06 Bertemu Kembali

Hyunbin masih menyandarkan tubuhnya di balik tembok, bersembunyi dari wanita itu, Wonbin, dan juga Karin. Ia masih berusaha mencerna apa yang baru saja disaksikannya. Satu hal yang ia ketahui, ternyata anak lelakinya kini menjalin hubungan dengan anak gadis mantan kekasihnya yang hingga kini masih ia harapkan. Ia butuh waktu untuk berpikir jernih.

Suara bel panjang berbunyi. Hal tersebut pertanda Wonbin dan Karin harus kembali ke kelasnya. Mereka berdua terlihat berpamitan dan meninggalkan wanita itu sendirian. Setelah mereka berdua berlalu, Hyunbin kini memutuskan untuk menampakkan dirinya. Ia membisikkan nama wanita itu begitu berat.

"Yejin ssi..."

Wanita itu terhenti dan mengeryit mendengar suara itu. Suara yang sudah lama tak didengarnya. Begitu ia memutar kepala di belakang, betapa terenyuhnya ia melihat sosok pria itu. Pria yang dulu begitu mengisi hatinya.

"Hyunbin ssi... bagaimana bisa?" lirih Yejin tidak percaya.

Hyunbin menuruni beberapa anak tangga kecil menghampiri Yejin di sana. Ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jasnya dan tersenyum tenang.

"Bagaimana kabarmu? Baik?" sapa pria itu ramah.

Yejin hanya dapat mengangguk pelan dan tidak mampu melepaskan pandangannya dari pria itu. Matanya ikut berair tipis. Hyunbin masih tetap tenang seperti yang dulu. Hanya saja perawakannya sudah tidak semuda dulu lagi.

"Kabarku baik... Hmm... Anakmu sekolah di sini?"

Hyunbin menunjuk anak lelakinya yang sedang berjalan menjauh bersama Karin, membuat mulut Yejin terbuka lebar.

"Wonbin?" tebak Yejin sambil melotot.

Hyunbin hanya bisa tersenyum. "Sepertinya anak kita berpacaran."

Wanita itu mematung mendengarnya. Begitu tersadar, ia menunduk sambil tertawa kecil dan menyapukan rambutnya ke belakang. Kedua orang tua itu kini menatap anak-anak mereka dari kejauhan. Wonbin dan Karin berjalan sambil berpegangan tangan, saling tertawa, dan bercanda satu sama lain. Sesekali Karin terlihat memukul pelan lengan Wonbin dan saling kejar-kejaran.

"Aku sama sekali tidak menyangka soal ini," ujar Hyunbin. "Mereka mengingatkanku saat muda dulu."

"Ya, kau benar. Tapi setidaknya, Wonbin bisa dibilang lebih ekspresif. Petakilan."

"Memangnya dulu aku bagaimana?"

"Kau... sangat kaku!"

Mereka berdua tertawa kecil. Setelah itu, hening sejenak. Tidak ada satu pun yang berani angkat bicara duluan. Namun, sebelum keberanian Hyunbin hilang, ia kembali mencoba mencairkan suasana.

"Kau buru-buru pulang? Mau mengobrol sebentar?" ajak Hyunbin.

Yejin tersenyum tulus dengan mata berbinar. "Boleh."

Tiba-tiba ponsel Hyunbin bergetar. Begitu ia membaca chat masuk, ia melirik wanita di sampingnya dengan tidak enak hati.

"Maaf aku harus pergi. Aku berharap kita bisa bertemu lagi dalam waktu dekat," ujar Hyunbin seraya memberikan kartu namanya.

Dengan ragu, Yejin menerima kartu tersebut yang bertuliskan nama dan nomor ponsel Hyunbin. Ia hanya bisa tersenyum kecil.

***

Sore itu sepulang sekolah, Wonbin ikut mengantar Karin pulang ke dorm dengan berjalan kaki seperti biasanya. Selama hari sekolah, Karin tinggal di dorm dan saat weekend, gadis itu kembali pulang ke rumahnya. Wonbin dengan setia menemaninya. Hal tersebut rutin dilakukan pria itu untuk lebih memperpanjang waktunya berduaan dengan pacarnya.

"Yah... sayang banget tadi aku ngga ngeliat papa keluar dari ruang rapat. Padahal aku pengen ngenalin kamu ke papa," sesal Wonbin.

"Tapi kira-kira papa kamu ketemu bunda aku ngga ya tadi?"

"Ngga tau. Mungkin sih. Ehhh, pas di Jogja nanti kita makan gudeg yuk! Aku sebenarnya udah pernah ke Jogja, tapi belum pernah nyobain gudeg."

Langkah Karin terhenti. Melihat semangat Wonbin yang begitu berapi-api membicarakan jadwal trip mereka, Karin sungguh tak sanggup mendengarnya. Ia tertunduk lesu dan memutuskan untuk mengatakannya sekarang.

"Bin..."

"Ngg?" Wonbin menengok sambil tersenyum. "Napa Kar?"

"Aku kayaknya ngga bisa ikut trip ke Jogja deh," ujar Karin dengan suara pelan.

Air muka Wonbin seketika berubah. Ia lalu berdiri tepat di hadapan gadis itu dengan penuh tanya.

"Lho? Kok bisa?"

"Ngga ditanggung beasiswa soalnya. Katanya pakai biaya sendiri. Tadi bunda udah tanyain ke foundation."

"Kok gitu sih? Ngga jelas banget nih foundation!" protes Wonbin. Nada suaranya meninggi.

"Ngga papa Bin. Katanya ngga ngaruh ke nilaiku kok."

"Ya tetep ngga adil dong buat kamu! Masa kita semua pergi kamunya ngga?" bela Wonbin tidak sabaran.

Karin menggigit bibir bawahnya. Ia dengan perlahan memegang kedua lengan Wonbin, berusaha mendinginkan pacarnya. "Tadi bunda juga ngotot buat biayain aku tapi akunya yang ngga mau. Aku ngga mau ngerepotin bunda lebih banyak."

Wonbin terdiam dan melemparkan pandangannya ke arah lain. Karin sebisa mungkin tidak ingin salah bicara mengenai hal ini agar tidak menimbulkan kesalahpahaman. Nampak sangat jelas Wonbin terlihat begitu kecewa. Padahal pria itu benar-benar sangat menantikan trip ini bersamanya.

"Aku udah pernah ke Jogja, Kar. Aku udah pernah ke tempat yang bakal dikunjungi sekolah kita nanti. Kalau kamu ngga ikut, udah ngga ada excitement lagi buat aku pergi. Kamu ngga mau pertimbangin lagi? Hmm? Aku sanggup kok bayarin trip kamu. Aku cuma butuh kamu," bujuk Wonbin pelan.

"Kamu itu pacar aku, bukan dompet aku," jawab Karin tersenyum lembut. "Makasih banget Bin. Aku tahu kamu baik banget. Tapi, tolong hargain keputusan aku ya. Kamu ngerti kan?"

Wonbin mendongakkan kepalanya ke atas, menutup mata, sambil menghembuskan napas berat. Ia lalu menatap lama kedua mata Karin begitu dalam. Tak lama kemudian, ia tersenyum kecil dan mengangguk pelan.

"Okay..." jawab Wonbin singkat.

Karin tersenyum lebar dan begitu lega atas pengertian Wonbin terhadapnya.

"Tapi jangan lupa angkat vidcall aku, ya!" sambung Wonbin kemudian. "Balas chat aku ngga pake lama. Jangan pulang larut malam. Jangan skip makan! Kebiasaan kamu tuh! Kalau ada apa-apa, langsung hubungi aku ya, janji dulu!"

"Hah??? Apa sih Bin posesif abis hahaha!" tawa Karin geli. "Iya, iya, aku janji!"

Karin mengaitkan kelingkingnya di kelingking Wonbin.

***

Malam hari di rumahnya, Hyunbin sedang duduk bersantai di tepi kolam renang. Ia merebahkan tubuhnya di kursi panjang, menyandarkan kepalanya dengan kedua telapak tangannya, melihat langit hitam Jakarta yang tak berbintang. Bibirnya mengembangkan senyum tipis. Pertemuannya hari ini dengan Yejin benar-benar tidak disangkanya. Awalnya ia berpikir semua akan terasa dingin. Namun, Yejin berhasil mencairkan suasana hingga obrolan mereka terasa begitu nyaman. Ia sangat lega.

Tiba-tiba, ia mendengar suara ceburan ke kolam renang. Terlihat anaknya sedang berenang malam-malam. Papa Wonbin menghentikan lamunannya dan berjalan ke tepi kolam, menunggu anaknya selesai berenang. Begitu Wonbin keluar kolam, ia melempari anak lelakinya dengan handuk.

"Tumben berenang malam Bin."

Wonbin mengelap rambutnya dengan handuk. "Ngga papa. Cuma pengen aja."

Hyunbin sangat mengerti tabiat anaknya. Jika Wonbin sedang kesal atau sedih, tidak peduli pukul berapa pun, ia pasti akan menyeburkan dirinya ke kolam. Hal tersebut sudah berlangsung lama, meskipun ia tidak sering tinggal bersama anaknya itu. Hyunbin sempat bertanya-tanya, apa jangan-jangan Wonbin mengetahuinya? Soal pertemuannya dengan Yejin.

"Ada yang kamu pikirkan ya?" tanya Hyunbin hati-hati. "Kamu bisa cerita."

Wonbin terdiam sejenak dan membalutkan tubuhnya dengan handuk. Ia duduk di tepi kolam bersama papanya.

"Karin ngga ikut trip ke Jogja. Katanya beasiswanya ngga nutupin," ujar Wonbin sedih.

"Kamu sedih karena itu?"

Wonbin melirik papanya. "Aku prihatin ama dia. Gimana perasaan dia kalo ngeliat kami semua pergi, tapi dia sendiri ngga. Aku tahu dalam hati dia pasti sedih dan pengen banget pergi. Cuma dia pasti ngga mau ngerepotin bundanya. Aku juga udah nawarin buat bantu dia, tapi dianya ngga mau. Terus..."

"Terus apa?" tanya Hyunbin lebih lanjut.

Wonbin tersenyum tulus. "Dia bilang belum pernah ke Jogja. Aku sebenarnya pengen banget dampingin dia selama di sana. Dia kan suka banget tuh tempat-tempat wisata budaya. Pasti dia excited banget. Aku ngga mau ngelewatin kesempatan itu. Sayangnya, ngga ada yang bisa aku lakuin."

Hyunbin merenungi dalam-dalam ucapan anaknya barusan. Wonbin kemudian menepuk bahu papanya dan beranjak dari tepi kolam.

"Aku mandi dulu ya, Pa!"

Begitu Wonbin menghilang dari pandangannya, Hyunbin melirik jam tangannya dan mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Ia kemudian memutuskan untuk menelepon seseorang sebelum larut malam.

"Good evening, Headmaster! It's me, Hyunbin, Wonbin's father... Yes... Yes, speaking about that culture trip program, I would like to donate to all of the scholarship recipients if you don't mind..."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top