Chapter 10

Esther yang berada di loby gedung kantor, membuat Sunmi terkejut. Ini jam kantor, mengapa anak sekecil Esther bisa berada di sini. Dengan memakai baju lengan panjang sepaha, serta celana leging dan memakai bando berwarna pink di kepala.

Melihat ke kanan dan kiri tidak ada Myeong Sung di sekitar. Esther hanya duduk di bangku kosong dan tidak ditemani siapa pun. Sunmi berjalan mendekat, ke arah Esther. Sunmi lupa jika ia turun bersama Direktur Kim, yang akan rapat di gedung sebelah.

“Esther, dengan siapa kau ke sini?” tanya Sunmi. Dirinya sudah berdiri beberapa langkah di depan Esther.

“Eomma, Esther kangen,” ungkap Esther lalu berlari ke arah Sunmi, memeluk kakinya.

“Hey.” Sunmi melepas tangan Esther yang melingkar di kakinya, lalu berjongkok di depannya dengan memegang kedua lengan Esther. “Kau ke sini dengan siapa? Di mana bibi? Apa dia yang mengantarmu untuk menemui eomma?”

Esther menggeleng, “Tidak. Aku bersama....”

“Sunmi, rapat segera di mulai,” potong Direktur Kim.

Sunmi dan Esther menoleh ke arah sumber suara yang berada di sebelah Sunmi, Direktur Kim.

“Esther, eomma akan pergi rapat dengan Direktur Kim. Kau tidak apa-apa di sini sendiri?”

Esther mengangguk. Sebelum pergi, Sunmi memeluk Esther dan mencium pipinya. “Jaga dirimu baik-baik.”

Esther mengangguk lagi, lalu Sunmi berdiri dan melenggang pergi bersama Direktur Kim.

Dari jauh, gadis mungil berbando pink itu terus melihat ke arah Sunmi bersama Direktur Kim yang selalu bersama melalui kaca tembus pandang dinding gedung.

“Esther....”

Esther menoleh ketika namanya dipanggil, kemudian berlari dengan tangan ia rentangkan tanda minta digendong.


🥟🥟🥟


“Apa kita akan selalu pulang bersama terus seperti ini? Aku rasa, aku bukan sekretarismu yang bisa kau ajak rapat hingga malam dan pulang selalu kau antar,” protes Sunmi pada Direktur Kim.

Dalam perjalanan pulang rapat, Sunmi terus saja mengomel. Tidak ingin diajak rapat lagi karena pulang selalu larut. Tidak bisa bersantai di rumah, tidak bisa menikmati swastamita, juga tidak bisa bergosip dengan temannya.

Selalu pulang pukul sembilan malam. Tiba di rumah hanya makan, pakai masker, lalu tidur. Begitu terus, hingga Sunmi bosan dengan hidupnya sendiri. Dulu, saat bersama Direktur Park juga lembur setiap hari. Sunmi tidak ada waktu pada teman-temannya. Sekarang, kembali lagi seperti dulu.


Ponselnya berdering, lagi-lagi Nyonya Kim menelepon.

“Kau di mana? Mengapa belum pulang? Apa kau rapat lagi?"

“Iya, Eomma. Aku rapat tadi. Sekarang sedang perjalanan pulang.”

“Iya sudah, hati-hati di jalan.”

“Iya.”

Ketika telepon dimatikan, Direktur Kim langsung bertanya siapa yang menelepon. Namun Sunmi hanya diam, tidak mau menjawab.

Kekesalannya belum juga terpuaskan, hingga amarah kembali menguasai diri Sunmi. Melihat ke arah jendela, dengan tangan bersedekap, menandakan jika Sunmi tidak mau diganggu.

Cukup tahu dengan tingkah Sunmi, Direktur Kim hanya menahan senyumnya agar tidak mengembang. Melihat kekesalan Sunmi adalah kebahagiaan baginya.

“Kau akan menggantikan sekretarisku selama ia cuti. Apa kau tidak tahu?” Lama didiamkan Sunmi, ternyata Direktur Kim tidak sanggup untuk tidak berbicara dengannya.

“Hemmmm.” Tanpa menoleh, Sunmi hanya berdehem dengan mata masih memandang ke arah luar.

“Itu tidak sopan. Jika atasan sedang mengajak bicara, harusnya melihat ke arah pembicara,” protesnya melihat ke arah Sunmi. “Apa kau tidak dengar jika aku mengajakmu bicara?”

“Dengar,” jawab Sunmi masih melihat ke luar.

“Terserah kau saja.” Direktur Kim ikutan bersedekap dan memalingkan wajahnya dari Sunmi, melihat ke luar.

Perjalanan selama tiga puluh menit terasa lama bagi Sunmi. Berada satu mobil dengan atasannya yang suka memerintah itu hal yang sangat ia benci.

Terus menguap, Sunmi merasakan kantuk yang luar biasa hari ini. Rapat dengan orang yang memiliki jiwa perfeksionis seperti yang ada pada Direktur Kim membuatnya geleng-geleng kepala.

Hanya salah sedikit saja, benar-benar harus di koreksi. Bahkan, harus mengulang dari awal. Tenaganya benar-benar terkuras hari ini. Itulah sebabnya mengapa Sunmi pulang selarut ini. Pekerjaan yang bisa dihapus atau dibenahi harus mengulang dari awal. Sama saja bekerja dua kali, bukan?

“Terima kasih,” Sunmi menganggukkan kepalanya, lalu keluar dari mobil ketika sudah sampai di depan rumahnya.

Iya, benar. Direktur Kim telah mengetahui rumahnya, jadi tidak sulit untuknya mengantar Sunmi pulang.

Nyonya Kim berada di  dekat rumah Sunmi, dan berjalan ke arahnya, dengan mata terus memandang ke arah mobil.

“Sunmi,” sapa Nyonya Kim dengan melihat ke arah Sunmi lalu ke arah mobil lagi.

Sunmi yang hendak menganggukkan kepala menoleh ke arah sumber suara. Direktur Kim yang membuka kaca jendela jadi tahu, jika ada Nyonya Kim yang menghampiri Sunmi.

Direktur Kim menganggukkan kepala, memberi salam yang dibalas anggukan oleh Nyonya Kim. Mobil Direktur Kim lalu melaju pelan sebelum Sunmi memberikan salam.

“Iya, Eomma.”

“Sebentar.” Tangan Nyonya Kim melambai pada Sunmi, karena gawainya berbunyi. Tidak ingin mengangkat karena sedang bersama Sunmi, ponselnya dimatikan.

“Kenapa tidak diangkat?” Sunmi membuka gerbang dengan remotnya.

“Ah, bukan apa-apa,” jawab Nyonya Kim sambil mengetik pesan pada ponselnya.

Sunmi dan Nyonya Kim memasuki rumah. Nyonya Kim langsung ke dapur membawa makanannya. Sunmi duduk di meja makan.

“Eomma masak apa?” Sambil melihat pada makanan yang Nyonya Kim bawa.

“Ada daging rebus pedas, kimchi, nasi, dan juga Eomma membuatkan kau kue beras ikan. Hari ini tidak ada ramyeon. Kau jangan terlalu sering makan ramyeon, tidak bagus untuk wajahmu.” 

Sunmi hanya mengangguk-angguk, “ini sudah boleh dimakan?” Sambil membawa sendok dan supit, Sunmi berjalan ke meja lagi.

“Iya, mari kita makan.”

Sunmi mengangguk lagi. “Rasanya enak, Eomma yang masak atau pelayan di rumah yang masak?”

“Ini semua eomma yang masak, dia hanya membantu. Nanti, jika kau sudah menikah harus bisa masak!”

Sunmi tersenyum, membayangkan bagaimana saat memasak nanti. Ia tidak bisa menghafal seluruh bumbu masakan.

“Sunmi, kenapa kau selalu lembur setiap hari? Bukankah kau bilang jika kau ini hanya karyawan biasa?” Nyonya Kim mencari topik lain untuk membahas masalah ini, agar Sunmi bisa bersantai tanpa harus lembur.

“Direktur ingin aku jadi sekretaris sementara, untuk menggantikan sekretarisnya yang sedang cuti. Dia bilang aku berkompeten untuk menjadi sekretarisnya.” Melahap sup daging rebusnya yang terakhir, Sunmi berbisik pada Nyonya Kim. “Eomma, apa kau tahu? Dia itu terlalu perfeksionis. Aku tidak suka berdekatan dengan dia.”

Nyonya Kim tampak kaget. “Apa kau bilang? Apa dia tidak baik kepadamu?”

Sunmi mengangguk, “dia baik padaku, tapi jika berbuat salah saat rapat, harus mengulang dari awal.” Sunmi membereskan piring dan mangkok dari meja makan. Ia lalu mencucinya.

“Apa kau tertarik dengan atasanmu?”

Pertanyaan dari Nyonya Kim membuat Sunmi sedikit tertawa. Bagaimana mungkin ia menyukai seorang perfeksionis seperti Direktur Kim, berdekatan saja Sunmi tidak mau jika bukan karena dia seorang atasan.

Apalagi dia itu juga sudah menyukai seseorang, tidak mungkin Sunmi yang Jin Ah maksud, ‘kan?

“Apa yang Eomma katakan? Tidak mungkin aku menyukai orang seperti dia,” jawabnya sambil menaruh mangkuk pada rak piring. Sunmi kembali di meja makan, duduk di sebelah Nyonya Kim.

Baju yang ia kenakan saat kerja belum ganti, dan setelah kenyang rasanya mengantuk. Sunmi sesekali menguap, membuat Nyonya Kim seperti di usir.

“Apa kau sudah mengantuk? Aku akan pulang kalau begitu, istirahatlah.” Nyonya Kim bergegas untuk pulang, sambil membawa tempat makan yang ia bawa tadi. “Jangan lupa kunci pintunya,” ucapnya saat tiba di pintu.

Sunmi mengangguk, “iya.”

“Oh, iya. Eomma lupa bertanya padamu. Bagaimana dengan anak kecil itu?” tanya Nyonya Kim saat sudah berbalik, lalu menghadap Sunmi lagi.

Sunmi masih memegangi pintu, “namanya Esther, Eomma. Dia baik-baik saja. Tidak ada masalah.”

“Maksud eomma, apa kau akan mengadopsinya?”

“Yang benar saja, Eomma. Dia masih memiliki ayah, dia juga diasuh oleh bibinya. Tidak mungkin aku akan mengadopsinya,” ungkap Sunmi sambil tertawa.

“Eomma peringatkan padamu, jangan pernah mau jika anak kecil itu memintamu menjadi ibunya!”

“Eomma.” Sunmi melirik Nyonya Kim.

Bagaimana mungkin Nyonya Kim bisa berpikir bahwa Esther akan meminta untuk menjadi ibunya. Sunmi juga tidak kenal dengan ayahnya.

Saat menutup pintu dan menguncinya, ponselnya berdering ada pesan masuk. Sunmi mengambil di meja makan, dan melihat siapa yang mengirim pesan malam-malam begini. Ternyata nomor asing lagi itu lagi.

Dari mana dia tahu nomornya? Bagaimana bisa dia juga tahu tentang Esther.



#Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top