17 Merelakan
Pagi itu, Yejin duduk di ruang tamu rumah Wonbin sambil menggenggam kedua tangannya. Meskipun ia mendapat kabar dari Hyunbin bahwa Karin baik-baik saja dalam pengawasannya, ia tetap saja khawatir. Ia hanya berharap Karin segera turun menemuinya dan sesegera mungkin mereka pamit dari rumah itu tanpa mengulur waktu lebih lama lagi. Ia tidak ingin memperkeruh suasana.
Namun, ia begitu terkejut saat bertemu dengan sosok yang sudah lama sekali tidak ia temui. Di hadapannya berdiri nenek Wonbin, mantan atasannya dulu. Wanita tua itu turut tertegun saat melihat Yejin di ruang tamunya. Yejin seketika berdiri dengan segan.
"Son Biseo (Sekretaris Son)," sapa nenek Wonbin datar.
Yejin termenung sesaat. Sudah lama sekali ia tidak mendengar sapaan itu. Ia membungkuk dalam. "Sajangnim (Direktur)."
"Bagaimana kabarmu?" tanya nenek Wonbin tersenyum samar.
"Aku sangat baik."
Nenek Wonbin perlahan berjalan mendekat. Ia memerhatikan dengan seksama wajah mantan sekretarisnya itu. Yejin masih tetap cantik seperti dulu. Dalam ingatannya, tidak ada yang berubah dari wanita itu. Nenek Wonbin seolah terseret kembali ke masa lalu.
*Flashback*
Rosa menahan isak tangisnya sambil tetap berdiri, melihat anak perempuannya di lantai sedang menangis sambil memeluk kedua kaki Rosa. "Ini konyol! Menyedihkan! Kenapa kau sampai seperti ini mengharap cinta dari pria yang bahkan sudah punya kekasih!" gertak Rosa kepada anak perempuannya. "Bukankah Yejin itu sahabatmu? Kau mau mengkhianatinya seperti ini?"
Mata anak perempuannya berubah tajam. "Aku tidak peduli dia sahabatku atau bukan. Aku hanya ingin Hyunbin." Tangan anak gadisnya itu bergetar. Rosa bisa merasakannya dari kedua kakinya. "Eomma, mungkin kau bisa sedikit mengancam Hyunbin jika pria itu tidak bersedia menikah denganku."
Rosa tidak menyangka hal tersebut terucap dari mulut anak perempuannya. Ia menitikkan air mata. "Kau sudah gila! Apa yang membuatmu menjadi seperti ini?"
"Eomma, tolong aku! Aku sangat mencintainya!" isak anak gadisnya itu begitu pilu. Lagi-lagi ia mendongak dan melemparkan tatapan dingin kepada ibunya. "Jika aku tidak mendapatkan hati pria itu, aku tidak akan segan mencelakai diriku sendiri."
*Flashback End*
Nenek Wonbin menatap lama wanita di depannya. Bola matanya berair. Dulu, ia begitu menghargai dedikasi Yejin sebagai sekretarisnya. Namun, semuanya berubah saat anak perempuannya ternyata jatuh cinta pada Hyunbin, kekasih Yejin saat itu, hingga Hyunbin dan Yejin harus berpisah, hingga Yejin ikut mengundurkan diri dari posisinya sebagai sekretaris.
Entah kenapa, nenek Wonbin teringat anak perempuannya. Jika anaknya itu masih hidup sampai sekarang, perawakannya pasti seperti wanita yang ada di hadapannya, berhubung mereka masih seumuran. Nenek Wonbin dengan perlahan memeluk Yejin. Rasa penyesalan datang kepadanya.
"Maafkan aku. Kamu pasti sangat terluka waktu itu. Aigoo..." ujar nenek Wonbin melinangkan air mata.
Yejin ikut menangis tertunduk dan menggelengkan kepala dengan cepat. Ia hanya tidak menyangka, keberadaannya di rumah itu kembali membuka luka lamanya. Dalam pelukan wanita tua itu, Yejin hanya ingin cepat-cepat pergi dari sana.
***
"Bunda!!!"
Dari arah tangga, Karin berlari turun lalu memeluk bundanya sambil menangis. Yejin menyambut hangat pelukan putrinya.
"Kamu ngga papa kan sayang? Perut kamu udah ngga sakit lagi, kan? Udah minum obat?"
Karin mengangguk pelan sambil tersenyum. "Maafin aku udah bikin bunda khawatir. Aku ngga papa kok."
Yejin ikut tersenyum lega mendengarnya. "Ayo, pulang yuk! Nanti bunda masakin kesukaan kamu."
"Aku ambil tasku dulu di atas."
Karin kembali ke lantai atas meninggalkan bundanya sendirian di ruang tamu. Lagi-lagi Yejin meremas kedua tangannya tidak sabaran. Ia hanya berharap anaknya lekas turun kembali karena ia sangat ingin menghindari pria itu, Hyunbin. Sejujurnya, Yejin juga masih menyimpan perasaan yang sama dengan pria itu. Namun, ia merasa bahwa semuanya sudah sangat terlambat untuk memulai kembali dari awal. Belum lagi ditambah hubungan antara anak-anak mereka.
"Yejin ah."
Hyunbin memecahkan keheningan. Pria itu muncul di hadapan Yejin, membuat wanita itu terkejut. Yejin menatap pria yang sedang tersenyum di hadapannya itu dengan perasaan campur aduk. Ada beban berat yang seolah menghinggapinya, yang membuatnya semakin ingin cepat-cepat ingin beranjak dari sana.
"Makasih udah nolong Karin. Aku ngga tau apa yang bakal terjadi kalo ngga ada kamu," ujar Yejin pelan.
"Bukan aku, tapi Wonbin yang menemukannya."
Yejin tertegun. Mereka berdua terdiam dalam waktu yang lama. Hyunbin merasa Yejin bersikap begitu defensif terhadapnya. Wanita itu seakan memasang dinding pemisah yang tebal dengan dirinya. Melihat hal tersebut, entah mengapa, perasaan Hyunbin menjadi tak terbendung. Selama bertahun-tahun ia masih mengharapkan Yejin. Kini perasaan itu seakan ingin meledak-ledak. Hyunbin menghilangkan segala keraguannya. Sebelum ia menyesal seumur hidupnya.
"Aku sangat merindukanmu, Yejin ah. Aku tahu ini salah. Tapi... Aku tidak sanggup memungkirinya..."
*Flashback*
"Apa-apaan ini?" tanya Yejin mengacungkan beberapa lembar kertas kepada Hyunbin. Ia dan segala luapan kemarahannya melemparkan kertas-kertas tersebut ke depan dada Hyunbin. "Kau membatalkan permohonan investasimu?"
Pria itu terkesiap dan berusaha mengendalikan emosinya. "Kau seharusnya menyampaikan permohonan pembatalan itu kepada Sajangnim. Kenapa kau mengembalikannya kepadaku? Kau sebut dirimu sekretaris?"
"Tapi ini impianmu sejak dulu," ketus Yejin. "Kau selalu bercerita padaku betapa dirimu kesulitan meyakinkan investor lain untuk mendanai proyekmu. Ini sudah ada di depan matamu. Kau mau membuangnya begitu saja?"
"Dan kau mau melihatku menikahi sahabatmu sendiri?" sela Hyunbin. "Kau tahu aku mencintaimu. Aku bersedia merelakan apa saja demi dirimu."
Yejin tertawa dengan mata berkaca-kaca. "Dan kau pikir aku menyukai idemu yang mau melepaskan impianmu begitu saja hanya demi diriku? Kau hanya akan membebaniku. Lupakan saja soal kita."
*Flashback End*
Yejin kembali meneteskan air mata. Pipinya basah. Hatinya berkecamuk. "Tolong jangan mempersulit ini lagi..." isak Yejin sambil terus menunduk.
Namun, dengan perlahan Hyunbin berjalan mendekat ke arahnya dan mendekapnya. Seketika, entah kenapa, kehangatan dan kelegaan menghampiri wanita itu. Sama seperti 20 tahun yang lalu. Dengan penuh rasa bersalah, wanita itu mengangkat kedua tangannya dan melingkarkannya di pinggang Hyunbin. Yejin hanya bisa membalas pelukan Hyunbin. Jika ia merelakannya lagi, entah apakah ia akan sanggup melakukannya atau tidak.
"Aku... Sangat merindukanmu, Bin," lirih Yejin berlinang air mata.
***
Di sisi lain, Wonbin dan Karin terpaku melihat orang tua mereka di sana, saling mengungkapkan isi hatinya masing-masing. Mereka tertegun, mematung dari kejauhan, menyaksikan kebahagiaan orang tua mereka, yang terasa sangat menyakitkan. Wonbin meraih tangan Karin dan mengajak gadis itu kembali ke lantai dua tanpa menimbulkan suara. Dari void lantai dua, mereka kini menyaksikan kedua orang tua mereka berpelukan. Kedua anak itu membelalak. Hati mereka begitu berdebar melihatnya. Secara tidak langsung, entah mereka merasa sedih atau lega.
"Mereka memang masih saling cinta," ujar Karin dengan tatapan kosong.
Wonbin mengangguk pelan. "Akhirnya mereka bisa jujur dengan perasaan mereka masing-masing."
Karin dan Wonbin kemudian saling bertatapan dan melemparkan senyuman pasrah dengan perasaan hampa. Keduanya sama-sama menitikkan air mata. Wonbin perlahan ikut memeluk Karin. Keduanya saling menahan isak tangis mereka sendiri. Mereka terdiam lama dalam pelukan itu, meratapi akhir hubungan mereka yang tidak pernah mereka sangka sebelumnya, seolah-olah mereka akan berpisah selamanya, seolah-olah ini adalah pertemuan terakhir mereka.
"Gimana dengan kita?" isak Wonbin. "Please... Aku ngga bisa bayangin..."
Karin menutup matanya seraya air matanya berjatuhan. "Aku ngga tau." Karin berusaha tersenyum dalam tangisnya. Ia sesenggukan. "Tapi... Kamu lihat kan? Mereka berdua akhirnya bahagia banget sekarang setelah sekian lama."
"Ngga kayak gini..." lirih Wonbin emosional. "Aku ngga bisa..."
Karin tersenyum pahit dan menyeka air mata yang jatuh di pipi Wonbin dengan ibu jarinya. Hati Karin seakan remuk. "Kamu ngga bakal kehilangan aku kok..."
Air mata Wonbin tumpah. "Aku ngerasa udah kehilangan kamu mulai detik ini..."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top