09 Chit Chat
Seusai kejadian awkward di rooftop restoran sepi, malamnya Wonbin tidak bisa tidur. Ia menutup seluruh tubuhnya dengan selimut dan menghembuskan napas berat. Di samping tempat tidurnya, teman-temannya sedang berkumpul duduk melingkar di lantai sambil makan snack, bermain kartu, dan bergosip. Suara tawa mereka menggelegar, membuat Wonbin makin terjaga. Pria itu kemudian duduk bersandar di dipan tempat tidurnya sambil memeluk kedua kakinya, menyandarkan dagunya di lututnya dengan bibir manyun. Pandangannya menerawang. Otaknya kembali mengingat kejadian tadi, adegan dimana ia mencoba mencium bibir Karin.
"Ahhhhhhhh!!!!" teriak Wonbin tidak jelas sambil membenamkan wajahnya.
Teman-teman Wonbin meliriknya dari bawah.
"Napa tuh temen lo lemes gitu, Han?" tanya Sungchan melanjutkan main kartu.
"Tau tuh! Dia udah kayak gitu pas habis pulang bareng Karin tadi," jawab Seunghan seraya menurunkan kartunya.
"Habis putus kali! Efek candi Prambanan!" goda Eunseok.
Seunghan tertawa lepas. "Tuh kan! Gue bilang juga apa Bin! Jangan pacaran di sana ntar cepat putus!"
Wonbin melemparkan tatapan kesal kepada teman-temannya yang sedang menertawakannya. Pikirannya kembali teringat kepada Karin. Lagi-lagi ia mengacak rambut sambil berteriak malu. Ia mengeluh dalam hatinya.
Karin pasti takut banget ketemu gue lagi. Duh, gimana nih?
"What happened to you?" tanya Anton menghampiri Wonbin di tempat tidurnya.
"Ahhh, gue tahu!" seru Sohee. "Jangan-jangan lu habis apa-apain Karin? Makanya lu lemes gini."
Wonbin terbangkitkan oleh omongan temannya itu. Ia melototkan matanya. Semua orang tertawa lepas.
"Cieee... Maksudnya apa nih? Perjelas dulu dong!" tawa Shotaro cekikikan.
"Heh! Gua ngga pernah ya macam-macam ke Karin. Ada-ada aja lu!" protes Wonbin dengan suara lantang, tak lama kemudian salah tingkah, seolah merasa menjilat ludah sendiri.
"Tapi seru ngga punya pacar Bin? Cerita dong! Di antara kita bertujuh kan, cuma lo yang punya pacar," bujuk Shotaro.
"Kalian udah ngapain aja sih?" tanya Sohee mendekat.
"Acil keknya kebelet pengen punya pacar juga," seru Sungchan memukul lengan Sohee.
Semua orang mengerumuni Wonbin, meminta alias memaksa pria itu bercerita lebih banyak mengenai hubungannya dengan Karin. Wonbin hanya memutar bola matanya.
"Gue ngga ngapa-ngapain," jawab Wonbin malas. "Gue pacaran biasa ajalah! Mostly belajar bareng."
"Ahhh ngga asik lu cuy!" balas Sohee diiringi cekikikan dari teman-teman yang lainnya.
"Sok asik lo! Punya pacar juga kagak!" tanggap Eunseok ke Sohee dan dibalas tawa lepas dari yang lain.
"Hug?" tanya Anton penasaran. "I'm sure you've hugged her at least once."
Mereka berkerumun menunggu jawaban Wonbin. Pria itu melirik teman-temannya dan tertunduk malu. "Kalo peluk, terakhir di candi Prambanan."
"Oh my God!" seru Anton tersenyum lebar tidak percaya. "You hugged her during our school trip? In that holy place?"
"Karin hampir jatoh dari tangga candi! Ya kalo gua ngga peluk, dia jatoh dong!" bela Wonbin.
"Waduh! Tanda-tanda putus tuh! Pelukan di candi," canda Shotaro seolah tak memedulikan alasan Wonbin.
"What about kiss?" tanya Anton lagi.
Pertanyaan menarik. Teman-teman yang lain makin penasaran. Mereka memelas menunggu jawaban. Wonbin tertegun. Ia tidak langsung menjawab pertanyaan Anton. Terakhir di restoran tadi, ia nyaris mencium bibir gadis itu. Teman-teman yang lain memasang ekspresi tidak percaya. Mata mereka membelalak melihat Wonbin yang tak kunjung merespon pertanyaan Anton.
"Really? You kissed her? Ahahhahah," tawa Anton dengan mata melengkung sambil memegang kepalanya.
"Serius lo nyium Karin?" tanya Seunghan penasaran.
"Hah??? Terus lo nyium bibir dia gitu?" bisik Sungchan takjub hingga wajahnya ikut memerah.
"Gimana rasanya Bin?" tanya Sohee penuh semangat.
Wonbin lagi-lagi menghela napas pendek mendengar pertanyaan bertubi-tubi. "Ngga gitu..."
"Wahhh parah lu Bin! Lu apain dah anak orang?" tambah Eunseok geli. "Lu dah sejauh mana?"
Wonbin kesal. "Gue ngga pernah nyium dia!!! Gue ngga pernah apa-apain dia!!! Berhenti nanya-nanya gue!!! Kampret!!!"
Mereka tertawa puas sambil memukuli Wonbin dengan bantal, tidak berhenti menggoda pria itu habis-habisan sepanjang malam.
***
Pagi itu, pagi terakhir di Jogja. Murid-murid grade 11 bersiap-siap berangkat ke bandara dengan menaiki bus. Wonbin dengan malas melangkahkan kakinya ke bus dan celingukan mencari kursi. Mata pria itu menangkap Karin sedang duduk di dekat jendela dan kursi di sebelahnya kebetulan kosong. Gadis itu menyadari kehadirannya dan voila! Awkward dimana-mana.
"Sebelahmu kosong?" tanya Wonbin penuh harap.
Karin mengangguk sambil tersenyum kecil. "Ngg... duduk sebelahku aja Bin."
Dengan ragu, Wonbin duduk di sisi Karin dan melirik gadis itu perlahan. Tak disangka, Karin juga ikut meliriknya. Alhasil, saat bola mata mereka bertemu, dalam sekejap mereka saling melemparkan pandangan ke arah lain. Untuk pertama kalinya, Wonbin begitu salah tingkah di depan pacarnya itu hingga kebingungan memulai pembicaraan.
"Semalam tidurmu nyenyak ngga?" tanya Wonbin random.
"Aku sama sekali ngga bisa tidur."
Wonbin mengangguk kikuk. "Ahh... sama kok."
Pria itu sepertinya salah memilih pertanyaan. Tentu saja gadis itu tidak bisa tidur karena kejadian di rooftop kemarin. Wonbin mengutuk diri sendiri.
"Kamu dijemput di bandara?" tanya Wonbin kemudian. "Mau kuantar pulang?"
"Aku dijemput bunda. Papamu datang jemput?"
"Iya. Oh, iya! Kemarin kan kamu belum ketemu papa ya? Ntar kukenalin ya!"
Karin tersenyum lebar sambil mengangguk. "Papamu orangnya kayak gimana Bin? Rame ngga kayak bunda?"
"Papa orangnya pendiem. Kalem. Serius. Beda banget ama bunda kamu. Beda ama aku. Tapi, kamu tenang aja Kar! Papa baik banget kok."
"Gimana rasanya punya papa Bin?" tanya Karin dengan nada serius.
Karin tidak langsung menatap Wonbin. Namun, pria itu bisa menangkap raut kesedihan tergambar di wajah Karin. Wonbin terdiam untuk beberapa saat. Ia meraih tangan Karin, memainkan jemari mungil pacarnya itu sambil bercerita.
"Gimana ya... papa nyediain semua yang aku butuhin. Tapi dia super sibuk. Selagi ada waktu luang, dia benar-benar manfaatin waktunya buat main sama aku. Dia selalu kayak ngerasa bersalah gitu kalau ninggalin aku lama. Tapi aku emang jarang banget sih bisa ketemu papa soalnya dia tinggal di Seoul. Sementara aku di sini sama nenek aku."
"Kenapa kalian ngga tinggal bareng aja? Misalnya kalian berdua balik ke Seoul lagi?" tanya Karin.
Wonbin menggigit bibir bawahnya. Pikirannya seolah melayang. "Semenjak mama meninggal, nenek selalu ngerasa kalau aku satu-satunya keluarga yang dia punya. Hubungan nenek sama papa aku ngga begitu baik Kar. Makanya pas masuk junior high aku pindah ke Jakarta sama nenek. Sikap nenek dingin banget ke papa. Aku sendiri ngga tahu penyebab pastinya Kar tapi aku rasa ada hubungannya dengan kematian mama."
Karin menatap Wonbin dengan penuh rasa bersalah. "Maafin aku Bin. Kamu ngga perlu ceritain semuanya."
Wonbin tersenyum kecil. "Ngga papa kok. Jangan pasang muka sedih gitu dong. Kalau gitu giliran aku deh. Gimana rasanya punya bunda?"
Karin menyandarkan kembali tubuhnya ke kursi. Ia mencoba mengingat masa lalu. "Bunda aku pekerja keras. Dari kecil dia selalu berusaha penuhin semua kebutuhan aku. Sama kayak perlakuan papa kamu Bin. Aku ngga pernah kekurangan kasih sayang dari bunda."
"Kalau... ayah kamu?" tanya Wonbin pelan, begitu hati-hati.
Karin termenung. "Ayah sama bunda aku cerai udah lama banget. Ayah memang udah balik ke Korea dan aku udah ngga pernah ketemu dia sejak... kapan ya? Seingatku terakhir aku masih umur lima tahun deh. Ayah ngga pernah hubungi kami sama sekali. Benar-benar putus kontak. Tapi, terus terang aku udah ngga ngarepin dia balik juga sih. Mungkin bunda juga punya pemikiran yang sama kayak aku."
"Kenapa Kar?" tanya Wonbin dengan serius.
Karin bercerita dengan napas berat. "Dulu aku masih kecil banget Bin. Tapi jelas banget di ingatan aku, ayah selalu mabuk dan mukulin aku sama bunda. Terakhir aku ingat banget ayah mukulin aku terus ngurung aku di kamar sampe aku nangis-nangis. Bunda sampe teriak-teriak dari luar kamar dan bertengkar hebat dengan ayah. Itu aja yang paling membekas sih. Selebihnya aku ngga ingat apa-apa lagi..."
"Kar..." potong Wonbin segera. "Maafin aku. Kamu ngga perlu nerusin lagi ceritanya."
Wonbin membelai lembut rambut Karin, membuat gadis itu tersenyum lega. Karin menyandarkan kepalanya di bahu Wonbin sambil menutup mata.
"Bin... aku ngantuk banget..." bisik Karin letih.
"Tidur aja Kar! Ini perjalanannya masih lama kok," jawab Wonbin.
Pria itu mempererat genggaman tangannya, memperbaiki posisi kepala Karin di bahunya. Di sepanjang jalan, Wonbin meresapi cerita masa lalu Karin yang tak pernah ia sangka. Ia termenung panjang, hingga kantuk ikut menghinggapinya. Wonbin menyandarkan pipinya di puncak kepala Karin, sama-sama tertidur.
Aku janji bakal selalu ada buat kamu, Kar.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top