Bab 26 (Repost)
Happy Birthday, Sayang.
Jana terdiam dengan hati meleleh ketika Prasa memberinya satu buket super besar bunga aster putih. In every single day, laki-laki menawan milik Jana itu tidak pernah ketinggalan dengan yang namanya bunga aster. Kenapa bunga aster? Tidak yang lainnya? Katanya aster is you. Bunga yang kata orang dih apa sih? Bunga yang tidak terlalu menarik bagi sebagian orang. Namun bagi Jana itu sesuatu yang menggambarkan Prasa. Unik dan menarik. Seleranya antimainstream. Jana mencium cukup lama bunga di pangkuannya itu.
Malam ini, laki-laki itu sengaja membawa Jana untuk merayakan ulang tahunnya yang ke 27-ke sebuah restaurant barbeque. Ia juga mengundang teman-teman DeGantium dan beberapa teman dekat lainnya untuk turut merayakan. Restaurant itu ia booking sebagian. Begitu sampai, Prasa menggenggam tangan Jana, menuntunnya masuk ke restaurant tersebut yang memang sudah ramai teman-temannya. Ia menarik sebuah kursi, tepat di tengah-tengah di antara mereka. Thats so sweet. Prasa selalu memperlakukannya dengan sangat baik. Itu yang membuat Jana pada akhirnya benar-benar mencintai laki-laki satu tahun di atasnya.
Orang-orang pun mengakui bagaimana beruntungnya Jana mendapatkan seorang Rajendra Prasa. Dibuat meleleh setiap hari. Mau bekerja lelah seharian pun, pasti akan hilang lelahnya dalam sekejab. Malam ini menurut Jana paling berkesan. Ulang tahunnya dirayakan bersama teman-teman dan kekasihnya. Senyumnya tak pernah surut dari bibirnya. Bahagia apalagi yang kurang? Bahkan kini mereka larut dalam pesta barbeque.
"Guys, sorry, ganggu waktunya sebentar. Anyway aku punya kejutan buat Jana yang malam ini lagi ulang tahun."
Jana terdiam, menahan letupan yang lebih dasyat. Entah kejutan apa yang akan Prasa berikan. Laki-laki itu selalu saja ada cara untuk membuat Jana merasa paling spesial.
"Janarie Lukito, how deep is your love, for me?"
"Off course, with the deepest of my heart." Jana menjawab dengan penuh keyakinan kali ini. Matanya berbinar, berbicara bagaimana ia bahagia mencintai laki-laki itu.
"Oke, Jana, malam ini, mari kita akhiri hubungan ini. Gimana rasanya pacaran sama Prasasti Rajendra? Sempurna bukan? Ini adalah yang kamu impikan dulu. Sesuatu yang bisa dikatakan halu. Biar nggak jadi impian, so I come to you after many years Im gone. Biar kamu bisa merasakan. Aku rasa cukup lah ya? Kita berhenti di sini, Jana. Aku nggak bisa pura-pura lagi."
Ucapan laki-laki itu membuat suasana mendadak hening dan dingin. Wajah-wajah syok dan tatapan iba yang mengarah pada Jana jelas terlihat malam ini. Jana sendiri hanya terdiam bingung. Wait! Maksud dia apa sih?
"Prasa... "
"Kamu ingat nggak? Waktu itu kita satu SMA. Kamu yang penyendiri nggak punya teman. Tapi di hadapan ibumu, kamu mengarang cerita kayak yang popular macam anak-anak lainnya? Kamu ingat? Kamu bahkan pernah dengan bangganya cerita ke mama kamu kalau kamu punya pacar, anak pindahan sekolah internasional. Anak yang katanya paling tampan. Prasasti Rajendra, kamu ingat anak itu?!"
Jana terdiam menatap syok laki-laki yang kini tidak mampu membendung gelegak emosinya. Semua terdiam masih antara percaya atau tidak. Mereka masih berpikir Prasa membuat lelucon konyol. Sementara Jana menggigit bibir dalamnya kuat-kuat, menahan diri untuk mempercayai bahwa Prasa di hadapannya bukan Prasasti Rajendra yang menghilang tanpa kabar dari sekolah umum itu. Kalau memang iya, mengapa Jana tidak mengenali dari awal?
"Bertahun-tahun gue menahan diri, menunggu waktu yang pas. Lo ingat, Prasasti dulu ditertawakan sama seisi sekolah? Hanya karena cerita karangan konyol lo itu? Nyokap gue yang akhirnya hampir nyerah, stress liat gue kena mental. Susah payah usaha nyokap gue buat bangkit, mindahin sekolah gue dan lo masih dengan enak di sana sampai lulus tanpa ada rasa bersalah sedikitpun. Gimana? Enak? Hidup nyaman? Tapi biar gimanapun, Jana, makasih lo udah jaga diri, tetap single sampai gue kembali muncul untuk membayar semua apa yang udah pernah lo lakuin ke gue. Terakhir, lo cuma sebatas target akhir bagi gue, nggak lebih!"
Pada akhirnya Jana mengingat semuanya. Memang, memang benar laki-laki di hadapannya adalah Prasasti Rajendra yang kini sudah mendewasa, dendamnya. Dulu memang, ibunya sempat menghampiri laki-laki itu ketika penerimaan rapor siswa di kelas dua SMA. Jana yang susah bergaul, bisa pacaran sama anak paling popular, paling ganteng, orang tua mana yang tidak senang? Tapi memang kesalahan Jana, cerita itu hanya karangan Jana agar orang tuanya berhenti menceramahinya untuk belajar bergaul, bersosialisasi seperti kakak perempuannya yang memiliki banyak teman.
Sialnya memang, cerita karangannya malah berdampak buruk bagi Prasa kala itu. Diperolok, ditertawakan hingga malunya membekas di hatinya. Mendapati fakta itu Jana tidak bisa berkata-kata. Seluruh tubuhnya seperti remuk. Ada rasa bersalah, ada rasa patah hati, dan kekecewaan yang bergumul menjadi satu.
"Prasa,"
"Udah ingat? Gue pikir kita tumbuh mendewasa. Pada kenyataannya, lo masih hidup dengan penuh ekspektasi. Mau sampai kapan?"
Tawa Prasa kali ini terdengar sinis. Tangannya dengan sadis mencengkeram rahang Jana. Mendekatkan wajahnya. Sudut bibirnya menyeringai.
"Menyenangkan rasanya. Pada akhirnya rasa lega itu menghampiri hidup gue setelah bertahun-tahun menunggu. Kita, impas!"
Setelah itu, Prasa beranjak meninggalkannya. Segepok uang berwarna merah ia banting keras tepat di hadapan Jana kemudian melangkah tanpa memakai hati dan perasaan lagi. Tawa puas pun Jana dengar dengan jelas. Sampai detik ini, Jana masih belum mampu mencerna dengan baik, meski hatinya sudah berdenyut sangat sakit. Rasanya untuk bernapas pun sulit.
"Na,"
Karen adalah orang yang membuka suara untuk pertama kali.
"Jana," Kali ini Gummi turut membuka mulut.
"Ibu, Bu Jana... "
Jana memejamkan matanya. Buliran air mata sudah turun sejak tadi. Jana mengangkat tangannya kala Karen ingin mendekat. Ia memaksakan bibirnya tertawa lirih. Di hari ulang tahunnya yang pada awalnya terlihat sangat sempurna, Jana harus membayar luka lama yang tidak sengaja ia torehkan. Kepalanya menggelang, sekonyol ini hidup memperlakukan dirinya? Seharusnya memang sejak awal ia tidak membiarkan hatinya untuk Prasa.
"I'm okay. Don't worry."
Tatapan iba itu semakin tercipta ketika kalimat itu keluar dari mulut Jana. Oke yang bagaimana? Sebaik apa perasaannya saat ini? Semua tahu Jana hanya berpura-pura baik-baik saja. Dan lagi, melihat bagaimana manis mereka selama ini, apa pernah ada yang membayangkan hal menyakitkan dengan mempermalukan seorang wanita di hari ulang tahunnya? Mematahkan hatinya tanpa segan.
"Na, Please."
Jana tersenyum getir. Dengan mata basah, ia beranjak dari duduknya. Bicarapun kali ini serak.
"Sorry, gue pulang dulu ya," ucap Jana lirih.
Tanpa menunggu jawaban, Jana melangkah dengan sisa tenaganya. Seumur hidupnya, Jana tidak pernah membayangkan kalau disuatu hari ia harus membayar kesalahan yang tidak ia sadari.
Satu tangannya menekan dadanya yang terasa sangat sesak. Ia masih berusaha menghubungi Prasa. Namun tidak bisa. Kenyataan itu membuat Jana semakin percaya kalau Prasa benar-benar serius pada ucapan dan niatannya membalas dendam. Jadi ini alasan dia mengatakan finally, I found you pada saat pertama kali bertemu?
Napasnya terasa semakin sempit. Jana pada akhirnya menyerah dan membiarkan tangisnya pecah di dalam taksi yang akan membawanya pulang ke apartemennya.
Why? How could this happen to me? Ketika pada akhirnya gue coba untuk percaya dia adalah orang yang tepat. Sefatal itu kesalahan masa lalu gue? Kenapa? Apa yang kurang dari gue?
Seluruh pertanyaan yang bernada meragukan dirinya sendiri kembali mencuat. Ia hanya bisa melempari dirinya sendiri dengan semua pertanyaan. Seorang Jana, malam ini, kembali menghakimi dirinya sendiri setelah tiga tahun bisa mulai hidup dengan baik, penuh percaya diri. Dan malam ini usahanya bertahun-tahun itu luluh lantak hanya dalam sekejab. Dan rasa sakit itu mengalahkan pahit patah hatinya malam ini.
"Permisi, tante mau tanya di sini ada yang namanya Prasasti Rajendra?"
Jendra yang baru selesai bermain basket menoleh mendengar namanya disebut oleh seorang ibu. Keningnya mengernyit, ada keperluan apa seorang wali murid mencarinya? Ia hanya merasa tidak sedang dekat dengan siswi manapun.
"Saya," jawabnya menghampiri wanita itu.
"Kamu, Nak? Wah iya, anaknya beneran ganteng ya? Nak, makasih ya udah menjadi teman dekat yang baik untuk anak saya yang memang sulit bergaul. Anaknya pemalu..."
Seketika sorak sorai memenuhi lapangan basket begitu wanita itu meninggalkan Jendra dengan penuh tanda tanya. Sejak itu nama Jendra jatuh sejatuh-jatuhnya. Satu-satu orang yang tidak pernah bergaul hanya gadis itu. Kucel sih tidak, culun? Sedikit. Jendra yang jadi malu ke sekolah, membuat ibunya tambah stres. Sudah usaha ayahnya bangkrut, harus pindah ke rumah yang sederhana, pindah sekolah. Belum lagi omongan tetangga. Semua menumpuk dalam hati Prasa dalam sebentuk dendam.
Jana kembali luruh dalam tangisnya. Sesekali tertawa getir, mentertawakan dirinya sendiri. Kalau saja dulu ia tidak memilih jalan mengarang cerita, kalau saja ibunya tidak menemui laki-laki itu, apa jalan cerita akan berbeda?
Bibir Jana tersenyum sinis. Ia berdecih. Pada kenyataannya laki-laki selalu membawanya pada kenangan pahit. Ayahnya yang memilih cerai dari ibunya tanpa alasan yang jelas. Lalu Prasa yang sudah berhasil membuatnya yakin bahwa perasaan tulus itu ada, nyatanya hanya kedok baginya untuk balas dendam. Siapa yang bisa ia salahkan?
"Semuanya salah aku? Aku yang salah mengambil langkah kan? Why? How? Anybody can give me some reasons? Just simple reason. Kenapa aku harus menanggung semua ini sendirian?"
Matanya terpejam dengan tubuh bergetar kini luruh di ranjangnya. Ia menenggelamkan wajah di kasur. Tidak peduli isak tangis yang berubah menjadi raungan. Untuk saat ini ia hanya merasa semua yang terjadi padanya sangat tidak adil. Mengapa harus dirinya? Dan laki-laki brengsek itu mengapa harus setampan Prasa. Mengapa pula dirinya harus mengambil keputusan penuh resiko kala itu.
***
Tbc
Gimana? Gledeknya, bikin terkejud ga?
Pahit ya,,, ke sana pait pait pait lho. Yang mau hand up di sini bisa kok 😂😂😂
26 January 2022
Salam,
S Andi
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top