Tagihan Maut
Hal yang menjengkelkan bagi Ava, adalah ditagih duit kos-kosan sama Bu Sonia. Wanita dengan rol rambut di seluruh kepala itu tak lepas menagihnya sampai di tempat kerja. Padahal ia sudah janji akan bayar kok, tapi dua hari lagi. Duitnya masih ia belikan pemerah bibir milik artis mamanya Gempi. Murmer di kantongnya dibanding brand dengan Ayana Moon yang jadi modelnya. Kantongnya mana cukup.
"Sabar, Buk, aduh ... sabar disayang Tuhan. Kalau kurang sabar, ntar disayang dedemit. Hayo ... pilih mana," seloroh Ava menenangkan ibu kos yang galaknya naudzubillah. Telat dua hari bayar saja, terasa tak pernah bayar setahun. Ditagihnya dari ujung rambut sampai kepala.
"Sabar, sabar. Kurang sabar apaan gue. Lo telat, Alpa! Dua hari."
"Iya, Buk. Iya. Besok dibayar. Janji. Sekarang Ibuk tunggu di rumah dulu ya. Masih kerja nih, Bu." Ava merengek, pasalnya bu kosnya menagih saat ia melayani pembeli. Malu juga kalau ciwi menggemaskan dengan kedipan paripurna ini ternyata telat bayar kos.
Masih dengan jengkel, Bu Sonia pun pergi sambil mengedarkan pandangan ke pembeli es degan durian. Setelahnya, Ava bisa bernapas lega. Ia lanjutkan melayani pembeli dengan damai.
***
Berjalan pulang, ia siapkan amplop berisi uang kosnya. Sudah sejak masuk SMA ia kos di tempat Bu Sonia. Selain dekat dengan sekolah, juga lebih terjangkau. Penghuninya kebanyakan anak kuliah atau sudah kerja. Ia sendirian yang masih bocah. Ditambah tingginya yang hanya 150 cm, membuatnya dikira anak SD. Padahal sudah setahun lalu ia lulus SMA dan kini bekerja di kedai es degdur. Baru empat bulan, karena sebelumnya ia pernah kerja di toko mainan, baju, warung ayam geprek, dan terakhir hingga saat ini di kedai es.
"Bayar juga lo."
"Iya dong, Buk. Gimana ... pas kan?"
Bu Sonia menghitung lembaran uang warna merah. Mengangguk. "Iye. Pas. Awas lo bulan depan telat lagi."
Ava mengerucutkan bibir. "Ya ampun, Buk, kayak anak kemarin sore baru ngekos aja sih. Kan Ava udah langganan di kos Ibu. Biar hotel mewah nawarin, kontrakan murah menggiurkan iman, bahkan kos sebelah yang punya parkiran luas aja Ava nggak tergoda tuh. Cinta Ava cuma buat kos Bu Sonia seorang. Uh, kurang cihuy apa coba."
Melengos. "Gaya lo, Pa. Udah kan, gue mau masuk nih."
Ava melambai manja dengan kibasan rambut sebatas keteknya. "Bubay, Buk. Salam cinta buat keluarga yak."
Ava balik badan, jalan menuju kos. Tas selempangnya bergerak seirama langkahnya. Tas kecil yang ia beli dua puluh ribu di toko tak jauh dari rumah, lumayan buat menampung ponsel dan dompet. Ah, tak lupa alat dandan biar pelanggan makin betah memandanginya saat belah duren.
Beberapa langkah menuju kos, ia lihat laki-laki tampan, idaman, mapan, berjalan tak santuy keluar dari rumah. Langkah Ava dipercepat, guna mengejar si empunya yang hendak keluar gang.
"Bang Sul .... Bang Sul."
Laki-laki dengan kaus hitam itu tetap berjalan. Ia tak merasa namanya dipanggil.
"Bang Sultan, tunggu!"
Barulah Sultan menoleh. Dilihatnya anak SD berlari ke arahnya. Mungkin anak tetangga yang hendak menyapa dirinya. "Ya, Dek?"
Ava ngos-ngosan. Ia ambil napas sejenak. "Bang Sul, gimana nasi uduknya. Enak? Udah baca bismillah belum?"
Sultan menganga. Ia memutar ingatan tadi pagi soal bungkusan di depan toko. Apakah anak ini yang menaruh? Tapi anak ini seingatnya bukan anak Mpok Jae. Lah, ini anak siapa berarti?
"Nasi uduk?"
Ava mengangguk. "Iya, Bang. Nasi yang dibungkus pakek kertas kado itu loh. Udah Abang terima kan?"
Sultan mengangguk. "Udah. Adek yang naruh ya tadi? Disuruh siapa? Adek ini anaknya Mpok Jae?"
Ava mengerucut sebal. "Ih, Abang. Itu dari Ava loh. Nasi uduk spesial dari Ava, buat tanda perkenalan dan ucapan makasih." Lalu senyum malu-malu itu terbit di wajah manis gadis 18 tahun tersebut.
"Hah? Makasih buat apa ya, Dek?" Sultan bingung dibuatnya.
"Makasih ... udah jadi calon masa depan Dedek. Asekk." Ava lekas melanjutkan lagi, masih dengan kaki kanan yang ditekuk ke belakang dan dientak pelan ujungnya. "Ehm, dan satu hal lagi, Bang. Dedek ini bukan anaknya Mpok Jae. Dedek ini udah gede loh, cuma pas pembagian tulang paha sama kaki agak terlambat dateng aja."
Sultan melongo lebih lebar. Pundaknya merosot.
__________________
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top