05 Cinta Lama
Siang itu, sembari menunggu rapat pertemuan orang tua selesai, Wonbin dan Karin duduk berdua di kafetaria menikmati makan siang mereka. Selagi makan, mereka membahas jadwal kegiatan trip budaya tersebut.
"Kita di Jogja mau ngapain, Bin?" tanya Karin seraya memakan buah potongnya.
"Di Jogja?" respon Wonbin dengan mulut penuh. "Mau ngapain ya? Di Jogja aku mau kita ada waktu jalan berdua aja. Terus aku mau duduk di samping kamu kalau lagi di pesawat atau di bus."
Karin dengan malas memutar bola matanya. "Bukan itu yang aku maksud Bin!"
Wonbin menahan tawa dengan pipi penuh makanan. "Terus apa?"
"Kegiatan sekolah!"
"Ahhh... yaa... semacam trip ke tempat-tempat wisata budaya gitu. Ya, sekalian belajar sejarah."
Karin mengangguk pelan. "Tapi Bin, aku kan penerima beasiswa penuh. Itu kira-kira aku dibiayain sekolah ngga ya untuk trip ini? Soalnya aku denger trip ini tuh optional. Takutnya ngga ke-cover."
Wonbin menghentikan suapannya sejenak. Ia melihat raut kekhawatiran di wajah Karin. Pria itu tersenyum dan membelai lembut pipi gadis itu.
"Tenang aja Kar! Kamu pasti pergi kok!" jawab Wonbin berusaha menghilangkan rasa cemas Karin. "Kamu sebelumnya pernah trip ngga di sekolah lama kamu?"
"Pernah. Ke Puncak doang. Kalo ke Jogja belum pernah."
Wonbin tersenyum mengangkat sebelah alisnya. "Pokoknya kalau ada waktu luang, aku bakal ajak kamu jalan. Kamu pasti suka."
Karin tersipu dan tertunduk seraya meneguk susu kotaknya.
***
Di ruang pertemuan orang tua, Hyunbin diarahkan duduk di kursi jajaran depan. Pria itu mengambil selebaran kertas di atas mejanya yang berisi bahan yang akan didiskusikan dengan orang tua murid lainnya serta pihak sekolah. Culture Trip Program. Tujuan, sasaran, rincian biaya, serta informasi lainnya secara detail tertera di sana.
"Last year, we organized a culture trip program to Bali. This year, we're planning the same program to Yogyakarta..."
Hyunbin melirik jam tangannya sembari mendengarkan kepala sekolah berbicara di depan. Ia sibuk mengirim chat karena urusan kantor. Meskipun bergelut dengan proyek-proyeknya, Hyunbin sepakat mengenai program tersebut apapun keputusan akhirnya.
"Do you have any questions or suggestions, ladies and gentlemen?"
Ibu Ningning mengangkat tangannya dan berdiri. "I would like to upgrade the hotel room for the children. They should feel more comfortable during the trip. I would pay for it."
"Thank you so much Ma'am for your consideration. We really appreciate it."
Semua orang bertepuk tangan kepada ibu Ningning, termasuk Hyunbin. Setelah itu, beberapa dari orang tua lainnya ikut mengajukan permintaan upgrade fasilitas trip anak-anak mereka dan bersedia berdonasi untuk hal tersebut. Hyunbin masih sibuk memantau pekerjaannya hingga perhatiannya tiba-tiba teralihkan.
Seorang wanita berambut panjang yang duduk di kursi paling belakang mengangkat tangannya untuk bertanya. Hyunbin membelalak karena terkejut. Ia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Wanita itu. Ia yakin sangat mengenalinya. Ia tidak salah lihat.
Entah mengapa, seketika mata pria itu berkaca-kaca. Masa lalu dalam sekejap membayanginya kembali. Meskipun sudah 20 tahun silam. Ia tidak pernah bisa melupakannya. Wanita yang dulu mengisi hatinya. Ia sudah begitu lama mencarinya kembali. Tak disangka, wanita itu tiba-tiba saja muncul.
"Maaf, saya ingin bertanya. Anak saya penerima beasiswa penuh. Apakah trip ini masih ditanggung beasiswa?"
"Terima kasih atas pertanyaan yang diajukan. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Kami ingin menjelaskan bahwa culture trip program ini bersifat optional dan tidak ditanggung oleh beasiswa. Jika murid penerima beasiswa ingin ikut serta, maka segala biaya yang dikeluarkan ditanggung oleh murid yang bersangkutan. Namun, tidak perlu khawatir karena trip ini tidak menjadi bagian dari penilaian harian sehingga meskipun tidak hadir, tidak menjadi penambahan atau pengurangan nilai bagi murid tersebut."
Wanita itu memasang raut wajah kecewa. Ia kembali duduk di kursinya dengan lesu. Hyunbin berniat bangkit berdiri untuk menghampirinya. Namun, ia mengurungkan niatnya. Matanya begitu fokus pada wanita itu. Begitu banyak pertanyaan yang ingin ditanyakannya setelah 20 tahun ini.
Setelah pertemuan orang tua selesai, Hyunbin diam-diam mengikuti wanita itu keluar dari ruang rapat. Ia tidak ingin ketahuan. Ia hanya berani melihatnya dari jauh untuk saat ini. Lidahnya kelu. Ia belum sanggup untuk menyapanya secara langsung.
Dari ujung gedung, seorang anak gadis berambut panjang berlari menghampiri wanita itu. Hyunbin tertegun. Wanita itu membelai lembut rambut anak gadisnya, membuat pria itu bertanya-tanya.
Apa gadis itu anaknya?
Pria itu semakin dikejutkan oleh ingatan-ingatannya yang lain.
***
Flashback
Hyunbin berlarian ke arah ICU rumah sakit untuk mencari anak lelakinya. Begitu tiba di sebuah koridor panjang, ia melihat ibu mertuanya, nenek Wonbin, sedang duduk termenung dengan mata bengkak di depan ruang ICU. Pria itu segera menghampirinya.
"Omonim," lirih Hyunbin. "Bagaimana keadaan Wonbin?"
"Dia baru saja habis operasi," jawab sang nenek tanpa melirik pria itu.
"Sebenarnya, bagaimana kejadian detailnya?" tanya Hyunbin lebih lanjut.
"Ada anak gadis yang kecopetan. Wonbin berusaha menghentikan pencopetnya sampai kena luka tusukan di perutnya."
Hyunbin seakan tidak sanggup menahan tubuhnya. Ia memutuskan ikut duduk di samping ibu mertuanya itu sambil mengusap wajahnya dengan frustrasi. Ibu mertuanya menatapnya dengan dingin.
"Kau terlambat datang. Kalau saja anak gadis itu tidak menyumbangkan darahnya untuk Wonbin, anakmu itu sudah pasti menyusul putriku sekarang."
Nenek Wonbin segera beranjak dari kursinya dan pergi meninggalkan menantunya itu. Hyunbin hanya bisa tertunduk lesu di koridor. Tak lama kemudian, nampak seorang gadis berambut panjang seumuran Wonbin ikut menengok ruang ICU. Ia lalu bertanya kepada suster yang berlalu lalang.
"Sus, saya boleh ngga jenguk pasien dalam sana? Namanya Wonbin."
"Maaf, untuk pasien ICU tidak boleh dijenguk."
Gadis itu hanya terdiam.
End of flashback
Hyunbin begitu tersentak oleh ingatannya. Ia menutup matanya. Tidak salah lagi. Gadis itu yang ia lihat sedang berusaha menjenguk Wonbin waktu itu.
Di sisi lain, Hyunbin melihat Wonbin sedang menghampiri kedua wanita itu. Anak lelakinya itu terlihat begitu akrab dengan mereka berdua dan tak segan menggenggam erat tangan gadis itu. Anak tunggalnya itu terlihat menatap gadis itu penuh arti. Lagi-lagi memori di otaknya bermunculan satu per satu, membuatnya hanya bisa menelan ludah.
Flashback
"Nama pacar kamu siapa? Boleh kan papa tahu? Kenalnya bagaimana?"
Wonbin merona secara perlahan. "Namanya Karin. Ketemunya pas kejadian penikaman waktu itu. Dia kecopetan. Aku lari ngejar pencopetnya. Pencopetnya nikam perut aku. Terus Karin yang bawa aku ke rumah sakit sambil nangis-nangis dan ikut nyumbangin darahnya buat aku. Sejak itu, aku udah mulai nyari-nyari sosmed dia buat kenalan. Tahu-tahu dia ternyata pindah ke Riiize High dan kita sekelas. Awalnya sih aku cuma pengen berterima kasih. Tapi, lama-lama ya... gitu deh pa."
"Lama-lama kamu suka sama dia?" goda sang papa sambil tersenyum.
Wonbin tersenyum malu, tidak sanggup menatap wajah papanya.
"Terus terang aku udah baper dari awal dia nolongin aku," kata Wonbin jujur. "Aku ngga bisa berhenti mikirin dia. Makanya aku seneng banget pas tahu kita satu sekolah dan sekelas."
End of flashback
Hyunbin akhirnya dapat membuat kesimpulan dengan pasti. Anak lelakinya berpacaran dengan anak gadis mantan kekasihnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top