LOtS (13)
"Yeayy....." Sisi memeluk leher Digo dan Digo menoleh padanya., lalu saat wajah mereka bertemu mereka berciuman kilat. Digo menang balapan. Dan Sisi sebagai penyemangat diboncengan berteriak senang. Sorakan riuh penonton balapan membuat mereka tambah bersemangat.
"Adiiittt...." Sisi meneriaki adit yang finish diposisi kedua dan mensejajarkan motornya dengan muka ditekuk.
"Ihh kenapa sih Dit??"
"Males sama lo gak setia sama gw..."
"Ihh udah ada yang nempel juga dibelakang pake ngomong kaya gitu lagi.."
Adit tertawa tergelak menoleh kebelakangnya. Diboncengannya ada Dinda. Adit hanya bercanda. Memang dia sudah terbiasa seperti itu dengan Sisi. Kadang Digo keki dibuatnya. Cemburu buta. Kalau Dinda maklum saja. Lagipula ini hanya PDKT kalau seumpama gak cocok ya udah bye. Tapi sepertinya cocok sih. Yang satu Jahil yang satu bawel tak terkira. Pasangan yang cocoklah. Kalau Digo dan Sisi pasangan Unyu. Adit dan Dinda pasangan seru.
Motor Digo dan Adit parkir berdampingan.
"Makasih yaa udah semangatin aku, cayanggg..." Digo berbalik dan mencubit pipi Sisi.
"Iyaa cay, emhhh..." Sisi memegang lengan Digo dengan memiringkan kepalanya kekiri dan mata terlihat sayu dan berair, tubuhnya terasa tak enak.
"Eh, kenapa?" Digo menangkup pipi Sisi yang tiba-tiba terlihat lesu.
"Masuk angin kali perutku rasanya kembung, " Sisi mengeluh manja memegang perutnya.
"Emang kamu gak makan apa telat makan?" Digo ikut memegangi perut Sisi.
"Eh, ngapain pegang-pegang perut, hamil lo??" Adit menyeletuk disela pembicaraan Digo dan Sisi.
"Enak aja, sembarangan lo !!" Sisi memukul bahu Adit yang masih bertengger di motornya untuk menutupi kegugupan yang tiba-tiba menyelusup hati Sisi. Hamil?
"Udah, udah.." Digo mengalihkan wajah Sisi yang melotot kearah Adit padanya. " Kamu gak makan tadi?" Digo mengulang pertanyaannya.
Sebenarnya kata Hamil itupun mengganggu hatinya. Tapi Digo mencoba meyakini Sisi takkan hamil.
Terakhir setelah Sisi menstruasi ia selalu mengeluarkan benih diluar rahim Sisi. Mereka juga pernah pakai pengaman, tapi menurut mereka kurang nyaman. Lebih berasa sensasinya ketika kulit bertemu kulit. Bukan karet bertemu kulit.
"Belum, terakhir tadi siang ketika kita makan dikantin.." Sisi berkata dengan suara mengeluh manja.
"Pantes, yuk makan yuk.." Digo mulai menstarter motornya.
"Dit, Din, gw duluan ya .. " Sisi pamit pada Adit dan Dinda.
"Iya Cay, Capcayyyy..." Adit dan Dinda serentak menjawab meledek diiringi kepalan tangan Sisi.
"Sialan, wleee..." Sisi meleletkan lidahnya.
"Bim, gw duluan ya, Tara, Sani, semua, gw balik duluan bini sakit nih ... " Digo pamit pada teman-teman balapnya dan berlalu membawa motornya dengan kecepatan sedang diiringi lambaian tangan mereka yang masih melanjutkan nongkrongnya.
Sisi memeluk erat dan menempelkan pipinya dipunggung Digo. Rasanya lemas. Sesekali Digo memegang lengan Sisi yang memeluknya.
***
"Aku gak selera makan .. "
Sisi mengeluh ketika Digo memaksanya makan. Mereka sepakat makan dirumah dan membeli makanan dari luar.
"Ayo makan, ntar kamu tambah sakit, tadi udah beli obat jadi harus makan dulu, biar besok udah sehat ya..." Digo memaksa lagi. "Aku ngingetin kamu ya, jangan bilang ntar gara-gara aku nggak ngingatin..." Digo masih mencoba memaksa.
Sisi menaruh kepalanya dibahu Digo yang langsung merengkuh bahu Sisi dan mengusap-usapnya.
"Kasian sakit," Digo mencium kepala Sisi. Sisi mendongak menatap Digo. Si Tengil itu perhatiannya nomer satu kalau dia ada keluhan. Dulu ada Adit yang perhatian, tetapi berhubung dengan Adit tak punya perasaan apa-apa jadi Sisi merasa biasa saja tak ada yang istimewa.
"Aku gak hamilkan, Digo?" Usapan dibahu Sisi berubah menjadi dekapan ketika Digo melingkarkan tangannya mendekap tubuh Sisi mendengar pertanyaan yang mebuat Digo sedikit takut.
"Enggak mungkin, kan seringnya calon anak-anak kita berhamburan disprei, bukan didalam kamu," Sisi mencubit paha Digo sedikit malu walaupun sebenarnya kalimat mereka akan lebih vulgar lagi lebih daripada itu saat sedang menyatu dan berkeringat dibawah kendali nafsu.
"Ini belum telat sih, tapi aku takuuttt ... " Digo mencium rambut Sisi menetralkan perasaan takut yang sama dilubuk hatinya.
"Udah jangan takut, yakin enggak jadi, Sayang ... " Digo meletakkan dagunya diatas kepala Sisi.
"Kalau seumpamanya jadi gimana?" Sisi masih tak yakin.
"Ya, Gimana?" Digo bertanya seperti pada diri sendiri.
"Kamu siap tanggung jawab?" Sisi melirik keatas mencoba melihat ekspresi wajah Digo
"Ya, siap gak siap, mau gimana lagi?" Digo berucap pasrah.
"Jangan tinggalin aku, Digo..." Sisi mempererat pelukannya kepinggang Digo.
Digo mengangguk. Meskipun hatinya merasa tak menentu, apakah jika benar terjadi seperti itu dia akan siap mempertanggung jawabkan semua perbuatannya? Dia masih muda harusnya lebih banyak berkarya bukannya berkarya memahat dan menanamkan benih cinta ditubuh Sisi.
"Sekarang aku hanya memiliki kamu, Mom dan Dad jarang ngingatin aku, hampir tak pernah berkomunikasi dalam seminggu, aku sendirian ... " Sisi memegang dadanya yang ngilu teringat kedua orang tua yang hanya bisa memproduksi dirinya hingga lahir kedunia tapi tidak bertanggung jawab memberikan bekal ilmu buat masa depannya.
Apalah artinya banyak harta ketika kekurangan perhatian dan kasih sayang dari orang tua? Bertemu Digo merubah dunianya. Meskipun langkah mereka salah tetapi menurut mereka, saat ini mereka merasa lebih bahagia karna bisa saling melengkapi.
"Jangan bilang kamu sendirian Si, kita sama, aku juga jarang ditengok Papa dan Mama, mereka asik dengan dunia mereka sendiri dan ngelupain aku anaknya..."
"Ada aku Digo, yang gak akan ngelupain kamu, janji ya gak akan pernah ninggalin aku ... " Sisi makin membenamkan kepalanya dilekuk leher Digo. Digo menunduk mencium kening Sisi dan menyentuh ujung hidungnya dengan ujung jarinya.
"Aku janji .... "
Digo dan Sisi saling berjanji untuk takkan pernah meninggalkan dan saling menjaga.
Mereka, dua insan yang masih remaja, harus dewasa sebelum waktunya karna kurangnya perhatian dan pengawasan dari orang tua.
***
Sisi menghela nafasnya dalam - dalam. Kesedihan jelas terpancar dari raut wajahnya. Hampir tiga bulan bersama Digo. Tiap bulan pula dia selalu diliputi kecemasan saat menunggu waktunya haid. Kalau sudah begitu mereka akan takut berbuat tetapi setelah ternyata haid datang, ketakutan sirna dan nafsu kembali menguasai.
"Si, lo kenapa?" Dinda bertanya pada Sisi yang sedang muram disebelahnya. Mereka duduk dikantin sepuluh menit sebelum bel istirahat berbunyi. Kelas mereka kebetulan sedang pelajaran olah raga, dan baru saja Pak Samson mengakhiri sesinya.
"Gak papa, Din ... " Sisi menggeleng pelan.
"Digo gak masuk hari ini, lo gak tau dia kemana?" Dinda bertanya hati - hati. Sisi menggeleng lagi.
"Kalian berantem?" Dinda masih mengejarnya dengan pertanyaan. Sisi menggeleng tapi airmata mulai meleleh disudut matanya. Dinda mengeryitkan alisnya.
"Kenapa? Boleh gw dengarin lo? Biar lo lega?"
Sisi menatap Dinda. Sisi ragu untuk bercerita pada Dinda tentang banyak kegundahannya, ia takut akan sampai ketelinga Adit. Dia tidak mau Adit akan bertengkar dengan Digo. Adit itu dari dulu sudah seperti kakak, kalau Sisi sedih dia akan ikut sedih. Kalau ada yang mengganggu Adit akan maju didepannya pasang badan.
Tadi malam Sisi ingin sekali pergi makan ditempat favorite mereka nasi goreng pinggir jalan bang amat. Karna Handphone Digo tidak aktif akhirnya Sisi memutuskan untuk pergi sendirian naik motornya.
Disana selera Sisi memudar seiring matanya melihat bayangan Digo bersama cewek lain memasuki warung yang menggunakan tenda tersebut.
"Digo?" Sisi seketika merasa bertambah lemas.
"Sisi? Ngapain disini?" Digo terkejut melihat Sisi.
"Ya mau beli nasi gorenglah masa mau, beol disini..." Sisi langsung naik darah melihat Digo yang kelihatan kaget. Selama ini dia berusaha menghilangkan sedikit keras dan bandelnya karna Digo, tapi Digo juga yang kali ini menghilangkan kelembutannya.
"Jangan pegang-pegangggg.." Sisi melotot dan menepis tangan Digo.
"Jangan marah dulu, ini Ira, sepupu aku.."
Meskipun Digo sudah menjelaskan kalau cewek itu adalah Ira, sepupunya yang datang dari luar kota, Sisi tetap tak bisa menahan sesak didadanya kenapa Digo tak cerita dan membiarkan hapenya tidak aktif hingga dia susah menghubungi? Sisi meninggalkan Digo dan tak menunggu nasi goreng yang dipesannya.
Pagi tadi ketika Sisi pergi sekolah sengaja lebih pagi agar tak dijemput Digo, terlihat nasi goreng di depan pintu kamarnya. Tadi malam ketika Bibi Joana mengetuk ngetuk pintu kamar, Sisi tak menghiraukannya. Entah kenapa perasaannya jadi sensitif sekali. Kenapa harus marah sama Digo?
"Hmmm....ternyata yang namanya playboy tetep aja playboy, akan bosan dengan korbannya lalu mencari yang baru..."
'Lagi-lagi tukang sihir ini.' Sisi membatin kesal melihat Fika. Tak kapok juga mengganggu dengan segala omongannya yang selalu ingin menjatuhkan.
Dinda dan Sisi hanya diam seakan tak ada siapa-siapa didepan mereka. Mereka sudah menemukan cara untuk membungkam mulut nenek sihir didepan mereka ini, yaitu tak peduli.
"Mengambil milik orang lain balasannya juga akan diambil..." Fika masih saja bercuap cuap sambil mengambil minuman dan meneguknya lalu beranjak pergi setelah membayar harga minumannya.
"Rese tu orang ... " Dinda mencelos jengkel. Sisi diam saja. Mungkin nenek sihir itu ada benarnya. Yang namanya Playboy tetaplah Playboy. Badboy ya badboy takkan bisa berubah meskipun karna cinta. Atau mungkin selama ini tak cinta?
Sisi berdiri dari duduknya diiringi Dinda yang keheranan. Ketika Sisi melangkah tiba-tiba tubuhnya terasa melayang. Seketika Dinda panik melihat Sisi seperti hampir pingsan. Dibantu Sri teman sekelas mereka yang kebetulan sudah akan meninggalkan kantin, Dinda membawa Sisi ke Uks.
"Kenapa, Si?" Sri menahan tubuh Sisi yang hampir oleng lagi.
"Gw gak papa," Sisi memegamg kepalanya."Cuma sedikit pusing." Sisi memejamkan matanya ketika tubuhnya dibaringkan keranjang ruang UKS.
"Makasih Sri, Din ... " Sisi berucap membuka matanya sebentar menatap Sri dan Dinda lalu memejamkan mata lagi.
"Lo istirahat dulu ya Si, Sri yang piket disini hari ini, kalau perlu apa-apa minta tolong dia..."
Dinda menepuk pelan bahu Sisi. Sisi mengangguk.
"Gw duduk dimeja jaga ya Si ... " Sri menuju tempat duduk dimeja jaga yang tak jauh dari tempat Sisi berbaring dan dengan mudah bisa melihat Sisi dari tempatnya duduk walaupun sedikit menyamping.
Kreettttttt......
"Sisiiii...." Suara cemas Digo terdengar mendekat. Sisi tambah merapatkan matanya. Harum wangi Digo tercium hidung Sisi. Seketika ada kesedihan dihati Sisi. Entah kenapa rasanya takut sekali Digo kembali menjadi Digo yang dulu, seorang badboy yang playboy. Setidaknya sekarang Sisi ingin Digo menjadi orang yang baik baginya, walaupun bagi orang lain dia tetaplah badboy. Cuek, suka membantah, jarang masuk di jam pelajaran meskipun sekarang agak rajin, merokok walaupun siswa dilarang keras merokok.
"Sakit lagi?" Digo meraih tangannya. Sisi merasa telapak tangan Digo menyentuh dahi dan pipinya.
"Tadi malam aku dan Iraa..."
Sisi meneteskan airmata seketika saat Digo menyebutkan nama cewek lain. Digo tak melanjutkan kalimatnya ketika didengarnya isakan.
"Selamat ulang tahun, sayang..." Digo mengecup punggung tangan Sisi. Isakan Sisi berhenti tiba-tiba. Ulang tahun. Bahkan dia sendiri lupa kalau dia ulang tahun sekarang.
"Ira juga ulang tahun hari ini, aku berjanji ngasih kado yang dia pilih sendiri, aku meminta dia milihin kado buat kamu, makanya aku gak aktifin handphone pingin kasih kejutan..."
Sisi membuka matanya dan mencoba duduk dibantu Digo. Sisi langsung memeluk Digo erat-erat. Digo melepasnya dan memberikan sebuah kado untuk ulang tahun Sisi. Sisi membukanya dan dilihatnya sebuah kalung berliontin DigoSisi. Digo membantu melepas kalung Sisi yang sudah dipakainya dan memasangkan kalung yang baru. Sisi memegang ukiran DigoSisi yang tertempel dilekukan lehernya dan memeluk boneka teddy bear berukuran cukup besar yang mendampinginya.
"Makasih Digo, makasih Cay ... maafin aku, aku terlalu takut kamu udah gak sayang lagi sama aku .. " Sisi menyandarkan kepalanya dibahu Digo yang merengkuh bahunya.
"Aku yang minta maaf bikin kamu cemas ... " Digo mengusap punggung Sisi.
"Digo ... " Sisi melepas pelukan dan menatap Digo.
"Kenapa hmm ?" Digo mengelus pipi Sisi dan mengeryitkan alis ketika mata Sisi mulai berair. Sisi mulai mengumpulkan kekuatan untuk mengatakan sesuatu yang sejak semalam ingin dia sampaikan pada Digo. Sisi melirik kearah meja Sri yang kosong.
"Digo, Akuuu....hamil..."
*******************************
Nah lo?
Haiii......datang lagi nih......
Terima Kasih sudah diapresiasi dengan vote dan komen...
Banjarmasin, 01 Desember 2015
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top