
Sisi melangkahkan kakinya dengan lunglai. Apa sekarang? Jordy tak peduli. Digo apalagi.

Ciiitttttt....
Braakkk....

Sebenarnya Sisi menyadari ada sebuah motor mendekati dan dengan sengaja ingin menabraknya. Yang mengagetkan adalah Digo mendorong dan memeluknya hingga mereka jatuh bergulingan diaspal.
"Arghhh...." Sisi memegang kepalanya yang terbentur badan Jalan.
"SISI?

***

"Sisi?" Digo dan Jordy memanggil Sisi bersamaan ketika melihat tangan Sisi bergerak dengan mata mengerjap.

"Digooooo....." Suara Sisi lirih memanggil Digo ketika membuka matanya wajah Digo yang mengabur dipandangannya sedikit demi sedikit menjadi terang.

Sisi tersentak bangun dan memeluk Digo. Matanya berair dan tetesannya membasahi kaos hitam yang dipakai Digo.

"Digo, kamu gak apa-apakan? Kita jadi pergikan? Kamu jadi bawa aku pergikan? Kita akan hidup bersama-sama anak kita, hanya bertiga....iya Digo?"

****************************
Haii akhirnya bisa update...
Maaf, kebetulan sedang sibuk, ada promosi ...

Terima Kasih mau menunggu dan memberi vote dan komen diceritaku ini ya...

9Desember2015
Banjarmasin

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: