16 Nginap

Karin tersadar dari pingsan. Ia perlahan membuka matanya dan keheranan menemukan dirinya terbaring di lantai. Sebelah pipi dan pelipisnya agak sedikit bengkak akibat benturan lantai. Dengan lemah, ia bangkit duduk dan menengok ke luar jendela gudang semi outdoor. Langit sudah menghitam. Ia celingukan sana-sini dan mencari-cari ponsel serta tasnya.

Duh, hape ama tas ketinggalan di lapangan tenis! Ini jam berapa?

Dengan langkah lemah, Karin berjalan menuju pintu gudang untuk keluar. Ia terkejut. Pintunya terkunci dari luar. Gadis itu menggedor-gedor keras pintu tersebut dan berteriak minta tolong dengan sisa tenaga yang dimilikinya. Karin kembali terduduk lemah sambil memegang perutnya. Ia menangis ketakutan.

"Tolong!!! Help... Anybody..."

***

Wonbin berhasil melacak keberadaan ponsel milik Karin. Lokasinya memang berada di sekolah. Namun titik koordinatnya tidak begitu pas. Setibanya di sekolah, Wonbin dan papanya berlari ke ruang monitor. Mereka berdua menghampiri security yang berjaga di sana.

"Pak, minta tolong cek CCTV di sekitar lapangan tenis sama gudang peralatan olahraga sekitar jam setengah lima sore," pinta Wonbin tergesa-gesa.

"Ini kami kebetulan lagi cari. Tadi dapat laporan ada siswi yang belum balek rumah."

CCTV merekam sosok Karin yang sedang mengangkat kotak berisi bola tenis dan masuk ke dalam gudang peralatan olahraga. Berselang kemudian, nampak seorang petugas yang berdiri agak lama, celingukan di depan pintu gudang. Pria itu lalu terlihat mengunci pintu dan pergi berlalu.

"Oalah! Mbaknya ternyata belum keluar gudang, malah ngga sengaja dikunci ama petugas."

Sekuriti tersebut bergegas mengambil kunci. Mereka bertiga kemudian berlari menuju gudang di belakang sekolah. Belum sempat sekuriti membuka kunci gudang, Wonbin berteriak sambil menggedor pintu.

"Karin!!! Kamu di dalam???"

"Bin? Binnn!!!" teriak Karin lemah.

Begitu pintu terbuka, Wonbin melihat Karin menangis sambil duduk memeluk kedua kakinya. Hati Wonbin seolah tersayat melihat kondisi gadis itu. Ia segera duduk merangkul Karin, membelai lembut rambutnya, sembari gadis itu menangis sejadi-jadinya di pelukannya. Mengingat kejadian dimana Wonbin menyuekinya tadi siang, pria itu benar-benar mengutuk dirinya. Dadanya semakin terasa perih mendengar raungan tangis gadis itu.

"Bin... takut..." isak Karin sesegukan.

"Kamu ngga papa, Kar?" tanya Wonbin dengan mata berkaca-kaca. "Maafin aku, Kar! Aku emang bego banget! Aku ngga bakalan ninggalin kamu sendiri lagi."

"Lapar Bin..."

Wonbin tertawa kecil seraya air matanya ikut menetes, mendengar hal yang sama sekali tak disangkanya itu. "Yuk, kita keluar terus makan ya."

***

Hyunbin melajukan mobilnya dengan cepat meninggalkan sekolah. Tidak sampai 15 menit kemudian, mereka tiba di tujuan. Namun, tempat itu justru membuat Wonbin dan Karin keheranan.

"Lho? Kok malah ke rumah sih, Pa?" tanya Wonbin dari kursi belakang.

Hyunbin menengok ke belakang dari kursi kemudi. "Karin, karena rumah kamu jauh, malam ini kamu menginap di rumah kami saja ya. Makan malam untukmu sudah siap."

Wonbin melongo. Karin melirik Wonbin kebingungan. Namun, ia segera berterima kasih atas tawaran papa Wonbin untuknya. Mereka bertiga turun di area drop off di depan pintu rumah dan seorang supir kemudian mengambil alih kemudi mobil untuk dibawa ke basement. Wonbin membantu Karin berjalan.

Karin terkesima saat pertama kali memasuki rumah Wonbin. Rumahnya sangat luas dengan void tinggi, chandelier besar menggantung di sana, interiornya sangat mewah. Ia seolah lupa bahwa dari sore tadi ia terkurung di gudang peralatan olahraga. Seorang asisten rumah tangga menghampiri mereka bertiga.

"Bibi, tolong siapkan baju ganti untuk Karin ya," kata Hyunbin.

Asisten rumah tangga itu tidak langsung menjawab berhubung ia ragu harus segera menyiapkan baju ganti "anak perempuan", sedangkan waktu sudah lewat tengah malam. Namun, perintah tetap perintah. "Baik pak."

"Wonbin, kamu temani Karin makan malam ya. Setelah itu, arahkan Karin ke kamarmu untuk istirahat. Malam ini kamu tidur di kamar tamu saja. Kebetulan kamar tamu belum siap untuk menerima tamu karena masih direnovasi."

"Iya pa..."

Wajah Wonbin tiba-tiba memerah. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa pacarnya itu akan tidur di kamarnya malam ini. Wonbin kemudian mengingat-ingat apa saja "sesuatu" di dalam kamarnya yang sebaiknya tidak terlihat oleh gadis itu. Wonbin panik dan menggigit bibir bawahnya.

Hyunbin tersenyum dan pamit duluan ke kamarnya. Dengan tulus, Karin membungkuk berterima kasih. Setelah Hyunbin naik ke lantai atas, mereka berdua bergegas menuju ruang makan. Karin melihat beragam jenis makanan dalam porsi kecil tertata di atas meja. Kedua mata Karin berbinar.

Wonbin mengelus lembut kepala Karin. "Buruan makan, minum obat, mandi, terus bobo," ujar Wonbin di sampingnya.

Karin tersenyum senang dan melahap makanan di depannya dengan pelan namun tak bersisa. Setelah minum obat, Karin serasa mendapatkan kekuatannya kembali.

"Bunda aku gimana Bin?" tanya Karin ragu-ragu.

"Kata papa, tante bakal datang jemput kamu pagi nanti."

Karin terdiam, begitu pun dengan Wonbin. Pembahasan soal hubungan orang tua mereka ini cukup membuat hubungan mereka canggung hingga ada kejadian seperti ini. Menyadari hal tersebut, Wonbin mengalihkan pembicaraan. Setelah selesai makan dan minum obat, Wonbin mengajak Karin ke kamarnya.

Mereka berdua menaiki lift menuju kamar Wonbin. Begitu tiba di depan pintu, Wonbin mengintip sebentar ke dalam kamar. Dalam hati ia lega karena kamarnya telah dibersihkan oleh asisten rumah tangganya. Ia mempersilahkan gadis itu masuk ke kamarnya.

Dengan salah tingkah, Karin melangkah masuk. Sekali lagi ia terkesima. Kamar Wonbin benar-benar mencerminkan pacarnya itu. Ada gitar di dekat lemari. Beberapa jaket dan topi menggantung di sudut ruangan. Style kesukaan Wonbin. Ada foto-foto dalam frame kecil saat pacarnya itu masih SMP. Bahkan terpajang frame foto saat mereka berdua berfoto di photobox. Selain itu, ada pula foto dirinya sendiri. Karin tersipu tidak percaya melihat foto dirinya terpajang di kamar pacarnya.

"Umm... Kar, aku ke kamar ya. Biar kamu cepat istirahat. Dah jam dua malem tuh," ujar Wonbin. "Jangan lupa kunci kamar ya! Ngga ada yang jamin kalo aku tiba-tiba masuk ngelakuin hal aneh."

Karin hanya bisa tersenyum lalu tertunduk. "Makasih ya Bin udah nemuin aku."

Wonbin mengangguk pelan dan tersenyum samar penuh penyesalan. "Sekali lagi maafin aku, Kar."

Setelah Wonbin menutup pintu, Karin bergegas mandi dan berganti pakaian yang telah disiapkan asisten rumah tangga. Ia lalu merebahkan tubuhnya ke tempat tidur Wonbin. Karin menyadari sesuatu. Seprai dan selimut yang dipakainya sekarang, semuanya beraroma parfum pria itu. Karin merapatkan selimut hingga ke hidungnya dan membalikkan badannya ke arah samping. Ia mendekap bantal di dekatnya dengan wajah merona, seolah-olah Wonbin berada di sisinya. Karin menutup matanya dan otaknya kembali membawanya pada kejadian malam itu. Saat Wonbin datang menemukannya sendirian di gudang, memeluknya begitu erat. Memorinya perlahan lenyap karena kantuk. Ia terlelap dalam sekejap.

***

Pagi itu, Karin terbangun dengan perasaan lega. Ia meregangkan tubuhnya di tempat tidur.

"Argghh."

Sebelah pipi dan pelipisnya masih sakit akibat benturan ke lantai saat pingsan. Perutnya sudah tidak sakit lagi. Memang benar. Ia hanya butuh makanan. Karin meraih ponselnya dari bed side table. Sudah pukul sembilan pagi. Selain itu, ada chat masuk dari Wonbin.

Karinnnn

Udah bangun blom?

Aku mau bawain sarapan kamu ke kamar.

Ngga papa Bin. Biar aku turun aja ke bawah.

Jangan!!!

Kamu kan lagi sakit.

Aku bawain sekarang ya.

Tak lama kemudian, terdengar suara ketukan pintu. Karin mempersilahkan Wonbin masuk. Pria itu memunculkan sebagian badannya di balik pintu sambil tersenyum jahil. Karin hanya bisa tertawa dari tempat tidurnya melihat pacarnya itu membawakannya sarapan di atas meja kecil. Wonbin meletakkan meja itu ke atas tempat tidur Karin. Ada bubur ayam dan jus buah. Karin perlahan menghabiskan makanan di depannya.

"Gimana bobonya semalam? Nyenyak ngga?" tanya Wonbin tersenyum lebar.

Karin hanya mengangguk dengan pipi penuh makanan. Ia begitu serius menyesap jus buahnya, hingga ia baru sadar Wonbin sejak tadi menatapnya sambil senyum-senyum. Karin mengedip kikuk.

"Napa sih ngeliatinnya gitu amat?" tanya Karin salah tingkah.

"Aku khawatir banget semalam," jawab Wonbin seraya menyentuh sebelah pipi Karin. "Terus, sekarang ngga nyangka aja pacar aku ada di sini pagi-pagi.

"Arrgghhh," ringis Karin kesakitan dan menjauhkan tangan Wonbin dari pipinya.

"Napa Kar?"

"Pipi ama pelipisku kayaknya benjol deh. Kebentur lantai pas pingsan kemarin. Sakit banget kalau disentuh."

Wonbin terkesiap. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana ketakutannya Karin saat pingsan sendirian di sana hingga gadis itu terbangun. Lagi-lagi Wonbin merasa bersalah. Dengan khawatir, ia mendekatkan wajahnya ke sisi pipi Karin yang sakit. Reaksi Wonbin membuat gadis itu sedikit terkejut dan tertunduk pelan. Wonbin memerhatikan bengkak pada wajah Karin dengan begitu detail.

"Aku ambilin kompres es ya, biar bengkaknya mendingan."

Tiba-tiba, seorang asisten rumah tangga berdiri di depan pintu kamar Wonbin.

"Permisi, Non. Di bawah ada ibunya non, mau jemput katanya."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top