12 Perasaan yang Terpendam Lama
Di teater sekolah, Karin, Sohee, dan yang lainnya sedang latihan drama musikal yang akan mereka tampilkan di acara sports and arts week. Meskipun baru pertama kali bagi Karin, namun gadis itu tidak kesulitan menyesuaikan diri dengan perannya. Sohee juga sangat kooperatif dan menyenangkan di sela-sela latihan mereka. Terpukau oleh kemampuan bernyanyi Sohee, Karin tidak ingin terlihat timpang menjadi lawan main pria itu dan berusaha mengimbanginya.
"Sohee, kayaknya lo masih ragu-ragu gitu buat rangkul pinggang gue. Jadinya kayak kurang romantis ngga sih?" ujar Karin memberi masukan.
"Ehh ngga papa ya?" tanya Sohee takut-takut.
"Ngga papa kok. Ceritanya kita kan couple. Koreonya emang kayak gitu kok. Coba rangkul dulu."
"Oke deh. Permisi ya."
Sementara itu dari kursi penonton teater, Wonbin sejak tadi memasang muka cemberut. Kali ini Sohee merangkul pinggang Karin. Mereka berdua memantapkan latihan untuk adegan drama mereka. Menurutnya, Sohee sepertinya keenakan. Wonbin bisa melihat senyum lebar tersungging di bibir Sohee yang menurutnya itu bukan acting semata. Dalam hati Wonbin benar-benar menyesal karena menolak tawaran menjadi pemeran utama.
"Kar, pacar lo tuh ngelototin gue mulu dari sana," celetuk Sohee saat latihan. "Rajin banget dia datang nemenin lo latihan."
Karin melirik Wonbin dari atas panggung. Pria itu sedang duduk menontonnya sambil melipat tangan di dadanya. Tatapannya seolah bersiap untuk menerkam. Karin tertawa geli.
"Udah ngga usah peduliin dia," bisik Karin jahil.
Usai latihan, semua murid satu per satu mulai meninggalkan teater. Wonbin beranjak dari kursinya dan naik ke atas panggung. Sembari Karin sedang sibuk membereskan barang-barangnya, Wonbin menarik lengan Sohee dan menyeret pria itu ke tepi panggung untuk menjauh dari Karin.
"Napa lo Bin?" tanya Sohee heran.
"Gue lihat lo tadi rangkul pinggangnya Karin. Kalo gue perhatiin koreo yang dibuat Taro, adegannya itu cuma sambil pegangan tangan!" protes Wonbin begitu serius.
"Lo cemburu?" goda Sohee cekikikan. "Itu koreo tambahan. Kata Taro kalo pegangan tangan doang katanya kurang greget."
"Hah? Seriusan?" seru Wonbin tidak percaya. "Si Taro ngapain sih pake bikin koreo rangkul-rangkulan segala!"
"Udah deh Bin cemburuan amat sih lu! Dasar cowok red flag! Lu mau gantiin gue jadi pangeran?"
Wonbin tersenyum sumringah. Hatinya mengiyakan dengan lantang. Sinar di matanya terpancar penuh harapan.
"Emang masih bisa?" tanya Wonbin berbinar.
"Ya kagaklah! Jangan harap lo bisa gantiin gue hahahaaa... Nyesel kan lo???" teriak Sohee sambil berlalu.
Wonbin memanyunkan bibirnya. Ia serasa ingin melayangkan taekwondo-nya kepada sahabatnya itu.
***
Sports and arts week pun dimulai. Di pekan tersebut, Riize High juga turut dipadati oleh para pengunjung umum yang hendak ke bazar. Selain itu, kebetulan, jadwal pertandingan track and field yang diikuti Wonbin serta musical drama yang diikuti Karin terselenggara pada hari yang sama, namun di waktu yang berbeda sehingga keduanya dapat saling mendukung satu sama lain.
Pagi itu, kursi penonton running track lumayan terisi penuh. Wonbin dan peserta lainnya tengah bersiap-siap untuk berlari. Pria itu terlihat memperbaiki sepatu di kakinya dan melakukan warm up, meregangkan seluruh tubuhnya. Wonbin membuka outer-nya hingga ia terlihat hanya mengenakan pakaian tanpa lengan, kembali memperlihatkan bahu lebar serta otot lengannya, cukup membuat histeris para penonton yang ada di sana secara serentak.
"OMG Binnn!!! Cowok lo hot banget Kar!" teriak Ningning histeris sambil memegang pipinya dari kursi penonton.
"Boleh juga cowok lo Kar! Oopsie!!!" tambah Giselle cekikikan.
"Lo ngga nyamperin Wonbin sebelum tanding?" tanya Minjeong kepada Karin.
Dari kejauhan, Karin memerhatikan apa saja persiapan yang dilakukan Wonbin dengan mata yang nyaris tak berkedip. Ia begitu terpana sekaligus berharap kemenangan ada di pihaknya.
"Gue ke Wonbin dulu ya," ujar Karin malu-malu kepada teman-temannya. "Gue pengen support dia."
"Cieee... selamat nyemangatin pacar!!!" canda Giselle disambut tawa oleh Ningning dan Minjeong.
Karin tersenyum malu dan meninggalkan teman-temannya. Ia berlari menghampiri Wonbin yang telah selesai melakukan warm up. Karin kemudian menyodorkan tumblr besar kepada pria itu.
"Tumblr-nya ketinggalan lagi lho," sela Karin. "Kalo haus gimana?"
Wonbin sedikit terkejut oleh suara di belakangnya. Begitu melihat Karin membawakannya tumblr, Wonbin tersenyum, menutup mata sambil menepuk dahinya, menyadari keteledorannya. Ia meraih benda itu dan menyimpannya di dalam tas olahraganya.
"Waduh, makasih banget ya Kar! Untung ada pacar aku yang paling perhatian," rayu Wonbin mengedipkan sebelah matanya.
Wajah Karin otomatis memerah mendengar pujian itu. Ia salah tingkah dan memukul pelan lengan Wonbin. Tanpa disangka, tiba-tiba Wonbin meraih sebelah tangan Karin. Pria itu menautkan jari tangan Karin dengan jari tangannya, mengarahkannya ke bawah dagu, lalu menutup mata. Bibirnya bergerak-gerak pelan seperti mengucapkan sebuah doa kecil. Karin terkesiap dan menatap para penonton dari tribun. Teman-temannya kompak menggoda dan menyoraki mereka berdua.
"Bin kamu ngapain?" tanya Karin malu, berusaha menarik tangannya.
"Aku butuh energi dari kamu," jawab Wonbin yang masih menutup matanya, tidak melepaskan tangan Karin.
"Tapi kita diliatin banyak orang. Ada bunda sama papa kamu juga yang liat dari tribun. Ntar mereka bilang apa?" bisik Karin yang mulai panik.
"Ya ngga papa kan? Biar mereka sadar," jawab Wonbin cuek.
Wonbin melirik dua orang tua itu di tribun dengan tatapan tajam. Kedua orang itu sedang duduk berdua, mengambil kursi yang agak sedikit jauh dari keramaian penonton. Mereka terlihat begitu akrab. Mata Wonbin berkilat-kilat dan membara. Sejujurnya, ia sangat tidak menyukai pemandangan itu.
***
Hyunbin dan Yejin duduk berdua di tribun sambil memerhatikan kedua anaknya di lapangan sana. Karena kursi mereka yang cukup jauh dari penonton lainnya, keduanya merasa bebas bercerita tanpa ada rasa kekhawatiran. Yejin melirik pria di sampingnya, yang sejak tadi terus memerhatikan gerak-gerik anak lelakinya.
"Kamu ngga ke kantor hari ini?" tanya Yejin kikuk.
"Aku ingin melihat anakku bertanding."
Mereka berdua kini melihat Wonbin menggenggam sebelah tangan Karin seraya berdoa, diiringi sorak-sorakan heboh dari teman-teman mereka yang lain. Sepertinya, hubungan Karin dan Wonbin sudah diketahui seluruh teman-teman satu sekolah. Kontras dengan reaksi anak-anak sekolah, kedua orang tua itu terdiam sambil merenung, mengenang masa lalu mereka, yang sangat tercermin dari kedua anak itu.
"Wonbin kayaknya memang benar-benar suka sama Karin," ucap Yejin terpaku.
"Ya, akhir-akhir ini dia sangat berusaha menunjukkan semua itu padaku," jawab Hyunbin. "Seolah-olah dia ingin mempertegas bahwa Karin adalah miliknya. Mereka tidak terpisahkan."
Yejin mengeryit tak mengerti. "Maksud kamu apa?"
Hyunbin membisu sejenak. Tak lama kemudian, ia mengeluarkan sebuah foto dari saku outer-nya. Ia menyodorkan foto usang itu kepada Yejin, membuat wanita itu terkejut setengah mati, melototinya dengan tatapan tak percaya.
"Kok masih disimpan?" tanya Yejin dengan mata berkaca-kaca.
"Aku ingin mengembalikannya. Dulu kau memberiku foto ini untuk dijadikan pembatas buku. Sekarang, kurasa aku tidak bisa menggunakannya lagi," ujar Hyunbin dengan tatapan datar.
Jantung Yejin berdegup kencang. Ia diselubungi perasaan cemas dari perkataan pria itu. Hyunbin masih terpaku menatap anaknya di bawah sana. Pria itu melanjutkan kalimatnya.
"Aku rasa Wonbin tidak sengaja menemukan foto itu saat ia penasaran soal buku yang sedang kubaca. Aku mengetahuinya karena ia salah menyelipkannya ke halaman yang berbeda. Mungkin sekarang ia sedang bertanya-tanya, kenapa papanya menyimpan foto ibu dari kekasihnya. Kurasa pikirannya mulai kemana-mana. Tapi yang tidak kumengerti, dia belum menanyakan hal ini kepadaku sampai sekarang."
"Jadi Wonbin salah paham?" tanya Yejin penasaran.
Pria itu menatap dalam-dalam mata wanita di sampingnya dengan senyuman tulus.
"Wonbin tidak salah paham. Kau pernah bilang bahwa anakku sangat ekspresif dan sangat berbeda dariku yang hanya bisa memendam perasaanku. Maka dari itu, ada yang ingin aku katakan padamu."
Yejin kini menitikkan air matanya. Hatinya terasa begitu perih. "Jangan katakan apapun."
Hyunbin menatap wanita itu begitu hangat. "Aku tidak pernah bisa melupakanmu sejak kita berpisah waktu itu. Dan satu hal lagi, aku baru saja mengetahui bahwa anak kita berpacaran pada saat rapat pertemuan orang tua. Jadi... tidak ada yang bisa kulakukan sekarang."
Satu per satu air mata Yejin terjatuh seberapa pun usahanya untuk menahan tangisnya. Tenggorokannya kini sakit. Pria di sampingnya itu mengutarakan perasaannya secara tiba-tiba. Dirinya benar-benar tidak siap. Hyunbin dengan lembut menghapus air mata Yejin yang berjatuhan ke pipinya.
"Tolong jangan katakan apapun lagi," lirih bunda Karin.
***
Semua pelari terlihat bersiap di garis start dan mengambil ancang-ancang. Begitu aba-aba dibunyikan, mereka berlari secepat kemampuan mereka. Sesuai dugaan, Wonbin memimpin jauh meninggalkan pelari yang lainnya di belakang.
Namun, begitu mendekati garis finish, sudut mata Wonbin tidak sengaja menangkap sesuatu dari ujung tribun. Kedua orang tua itu. Papanya terlihat sedang mengusap wajah bunda Karin. Pikiran Wonbin seketika kacau. Tak diduga Wonbin jatuh tersungkur, membuat para penonton berteriak khawatir. Begitu ia hendak bangkit, langkahnya telah didahului oleh peserta yang lainnya yang telah menembus garis finish. Wonbin meringis kesakitan untuk beberapa saat, tertunduk frustrasi, dan akhirnya bangkit lalu berjalan lemah menjauh meninggalkan running track.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top