LOtS (15)
"Mom, maafin Sisi ... Sisi belum siap jadi ibu tapi Sisi juga gak mau dipisahin dari Digo..." Sisi masih berurai air mata memeluk kaki Momnya.
"Apakah pria yang bernama Digo itu mau bertanggung jawab?" Mom bertanya dengan suara bergetar.
Sisi masih bersimpuh dan memeluk kaki Mom-nya yang terhuyung kebelakang karena kakinya melemas. Lutut Mom rasanya makin melemas hingga memundurkan tubuhnya dan terhempas ditepi tempat tidur Sisi dan Sisi mengikuti sambil tetap menangis bersimpuh dikaki lalu meletakkan kepala dipangkuan Mom-nya yang semakin tak kuasa menahan perasaan sakit dihati yang terasa menyeri didadanya. Apalagi melihat Sisi yang jelas terpuruk dengan apa yang dialaminya.
Hamil? Anak gadisnya hamil? Diusia yang sangat muda, yang harusnya masih dalam masa pengawasannya. Kemana saja dia? Perhatiannya lebih pada harta yang diharap dapat membawa kebahagiaan bagi anak gadisnya. Ternyata apa? Kelengahannya sebagai orang tua membawa celaka pada anaknya. Celaka pada anaknya, celakalah dirinya. Wanita yang sepuluh tahun lagi baru setengah abad itu tak mampu menahan airmata sedih dan terluka yang lebih dari Sisi rasakan.
"Apakah pria yang bernama Digo itu mau bertanggung jawab?" Mom mengulang pertanyaannya.
"Sisi tak siap jadi ibu, Mom.." Sisi terisak dipangkuan Mom-nya.
"Tak siap jadi ibu kenapa Sisi melakukannya??" Mom bersuara dengan nada meninggi.
"Maafin Sisi, Mom..." Sisi menangis semakin menjadi.
"MAAF saja tidak CUKUP, Sisi!!" Mom menekan suaranya yang bergetar."Janin diperut kamu itu akan membesar lalu kamu mau menutupinya dengan apa???," Suara Mom makin bergetar."Suruh Digo menghadapi Mom!!"
Kreettttt......
"Siapa Digo? Kenapa dia harus menghadapi Mom?" Dad berdiri didepan pintu dan Sisi makin menenggelamkan kepalanya dipangkuan Mom.
Dad mendekati anak dan istrinya yang sama-sama sembab.
"Ada apa? Apa yang terjadi??" Dad bertanya lagi karna tak mendapatkan jawaban dari Mom apalagi Sisi yang semakin gemetar ketakutan.
"Sisi??"
"Mom??"
"Apa kalian hanya ingin diam selamanya?"
"Apa kalian nggak menganggap Dad kepala rumah tangga lagi?"
"Apa kalian...."
"Sisiii... hamil, Dad ... !" Mom memotong ucapan Dad dan langsung menutup wajah dengan sebelah tangannya.
"Apa??" Dad berteriak nyaring seperti membelah kamar Sisi dan Sisi bergidik mendengarnya.
"Arghhhh...." Dad memegang dadanya yang tiba-tiba saja sakit.
"Dad?" Mom terkejut melihat Dad yang sepertinya sesak nafas. Mom mengalihkan Sisi dari pangkuannya dan mendekati Dad dengan panik diikuti Sisi yang ikut panik.
"Dad, tarik nafas Dad, please Dad harus tenang..." Mom menahan tubuh Dad yang hampir jatuh. Segera Dad menguasai dirinya, menarik nafas dalam-dalam, terbatuk dan berdiri tegak.
"Plakk!!!!!!"
Tangan Dad melayang ke-pipi Sisi yang langsung tersungkur kelantai.
"Dad, jangan sakiti Sisi..." Mom menarik lengan Dad yang akan menunduk menarik tubuh Sisi.
"Jadi menurut Mom, anak sehina ini harus diapakan?"
"Dad bicara apa? Kalau dia hina, kita lebih daripada hina, Dad!!"
"Jadi kamu menyalahkan kita yang hina sehingga dia jadi hina?"
"Ini salah kita Dad, kita yang kurang perhatian sama Sisi, apa Dad gak merasa bersalah?"
Sisi menekuk kakinya dengan punggung tersandar kesisi ranjang. Rasa ketakutan luar biasa mendera Sisi. Lihatlah akibat perbuatannya. Orang tuanya bertengkar dan saling menyalahkan.
"Bawa dia ke Singapura, hukum dia takkan bertemu selamanya dengan orang yang telah merusaknya ... " Dad berkata keras sambil menunjuk Sisi.
Seperti disambar petir Sisi mengangkat kepalanya yang tadinya tertunduk sambil terisak dengan wajah terkejut. Sisi tak menyangka pemikiran Dad-nya akan setega itu, memisahkannya dengan ayah calon bayi yang dikandung sebagai hukuman. Oh, Tidak...
"Enggakkkk, jangan pisahin Sisi dari Digo, Dad, please...." Sisi beringsut mendekati Dad yang berdiri tegak disamping Mom. Dad sudah akan beranjak ketika Sisi meraih dan menangis dikakinya.
"Dad rasa itu hukuman yang pantas buat kamu, kamu ikut ke Singapura dengan dua pilihan mempertahankan kandunganmu atau menggugurkannya!!"
"Dad, Sisi mohonnnn...." Sisi berteriak dan tersungkur seiring dengan langkah Dad menarik paksa kakinya yang dipeluk Sisi untuk melangkah menjauhi kamarnya diiringi Mom.
"Dad, Dad jangan gegabah, bagaimana Sisi kalau memiliki anak tanpa ada suami..??"
"Aku tak peduli, aku tak perlu ayahnya, Sisi bisa sendiri tanpa dia, kalau perlu gugurkan saja habis perkara!!!"
"Daddd...."
Suara Mom dan Dad yang sedang beradu argumentasi masih terdengar dan semakin lama semakin menjauh meninggalkan kamar Sisi.
'Lihat Sisi, akibat perbuatanmu, selain dirimu sendiri masih ada orang tua yang merasa terluka karnanya.' Hati kecil Sisi mengutuk dirinya sendiri.
"Digoooo...."
Sisi menyebut nama Digo sambil menggeleng tak rela membayangkan perpisahan yang akan terjadi pada mereka. Kenapa semua jadi begini? Ini benar-benar seperti mimpi buruk. Dan Sisi berharap ini benar-benar cuma mimpi.
***
"Aku cinta sama kamu, Digo, apapun yang terjadi aku akan selalu cinta kamu..." Sisi menyentuh wajah Digo dan mengecup dahinya dengan berjinjit. Digo menatap Sisi yang dilihatnya begitu pucat dan sembab.
"Selalu, Digo ... " Sisi mengecup bibir Digo sambil memejamkan matanya. Setelahnya Sisi mengusap bibir Digo dengan ibu jarinya. Digo menarik Sisi kedalam pelukan dan membenamkan kepala Sisi didadanya.
"Selamanya, aku akan cinta sama kamu...." Digo mengeratkan pelukannya. Sesaat Sisi melepaskan pelukan Digo tempat ternyamannya. Sisi menggenggam tangan Digo dan menyentuhkan keperutnya lalu mundur beberapa langkah sambil melepas tangan Digo dan Digo mencoba meraih tangannya kembali. Mata Sisi tak hentinya mengeluarkan tetesan bening dan semakin menghilang dari pandangannya
"Sisiiiiii....."
Digo terlonjak bangun dari tidurnya dengan tubuh berkeringat. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Mimpi buruk. Digo menyapu keringat yang seperti butiran jagung didahinya. Sisi menangis dan menghilang dari pandangannya. Pertanda apakah gerangan?
Digo meraih handphonenya. Mencari nomor Sisi dan memanggilnya.
Nomor yang anda tuju tidak menjawab.....
Dua kali Digo menelpon, dua kali juga suara yang sama mampir ditelinganya.
Sayang?
Digo mencoba mengirim sms. Beberapa menit setelahnya Digo harus kecewa karna tak ada jawaban. Digo berharap saat ini Sisi hanya sedang tidur makanya tidak menjawab telpon dan smsnya. Tetapi kenapa perasaannya begitu tidak nyaman? Digo mengusap wajahnya kasar menghilangkan kegundahan. Bayangan wajah Sisi dengan mata yang sembab dan terus-terusan menangis menghantuinya setiap memejamkan mata. Jika saja sekarang sudah pagi, Digo akan langsung melesat kerumah Sisi.
Digo sangat mengkhawatirkan keadaan Sisi yang sedang mengandung buah dari dosa mereka. Firasat Digo akan ada sesuatu yang akan terjadi dan itu bukan hal yang baik bagi mereka. Digo meremas dan mengacak rambutnya frustasi dengan pikiran-pikiran jeleknya. Digo takut, Sisi akan kehilangan akal sehat dan mencoba membunuh dirinya sendiri. Digo takut, karna firasatnya Sisi akan meninggalkan dirinya dan takkan bisa beremu lagi selamanya.
"Kenapa rasanya takut kehilangan, ada apa sebenarnya dengan Sisi?"
***
Digo mengucek matanya ketika sinar matahari menerpa mata dan seluruh wajahnya. Setelah terbangun dari mimpi buruk Digo tak bisa lagi memejamkan matanya. Akhirnya dia tertidur juga tak tau jam berapa mungkin sudah pagi dan bangun sesiang ini. Digo meraih handphonenya.
Terdapat 10 panggilan dan 4 sms dari Sisi.
Digo terlonjak kaget dan mencoba menelpon Sisi.
"Arghh, Kenapa gak aktif?" Digo menggenggam tangannya. Dan membuka sms dari Sisi.
Digo?
tolong angkat telpon aku
aku butuh kamu sekarang
aku pergi, Digo
Digo menarik gas motornya dengan kencang membelah jalanan dipagi menjelang siang yang mulai ramai. Telpon Sisi mendadak tidak aktif dan tidak bisa dihubungi semakin membuat Digo tak enak hati. Smsnya yang mengatakan dia pergi membuat Digo panik.
Didepan rumah Sisi, Digo bingung karna pagar rumahnya sudah digembok.
"Kenapa digembok? Kemana Sisi??" Digo semakin gundah.
Digo mencoba menelpon lagi.
Telepon yang anda tuju sedang tidak aktif
Ck. Digo berdecak. Digo memukul motornya. Digo mengutuk dirinya kenapa tak punya nomor telpon Adit atau Dinda?
"Digoo.."
Digo menoleh kearah Adit dan Dinda yang baru saja datang dengan motornya. Sebenarnya mereka baru saja melepas kepergian Sisi yang dibawa kedua orang tuanya ke Bandara menuju Singapura. Digo tak menyadari tadi berselisihan dengan Adit dan akhirnya Adit memutuskan kembali kerumah Sisi untuk menemui Digo. Adit tiba-tiba saja tak sampai hati pada Digo.
"Sisi dibawa ke Singapur sama Mom dan Dadnya...." Adit berkata dengan wajah menyesal.
Jantung Digo berdegup kencang seketika mendengarnya. Sisi dibawa ke Singapura? Sisi pergi? Inikah arti dari mimpi buruknya?
"Mau kemana?" Adit bertanya melihat Digo menstarter motornya.
"Ngejar Sisi.."
"Dadnya berpesan supaya lo jangan mencari Sisi lagi." Adit menyampaikan pesan dari Ayah Sisi.
"Gw gak peduli, gw hanya peduli sama Sisi!!" Digo mulai menarik gas motornya.
"Pesawat Sisi terbang dua jam lagi, BURUAN!!" Adit sedikit berteriak diantara deru sepeda motor. Digo melesat meninggalkan rumah Sisi membawa motornya dengan kecepatan tinggi dan dengan hati yang benar-benar terasa takut kehilangan.
"Aku gak akan biarin kamu nanggung semuanya sendirian, Si..."
***
"Sudahlah, jangan buang - buang airmata kamu itu.." Dad melengos melihat Sisi yang terus-terusan menangis.
Sisi benci seketika melihat Dadnya. Selama ini Dad sudah tak pernah memperhatikan keadaannya, sekarang memberi hukuman semena-mena. Mom tak bisa berbuat apa-apa dengan kerasnya Dad untuk memberi hukuman dengan memisahkan Sisi dan Digo. Mom sudah berusaha untuk membujuk dan memberikan pengertian, tetapi Dad tetap pada pendiriannya. Sepertinya Dad kalut karna usahanya saat ini sedang ada yang bangkrut dan masalah Sisi hanya menambah beban pikirannya saja, hingga dia tak peduli lagi pada perasaan Sisi.
"Dad, Jahat...!!"
Mom memeluk Sisi dan mengisyaratkan agar Sisi tak membantah Dadnya lagi kalau tidak Dad akan tambah marah.
Bandara cukup ramai dengan penumpang untuk penerbangan pertama pagi ini. Didepan pintu keberangkatan tubuh Sisi melunglai karna perpisahan dengan Digo akan benar-benar terjadi. Airmata kian menderas keluar dari matanya yang sudah membengkak.
"Sisiiii.....!" Sisi mencari-cari suara yang memanggilnya.
"Digooo..." Sisi membelalakkan mata melihat Digo yang berlari dari kejauhan menuju pintu keberangkatan.
"Digooo..." Sisi menerobos orang-orang yang sedang berada didepan pintu keberangkatan. Mom dan Dad juga Bibi Joana terkejut karna Sisi terlepas dari pengawasan mereka.
"Sisiiii...." Digo memeluk erat tubuh Sisi dan Sisi membalas lebih erat lagi.
"Bawa aku pergi dari sini, Digo...!!"
*******************************
Maaf ya telat, aku lagi krg fit...
Makasih vote dan komennya...
Banjarmasin,
3 Desember 2015
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top