Bab 23 (REPOST)
Setelah sidak di ruang monitor, mengkritik sedikit bagian wardrobe dan memberikan sedikit saran untuk team kreatif, Jana mengedarkan tatapannya sekeliling. Ia tidak menemukan Olivia di sana. Lantas kemana anak itu menghilang? Jana menyipitkan mata, menatap pada satu pintu yang belum dia kunjungi dan berharap tidak. Karena baginya loker adalah privasi. Namun rasa penasarannya tidak bisa membuatnya cukup dan berhenti untuk mencari tahu. Kakinya melangkah cepat tanpa suara diikuti oleh Febi dan beberapa team leader.
Seolah mengerti apa yang harus Febi kerjakan, gadis itu bergegas membukakan pintu loker. Jana terdiam untuk sesaat melihat apa yang terjadi. Sosok Prasa yang berdiri kaku menempel dinding, menahan diri dari Olivia yang berusaha memperkecil jarak.
"Ibu," ucap Febi lirih takut terjadi apa yang dinamakan perang dunia ketiga.
"Its Okey, Feb."
Jana melangkah mendekat menatapi mereka satu per satu. Prasa yang kali ini berdiri santai kemudian Olivia yang mendadak hilang nyali. Hanya bisa tertunduk tanpa mampu mundur menjauhkan diri. Mata Jana melihat sebotol air minum di atas loker entah milik siapa. Ia dengan satu sudut bibir terangkat sengaja menempatkan diri di tengah-tengah keduanya. Satu tangannya berada di pundak Prasa. Sangat dekat, hingga tubuhnya nyaris menempel pada dada bidang laki-laki itu. Jana sengaja berdiam beberapa saat di titik itu sebelum dia menjulurkan tangannya untuk mengambil sebotol air mineral itu lalu melewati keduanya. Dia berbalik hingga menghadap pada dua sosok itu.
Sengaja, ia membuka tutup botol itu. Semua yang melihat mendadak was-was. Hal yang mengerikan adalah ketika Bos murka. Namun yang terjadi, Jana malah memberikan botol itu pada Olivia.
"You can drink it. Please," tutur Jana sambil bersikedap.
Gadis itu menerimanya dengan gemetar. Ia patuh, meneguk minuman itu kemudian kembali tertunduk.
"Feb, tolong tutup pintunya. Saya mau bicara. Yang lain, tolong keluar."
Febi segera menutup pintu, menyisakan dirinya, Olivia, Jana, dan seorang team leader.
"Baik. Olivia, saya sempat mendapat aduan dari beberapa orang yang katanya sikap kamu cukup meresahkan. Kamu masih dalam pantauan karena kemarin kamu habis kena coaching. Then now, saya tahu kenapa orang bilang meresahkan. Nggak gini, Olivia. Saya menerima kamu di sini untuk bekerja dengan baik. Kami juga memperlakukan kamu dengan baik.
Kami mengajarkan kamu tanggung jawab. Saya mengusulkan adanya fashion pria untuk melebarkan sayap kita. Bukan untuk flirting di dalam pekerjaan. Saya percaya kamu orang baik. Ayo, be better. Kemarin sudah banyak kan yang kamu terima saat coaching. Jangan mengganggu mereka yang sedang bekerja mencari nafkah. If you just wanna play and flirt, you can go without need to distrub them. Kami tidak akan menghalangi kamu untuk melangkah pergi."
"Maafkan saya, Bu."
"Kami tidak melarang karyawan kami pacaran atau bahkan menikah. Dengan catatan, be professional. Pun sama halnya dengan kamu. Dengan catatan, professional dan tidak meresahkan. Caramu yang seperti barusan, hanya akan menjatuhkan harga diri.
Saya lihat profil kamu, sebelumnya kamu team leader divisi kreatif dan konten. Kemudian diangkat menjadi asisten Bu Indira melihat background pendidikan kamu. Dan terakhir kamu di lepas ke lapangan untuk membantu Bu Indira mengawasi dan mengkoordinir lapangan. Bisa disimpulkan, kamu bekerja dengan baik dan kompeten. Namun semenjak adanya bagian fashion pria, fokusmu mendadak berubah dan kinerjamu menurun jauh. Kenapa? Saya tanya kamu, kamu masih mau bekerja di sini?"
Gadis itu terdiam. Wajahnya sudah merah dan sesaat kemudian tubuhnya bergetar. Ada tetesan air yang jatuh dari matanya. Jana memberikan kode dengan tangannya pada Febi untuk mengambil kursi. Tidak berapa lama, seorang team leader membawakan kursi, dua kali balik.
"Saya lebih suka kita berbicara terus terang dari hati ke hati dari pada memberikan lembar kertas peringatan. So, you can talk to me, why did you do that?"
"Ini salah saya, Bu."
"I know. Tapi nggak mungkin kamu melakukan hal itu begitu saja, bukan?"
Kalimat Jana membuat gadis itu tergugu. Jana merendahkan tubuhnya. Ia mengerti ada hal yang sulit untuk gadis itu ungkapkan. Tangan Jana terulur untuk menggenggam tangan gadis itu yang sedang bertumpu di pangkuan. Genggaman tangan Jana malah semakin membuat gadis itu tergugu.
"Maafin saya, Bu," lirihnya.
Jana terdiam, menunggu dengan sabar gadis itu berbicara. Sekian menit berlalu, pada akhirnya Jana mendapatkan jawaban yang diinginkan. Senyum tipis Jana tercipta di bibirnya.
"Olivia. Saya tahu, dalam keadaan terpaksa terkadang orang akan hilang akal. Kamu dengan kondisi ekonomi keluarga yang tidak seberuntung orang lain. Terus ditambah kakak kamu yang terancam di Bintang entertain kalau tidak bisa membawa Prasa atau model pria lain keluar dari sini dan bergabung ke agency-nya. Then sejauh ini, apa saja yang sudah kamu lakukan. Saya sudah tahu sih, saya hanya butuh kamu jujur saja," ucap Jana meskipun sebenarnya ia belum tahu banyak hal apa yang membuat anak-anak model merasa resah.
"Bikin suasana yang membuatnya nggak betah di sini, Bu."
"Mengacaukan schedule sampai berimbas ke jalannya live model perempuan berantakan, tidak sesuai ritme yang sudah terbentuk dengan baik? Oke. Terus?"
"Beberapa kali hingga ada keributan sesama model."
"Oke. Dan terakhir kamu melakukan sesuatu hal yang malah berpotensi menjatuhkan harga diri. Kamu dapet hasil enggak, malah semua jadi nggak suka sama kamu. Kamu masih akan melanjutkan hal seperti ini?"
Gadis itu menggeleng masih dengan sesenggukan, "Saya nggak punya pilihan lain, Bu."
"Oke. Bisa kamu nggak ulangin lagi?"
"Saya janji, Bu."
"Kamu masih mau di sini atau keluar dari sini?"
Gadis itu terdiam. Jana tahu apa yang menjadi beban pikiran gadis itu. Bibirnya mengulas senyuman tipis.
"Kalau nanti kakak kamu dikeluarkan, kabari saya. Nanti saya carikan info di teman-teman saya dengan catatan mau bekerja dengan baik dan sungguh-sungguh. Dan kalau kamu masih mau menjadi bagian dari kami, saya beri kamu sekali lagi kesempatan namun di divisi lain. Kebetulan dalam waktu dekat, asisten Pak Gian akan resign karena ingin fokus pada keluarga."
"Saya masih boleh di sini?"
"Ya. Be better. Okay?"
"Saya nggak tahu harus bilang apa. Ibu sudah baik banget sama saya."
"Saya pernah ada di posisi sulit. Dan ketika kamu sudah di atas umur 25, rasanya bukan saatnya lagi mengandalkan emosi. Lagipula, kalau bisa dibicarakan dengan baik, mengapa harus pakai emosi? Saya tahu dan percaya kamu orang baik. Olivia, kamu dalam pantauan saya langsung ya?"
Jana mengembuskan napas, begitu semuanya sudah jelas. Beberapa fakta yang sempat ia dapat pun terbukti dengan jelas termasuk indikasi ada hubungannya dengan agency model specialist untuk Brand Ambassador. Ia beranjak dari duduknya, meminta Febi untuk menemani Olivia menenangkan diri.
Begitu keluar loker, Jana meminta sebagian untuk briefing. Sebagian tetap melanjutkan pekerjaannya, menyisakan seorang model yang sedang live. Jana sering melihatnya bersama Prasa. Sudah bisa dipastikan dia mengenal Prasa dengan baik.
"Oke, terima kasih untuk teman-teman yang sudah berkumpul di hadapan kami. Untuk sebagian teman-teman yang belum tahu atau mungkin sudah tahu tapi belum pernah bertemu secara langsung dengan sosoknya, beliau ini adalah Ibu Janarie Lukito. Direktur Marketing kita. Kemarin-kemarin karena kesibukan beliau makanya kalian hanya bertemu dengan Bapak Geiz Nayotama. Beliau ini salah satu founder yang akan sering berkunjung ke sini. Mungkin, kalian bisa perkenalkan diri secara singkat, silakan," ucap seorang team leader operasional menggantikan Olivia untuk sementara.
"Selamat siang, salam kenal, Ibu Janarie. Saya Sadda," ucap seorang model yang berperawakan tinggi dan kulit khas indonesia, sawo matang.
"Salam kenal dari saya, Ibu Janarie, Keigo. Separuh jepang tapi saya sudah lama tinggal di Indonesia."
"Selamat siang, Ibu Janarie. Perkenalkan saya Renggana."
Tiba giliran Prasa, laki-laki itu hanya tersenyum pada Jana, membuatnya mengerjabkan mata. Jana segera mengalihkan tatapannya dari mata Prasa, menghirup udara banyak-banyak. Sial! Laki-laki itu selalu saja ada cara membuat Jana gelagapan.
"Oke, saya sudah kenal dia. Tahu bagaimana tengilnya dia, tapi so far dia selalu memberikan performa yang baik. Sedikit banyak kalian sudah mengenal saya, jadi nanti ketika bertemu di jalan atau di mana dan saya nggak lihat, kalian boleh tegur saya, sapa saya."
"Status?" celetuk Prasa yang sialnya diamini oleh yang lain.
Jana menarik napas, menahan diri untuk tetap tenang, "Status saya single sampai detik ini."
Ia menjawab dengan lugas kemudian tersenyum ramah. Ada binar mata dari mereka kemudian tatapan memperingatkan dari seorang Prasa. Mungkin, dia berharap Jana akan menjawab dengan in a relationship with...
"Langsung saja. Briefing ini, saya akan menyampaikan hal yang belakangan membuat gaduh atau meresahkan kalian. Saya mengerti dan saya meminta maaf untuk suasana yang tidak mengenakkan. Mungkin dan akan saya usahakan dalam waktu dekat, Bu Indira yang akan memegang kalian lagi sampai nanti ada kandidat pengganti. Untuk detail masalahnya apa, saya rasa cukup antara saya dan Olivia saja yang tahu. Yang jelas, kalian bisa bekerja kembali dengan nyaman."
"Harus diperjelas, Bu. Biar sesama kita nggak ada dendam lagi. Selisih paham masalah jadwal dan materi script yang membuat kita gerah," ucap seorang team kreatif.
"Oke. Pada intinya, dia melakukan itu karena ada intervensi dari luar. Ada pihak luar yang menginginkan salah satu team model kita bergabung dengan mereka. Tapi, masalah ini sudah saya anggap clear. Dalam waktu dekat, Olivia akan saya rolling ke divisi logistik. Garis besarnya itu. Dan untuk sesuatu hal yang sangat tidak baik, tolong dimaafkan. Mengerti?"
"Tapi gimana kalau dia juga mengacaukan divisi lain?"
"Saat ini Olivia berada di bawah pantauan saya langsung. Oke, sekian. Silakan kembali bekerja, terima kasih."
Jana beranjak meninggalkan briefing itu dan juga meninggalkan studio live. Suara derap langkah kaki terdengar seperti mengejarnya ketika Jana hendak mencapai pintu Lift.
"Gitu aja?" tanya Prasa membuat Jana mengernyit.
"Apanya?"
"Masalahnya?"
"Ya. Semua sudah selesai. Kita lihat dia mau berubah atau tidak. Aku yakin dia akan kembali baik lagi. Dia sama kita udah lumayan lama dan tidak pernah ada masalah. Baru kali ini."
"Oke. Pulang bareng kan nanti?"
Jana terdiam untuk beberapa saat. Matanya menatap Prasa yang begitu sabar menunggu jawabannya.
"Tunggu di mobil," jawab Jana pada akhirnya, berbuah binar mata dari laki-laki itu.
Di dalam Lift, Jana menahan bibirnya membentuk garis lurus agar tidak terus merekah senyumannya. Entahlah, rasa asing itu membuat suasana sedikit berbeda. Ringan. Bawaannya sulit menahan senyum. Jana, are you still okay?
***
Tbc
23 January 2022
Salam,
S Andi
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top