19 Pernikahan dan Bulan Madu

Pernikahan Hyunbin dan Yejin berlangsung hikmat. Hanya ada pemberkatan dan garden party setelahnya. Tidak ada resepsi yang begitu mewah. Hanya acara outdoor sederhana yang didatangi oleh orang-orang terdekat mereka. Namun, dekorasi bunga yang indah begitu memenuhi taman. Makanan berlimpah. Alunan band akustik menambah suasana romantis. Cuaca di sore hari itu juga tidak panas dan sangat mendukung. Sungguh yang hari sempurna untuk melangsungkan pernikahan.

Anak-anak Riize High sendiri berkumpul di sudut taman. Kini mereka melihat dua teman mereka, yang saat itu sangat tampan dan cantik berbalut setelan putih, mendampingi kedua orang tua mereka untuk berfoto bersama. Mereka berdua terlihat tertawa bahagia bersama orang tua mereka dan keempatnya saling berpelukan, membuat teman-temannya mematung keheranan dari kejauhan.

"Sumpah, gue ngga abis pikir," ujar Sungchan. "Kok bisa gitu lho! Kalo gue jadi mereka ngga sanggup gue!"

Ningning masih melongo. "Gue ngga tau harus senang apa sedih liat mereka."

"Udahlah, yang penting mereka bahagia sekarang," ujar Seunghan.

Setelah sesi foto keluarga usai, Wonbin dan Karin menghampiri teman-teman mereka dengan senyum lebar. Teman-teman mereka tertawa cekikikan menyambut mereka berdua.

"Cieee... officially saudara tiri!" seru Sohee.

"Emang boleh sesaudara tiri ini?" goda Giselle tertawa.

"Ketemu di altar tapi jadi saudara tiri. Sedih banget," tambah Eunseok memperkeruh.

Wonbin hanya bisa tertawa nyengir. "Sialan lo."

Shotaro tertawa lepas. "Wah, emang parah lo, Seok!"

"Selamat ya atas pernikahan orang tua kalian," seru Minjeong memeluk Karin. "Lo cantik banget hari ini, Kar!"

Karin membalas pelukan Minjeong sambil tertawa. "Thank you sayang!"

Anton ikut menepuk bahu Wonbin. "Bro, congratulations for your wedding! Umm I mean... your parent's wedding."

Wonbin tergelak mendengarnya. Ucapan Anton serasa menghunus. "And thank you for coming."

Seunghan menghampiri Wonbin dan membisikkan sesuatu di telinganya. "Berarti gue ada kesempatan dong buat dapetin Karin lagi?"

Wonbin tertawa sambil melemparkan pandangannya ke arah lain. "Jangan harap ya! Gue sebagai saudaranya ngga setuju!"

Seunghan terbahak mendengarnya. "Sumpah lo egois banget!"

Mereka saling bercanda satu sama lain. Selain itu, terlihat jelas mereka memerhatikan gesture antara Wonbin dan Karin yang masih saling melemparkan tatapan hangat. Wonbin juga sesekali merangkul bahu Karin dan menggenggam tangan gadis itu. Pria itu juga tak segan memperbaiki helaian rambut Karin yang berantakan, membuat mereka semua bertanya-tanya dalam hati, apakah mereka sudah putus atau tidak. Namun, tidak ada yang berani menanyakannya.

***

Korea Selatan

Hyunbin dan Yejin sedang menikmati honeymoon mereka di sebuah vila di pinggir pantai di daerah yang terdekat dari Seoul. Pagi itu mereka berjalan berdua menyusuri tepi pantai sambil merasakan angin laut menyibak ke arah mereka.

"Kok kepikiran sih ngajak aku ke sini?" tanya Yejin.

"Ini dulu kan tempat favorit kamu," jawab Hyunbin lembut, membelai kepala Yejin.

Yejin tersenyum bahagia. Ia memeluk suaminya dengan begitu erat. Di sela itu, di ujung sana, ia melihat Karin dan Wonbin di depan vila sedang sibuk menyiapkan panggangan barbeque. Mereka berdua terlihat mengoceh soal panggangan. Meskipun ocehan mereka tidak terdengar, Yejin tertawa pelan.

"Dari tadi Karin ama Wonbin kok berantem mulu. Kayak udah jadi saudara beneran ya!" ujar Yejin geli.

"Sudahlah! Biarkan saja mereka berdua," jawab Hyunbin tersenyum melihat tingkah anak-anak mereka.

Beberapa saat kemudian, Yejin terdiam. Pandangannya menerawang melihat Karin dan Wonbin di sana. Tidak bisa dipungkiri bahwa pernikahan mereka dapat terwujud atas restu anak-anak mereka. Jauh di dasar hatinya, Yejin tetap merasa terbebani. Hubungan anak-anak mereka harus berakhir karena pernikahan tersebut.

"Bagaimana kalau Karin dan Wonbin ngga bisa ngelupain perasaan mereka satu sama lain?" tanya Yejin. "Aku lihat mereka berusaha banget bersikap dan menjaga jarak karena status mereka sebagai saudara."

Hyunbin menatap istrinya dengan begitu hangat. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi kemudian. Tapi, jika mereka berdua sudah dewasa nanti dan perasaan cinta itu tetap ada... Aku sama sekali tidak ingin menghakimi mereka. Bagaimana pun, perasaan itu sudah menjadi milik mereka jauh sebelum kita bertemu kembali. Pernikahan kita ini pun, itu karena kebesaran hati mereka. Mereka pasti sangat berat melalui ini. Aku tidak ingin menambah beban mereka lagi."

Yejin tersenyum mendengar jawaban dari suaminya itu. Hyunbin balas tersenyum dan mencium bibir istrinya itu dengan lembut.

***

Wonbin menengok ke arah orang tua mereka yang sedang bermesraan di tepi pantai dan terbelalak melihat mereka berdua.

"Perasaan dari tadi ciuman mulu," gerutu Wonbin.

Karin menghela napas pendek dan berusaha menyalakan panggangan. "Udah deh Bin! Namanya juga pengantin baru. Kamu tuh dari tadi ngomel mulu deh! Bantuin kek ini nyalain panggangannya! Ini dagingnya lumayan banyak nih mau dipanggang!"

Wonbin melihat Karin kebingungan menyalakan panggangan barbeque di depannya. Pria itu kini dengan malas-malasan membantu Karin menyalakan arang di dalam panggangan.

"Kesel deh! Lagian ngapain sih honeymoon sambil bawa anak? Mana kita cuma jadi tiang listrik di sini!" omel Wonbin sambil mengipas arang.

"Kamu doang tuh yang jadi tiang listrik! Dari tadi ngga ngapa-ngapain! Buruan panggang dagingnya! Bunda ama papa udah kelaperan tuh!" seru Karin sambil menyerahkan wadah berisi daging yang telah dibumbui.

Mendengar omelan Karin, Wonbin memutar bola matanya kesal dan meletakkan beberapa daging di atas panggangan. Karin melototi daging-daging itu sambil menggigit bibirnya, tidak sabar untuk mencicipinya. Setelah ada beberapa yang matang, Wonbin meraih sumpit dan mengambil daging tersebut. Ia menyuapi Karin dan sebelah tangannya menadah daging agar tidak terjatuh. Mata gadis itu berbinar begitu daging tersebut memenuhi mulutnya.

"Hmmm... Enak banget Bin! Mau lagi!"

Wonbin tertawa kecil melihat reaksi gadis itu. Ia meraih daging matang lainnya dengan sumpit dan kembali menyuapi gadis itu. Refleks Wonbin membersihkan ujung-ujung bibir Karin yang belepotan bumbu daging dengan jempolnya, membuat gadis itu sedikit merona.

"Tapi Bin, ini bunda ama papa mau sampai kapan sih di vila? Ini kan aku baru pertama kali ke luar negeri. Pengen jalan-jalan keliling Seoul. Tapi kok dari kemarin kita stay mulu di vila ya? Aku bosen Bin," ucap Karin.

"Emang kamu ngarepin apa ama orang yang lagi honeymoon? Mereka lebih prefer di vila lah!" balas Wonbin.

Karin berdecak sedih. Melihat reaksi gadis itu, Wonbin tersenyum di ujung bibirnya.

"Mau jalan ngga bareng aku? Kita tinggalin aja papa ama bunda," ajak Wonbin.

Karin kegirangan bukan main. "Ehh? Emang boleh?"

"Ya bolehlah! Kok ngga boleh? Aku udah sering ke Seoul kok. Kamu mau kemana?"

"Ke Namsan Tower yuk! Aku pengen banget ke gembok cinta itu!"

"Yah! Mainstream banget! Ngga ada tempat lain apa? Emang kamu mau gembok apa di sana? Nama kita?"

Kedua bola mata Karin membulat. Tak lama kemudian ia berdecak kesal. Ia seolah lupa kalau Wonbin kini sudah menjadi saudara tirinya dan bukan pacarnya lagi. Karin menggaruk belakang lehernya dengan kikuk. Seolah dapat memahami isi hati Karin, Wonbin tersenyum lebar. Ia benar-benar tidak menyangka Karin masih menganggapnya sebagai pacar. Pria itu melirik orang tua mereka sebelum memulai aksinya. Perlahan ia berjalan mendekati Karin sambil tersenyum jahil, membuat gadis itu kelabakan.

"Kamu mau apa Bin?" tanya Karin salah tingkah, perlahan memundurkan badannya, seraya Wonbin mendekat.

"Ohh gitu... Fix ngga bisa ngelupain aku sebagai pacar," goda Wonbin sambil terus berjalan maju.

Karin tertawa sinis tidak percaya. "Aku tuh cuma pengen foto-foto di Namsan Tower! Jangan geer ya! Kita udah putus!"

Wonbin menaikkan sebelah alisnya sambil menahan senyumnya. "Putus? Aku ngga pernah tuh mutusin kamu. Siapa bilang kita putus?"

Karin menghela napas dan meluruskan tangannya ke depan dada Wonbin, menolak pria itu untuk mendekatinya. "Bin, inget! Satu meter! Jaga jarak satu meter! Inget kan kesepakatan kita?"

"Ngga," jawab Wonbin menggeleng polos lalu tertawa.

Karin tertawa lepas. "Ihhhh sumpah! Ngeselin banget ya ternyata jadi saudara kamu!"

"Ohh gitu... Kesel ya jadi saudara aku? Terus pengennya apa? Tetep jadi pacar?"

"Udah deh Bin! Move on dong!"

Selamanya aku ngga bisa move on, Kar! "Ciee si paling move on! Cepet amat, Neng!"

Aku ngga mungkin bisa move on, Bin! "Pusing ahh! Yuk jalan aja!"

Meskipun kita udah jadi saudara dan banyak batasan, di hati aku, kamu tetap pacar aku, Kar. "Jadi ke Namsan Tower? Izin papa ama bunda dulu!"

Perasaan aku ke kamu tetap sama Bin. Ngga ada yang berubah. Meskipun udah ngga bisa lagi aku tunjukin ke kamu karena status kita sebagai saudara. "Takut! Ntar kita dikira mau nge-date!"

Meskipun pada akhirnya suara hati mereka bertolak belakang dengan apa yang terucap di bibir, mereka berdua memutuskan untuk menjalaninya seperti itu. Meskipun kini mereka berusaha menjaga status mereka yang sekarang, tidak dapat dipungkiri bahwa hati mereka berkata lain. Meskipun kini mereka tidak bisa lagi menunjukkan rasa cinta mereka satu sama lain, mereka telah saling memahami isi hati masing-masing. Bagi mereka, itu sudah cukup.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top