23
23
Cessa mengaduk-aduk bakmi yang masih mengepul panas. Asap yang beraroma rempah semakin menerbitkan rasa lapar.
"Pokoknya lo mesti jujur ke gue."
"Gue bilang juga nggak ada apa-apa, Gy."
"Gue, Ala sama Jenn udah sepakat kalo lo ada hubungan khusus sama Pak Arion."
Entah harus berapa lama lagi ia menyembunyikan status hubungan "terlarang" tersebut dari teman-teman kantor. Ia sendiri juga tidak punya cara untuk bicara kepada mereka tentang keadaan yang sebenarnya. Dari dulu, ia tidak pernah terpikir akan menjalin hubungan dengan Arion. Mimpi pun tidak. Karena...ya memang ia tidak mau memikirkan sesuatu yang ia rasa ganjil. Jadi ketika sesuatu di luar bayangannya itu kini terjadi, ia masih belum menemukan cara menyikapinya dengan tepat.
Cessa berusaha bersikap cuek di sepanjang makan malam bersama Gya. Malam itu mereka membungkus bakmi untuk dimakan bersama di kamar kostan-nya. Ia tidak ingin banyak bicara. Karena semakin melakukan penyangkalan, bisa-bisa dosanya akan semakin bertambah. Saat-saat seperti ini, pepatah diam itu emas adalah opsi paling manjur.
"Ya dibuktiin aja kalo gitu." Cessa menjawab ringan. Ya kan? Kalau mereka memang curiga, mengapa mereka tidak membuktikannya sendiri?
"Hmm. Lo sih, diam melulu tiap gue tanyain soal itu."
Hmm. Memang ia sengaja untuk diam.
"Ya karena gue malas ngebahas sesuatu yang nggak penting."
Cessa meringis. Kalau Arion mendengarnya bicara seperti itu, sudah pasti Arion akan marah. Sikap Arion mungkin tidak akan begitu menakutkan karena ia yakin Arion tidak akan tega marah kepadanya.
Palingan dikasih ancaman akan diberi hadiah cium, yang menurut Cessa terasa sangat menggelikan.
"Lo nggak asyik. Sumpah," sungut Gya. Kini mulut Gya bergerak seiring suapan bakmi yang masuk ke mulutnya.
Arion pernah mengatakan jika ia memiliki sebuah opsi yang sampai sekarang tidak pernah dikatakannya.
Apakah opsi itu berkaitan dengan masa depan karir mereka?
Maksudnya, jika hubungan mereka memang berakhir hingga ke pernikahan, bukankah mereka tidak bisa lagi bekerja di satu divisi yang sama?
Jujur jika diminta memilih, Cessa tidak ingin mengorbankan karirnya yang ia bangun selama bertahun-tahun. Tapi, ia juga tidak bisa bertahan jika Arion masih memegang jabatan sebagai direktur keuangan. Keadaannya akan berbeda jika jabatan Arion naik menjadi direktur utama.
Tapi, rasanya akan terlalu cepat bagi Arion untuk menjabat direktur utama. Usianya masih terlalu muda untuk jabatan sepenting itu, di samping pengalaman kerjanya yang belum begitu banyak.
Jadi, bagaimana nanti?
Membingungkan.
Tidak pasti.
Masih sibuk memikirkan tentang masa depannya, ponsel Cessa berdering. Sengaja ponsel itu diletakkan di dekatnya. Khawatir ada hal penting yang terlewatkan.
Ketika melihat nomor Arion di monitor, refleks Cessa berdiri dari duduk dan masuk ke dalam kamar untuk menerima telepon.
"Hah? Bapak di depan?" Kemudian Cessa menutup mulut, menyadari suaranya terlampau nyaring.
Please. jangan sampai Gya tau.
"Kenapa, Cess?" tanya Gya yang kini tengah menikmati pangsit rebus.
Cessa meneguk air minum, tanpa menjawab pertanyaan Gya.
"Gy, gue ke depan dulu ya? Pulsa gue abis."
"Lo butuh pulsa berapa? Ntar gue minta tolong temen gue. Eh tapi kan lo bisa beli pake M-Banking? Ngapain harus ke kounter segala?"
"M-Banking gue udah gue un-install."
Sebal. Gara-gara Arion nih, ia jadi harus berbohong lagi.
"Abisin dulu makanan lo," anjur Gya.
"Buat lo aja."
"Serius?" Tanpa ragu, Gya mengambil bakso di mangkuknya dengan menggunakan sumpit. "Ya udah, makasih kalo gitu," balasnya sambil terkekeh.
Sepertinya perhatian Gya mulai teralihkan dengan penawarannya.
Astaga, Mana perutnya masih lapar. Tadi saja, ia hanya sempat makan dua atau tiga suap bakmi.
Lampu jalan yang terang cukup membantu Cessa melihat bayangan mobil Arion yang terparkir di depan rumah salah satu tetangga rumah kost. Cessa berjalan selama beberapa menit sebelum berhasil sampai di mobil Arion.
Ia membuka pintu penumpang dan menutup pintunya setelah duduk.
"Saya bawain makan malam buat kamu," ucap Arion tanpa basa-basi. Ia mengangsurkan plastik putih berisi kemasan takeaway dari salah satu restoran Jepang ternama di dekat kantor. "Lengkap. Mulai dari makanan pembuka sampai dessert. Mochi cokelatnya enak lho. Katanya." Arion menambahkan, sekadar menegaskan bahwa ia tidak memakannya.
"Bapak kenapa harus repot-repot sih?" Cessa membuka box berisi bento dengan aneka lauk seperti yakiniku dan aneka gorengan khas Jepang. Aromanya benar-benar bikin lapar.
"Kamu belum makan malam kan?"
"Tadi udah beli bakmi, tapi makannya cuma beberapa suap. Tiba-tiba Bapak nelepon."
"Kamu makan deh kalo gitu."
Cessa mengangguk. "Bapak udah makan malam?"
"Belum." Arion mengulum bibirnya. "Sebenarnya saya beli tiga paket takeaway."
Cessa mengerutkan kening.
Jadi, maksud Arion...mereka akan makan berdua di mobil?
Tapi ia tidak bisa berlama-lama di situ. Bisa-bisa Gya menyusulnya. Dan kalau Gya sampai menemukan mobil Arion terparkir di situ...
"Sebenarnya..." Cessa mengamati Arion yang tengah mengambil satu kotak lagi.
Tuh kan bener?
"Saya mau ngomong sesuatu sama kamu. Tapi enaknya sambil makan ya? Gimana kalau kita makan di kostan kamu?"
"Tapi, Pak?"
"Kenapa?"
"Ada Gya di situ," jawab Cessa pelan
"Ya nggak apa-apa. Paketnya saya lebihin kok." Ucapan Arion terdengar begitu ringan.
"Bukan begitu. Gimana kalau Gya tau Bapak ke sini? Dia bisa tambah curiga."
Arion tersenyum. "Nggak apa-apa. Biarin aja."
"Nggak bisa gitu, Pak. Tadi saja, saya udah diinterogasi sama Gya. Kedatangan Bapak ke sini malah bakal ngebuktiin kecurigaan dia. Sementara saya berusaha nutupin hubungan saya sama Bapak dari dia."
"Kamu terganggu kalau teman-teman kamu curiga sama hubungan kita?"
Cessa tidak tahu apakah harus memutar bola mata mendengar pertanyaan Arion.
"Ya tentu saja, Pak. Rasanya nggak perlu saya jelasin lagi, karena kita sama-sama udah tau peraturan yang berlaku di perusahaan." Cessa merasa sia-sia mengatakan hal yang jelas-jelas telah Arion pahami.
"Saya hanya nunggu waktu yang tepat."
"Waktu yang tepat?" Cessa tidak mengerti apa maksud Arion. "Waktu yang tepat untuk apa, Pak?"
"Ya, waktu yang tepat untuk mengumumkan hubungan kita."
Cessa menggeleng. "Itu kedengarannya menakutkan, Pak."
Arion malah tertawa. "Tenang saja. Setelah saya ketemu sama mama kamu untuk melamar kamu, saya juga akan memberitahu langkah saya selanjutnya untuk menjaga kamu dan karir kamu."
"Pak." Cessa kembali menggeleng, tetapi untuk alasan yang berbeda. "Saya nggak mau Bapak melakukan sesuatu yang bakal ngorbanin karir Bapak."
"Kamu kok mikirnya seperti itu? Opsi yang saya pilih ini bakal menguntungkan kita berdua. Kamu kenapa? Kelihatannya khawatir banget sama keputusan saya nanti."
"Ya siapa tau aja keputusan Bapak itu..."
"Konyol, maksud kamu?"
Cessa mengangguk cepat. "Kan Bapak kadang suka...gitu. Contohnya waktu nekat makan cupcake yang waktu itu."
Arion tertawa lagi. "Saya janji nggak akan bertindak gegabah. Saya hanya ingin nunjukin ke kamu, bagaimana seorang pria dewasa seharusnya bersikap. Menyingkirkan ego dan berpikir serta bertindak lebih bijaksana. Saya ingin membuktikan ke kamu kalau saya bisa jadi suami yang bisa membahagiakan dan melindungi kamu sebaik mungkin. Sepanjang hidup saya."
Cessa tersenyum malu. "Jujur ya, Pak. Saya nggak nyangka Bapak bisa ngomong seserius ini. Ini Pak Arion, direktur keuangan Padma yang saya kenal nggak sih? Atau orang lain?"
Arion meraih pipi Cessa dan mencubitnya lembut.
"Kamu memang nggak bisa ya menghargai keseriusan saya? Apa menurut kamu, saya ini orang yang hanya bisa main-main sama perasaan kamu?"
Cessa menahan jemari Arion beberapa saat di permukaaan pipinya. Membuka mata yang sempat terpejam dan perlahan melepaskannya. Arion beralih mengelus bibirnya dengan ibu jari kanannya. Membuat Cessa menutup lagi matanya, meresapi sentuhan lembut di bibirnya. Setelah beberapa saat, Arion pun berhenti. Jadi ia pun kembali membuka kedua matanya.
"Saya udah nggak sabar pengen puas-puasin nyium kamu kapanpun saya mau."
Cessa tersenyum. Benar-benar tidak bisa menahan lonjakan perasaannya. Membayangkan Arion menciumnya sampai puas, menghadirkan debaran kencang di jantungnya.
Ketika saat itu akhirnya tiba, ia hanya berharap ia bisa mengendalikan perasaannya. Meskipun ia tidak yakin bisa melakukannya karena ya, Arion berpengalaman dalam hal semacam itu. Sedangkan ia jelas masih harus banyak belajar.
Apalagi untuk interaksi yang lebih jauh.
Seperti...
"Jadi, gimana? Apa saya boleh ke kostan kamu?"
"Jangan deh, Pak," tolak Cessa. "Saya harus segera balik. Tadi saya ijin, bilangnya mau ke kounter buat beli pulsa."
Penolakan Cessa diikuti anggukan Arion.
"Kalau gitu, boleh saya ke rumah kamu, besok?"
Cessa belum ingin mengatakan iya. Ia harus mencari waktu yang tepat untuk membicarakan hal serius itu kepada mama. Karena memberitahu mama tentang hubungannya dengan Arion berarti sama saja membicarakan masa depannya.
"Saya belum ngomong ke Mama."
"Gimana kalau sekalian besok saja kita sama-sama bicara ke mama kamu?"
"Besok?"
"Iya."
Cessa benar-benar tidak pernah sekalipun menceritakan tentang hubungannya dengan Arion. Alasannya karena ia memang masih belum yakin untuk mengatakannya. Hubungan mereka saja masih belum jelas akan bermuara ke mana. Ia khawatir mama belum siap menerima Arion karena latar belakang keluarga Arion yang jauh di atas mereka. Ketidaksepadanan yang sejak dulu membuat mama merasa tidak nyaman. Entah, jika mama memiliki pengalaman buruk dengan orang berada, atau mungkin mama memang tidak ingin bersentuhan langsung dengan keluarga kaya karena merasa tidak sepadan. Sulit menyesuaikan diri, dan alasan-alasan lain yang mungkin saja ada di pikiran mama. Ia cemas jika mama akan langsung menolak merestui hubungan mereka tanpa memberi kesempatan hubungan itu menuju ke arah yang lebih baik.
"Ay, kok diam saja?"
"Mm, ya?" jawab Cessa ketika pikirannya masih dikuasai ... katakanlah kebingungan.
"Jadi boleh saya ke rumah kamu besok?" tanya Arion, sekali lagi. Kedua mata Arion menatapnya lurus. Raut wajah yang begitu serius meminta jawaban darinya.
Secepatnya.
"Saya boleh mikir dulu nggak?"
Hembusan napas Arion terdengar. "Oke, kalo gitu. Saya tunggu jawabannya sampai besok pagi. Tapi harus iya."
Kalau begitu, untuk apa ia diberi waktu berpikir kalau jawabannya harus iya?
Cessa baru saja hendak memprotes Arion ketika tiba-tiba mobil tersebut bergerak. Meski gerakannya terbilang halus karena jok yang ia duduki nyaris tidak terasa getarannya.
"Saya antar sampai depan kostan kamu."
Rasanya percuma menolak, karena Arion sedang fokus menyetir mobilnya pelan-pelan menyusuri jalan kompleks perumahan yang lumayan sempit. Cessa menahan napas setelah mobil itu berhenti di depan pagar tempat kostnya. Berharap Gya tidak melihat mobil Arion terparkir sementara di sana.
"Saya jemput besok, atau kamu tunggu saya di rumah mama kamu?"
Cessa tidak bisa menahan tawanya mendengar pertanyaan Arion. Benar-benar gigih. Ia tidak ingin menjawab lagi, karena ia harus lekas turun dari mobil.
"Ay."
Cessa menyambut uluran tangan Arion yang kini menggenggam tangannya.
"Mimpikan saya ya?"
"Request apa lagi ini?" protes Cessa tanpa bisa ditahan.
Arion tidak menyahut lagi. Ia tersenyum kemudian melepaskan genggamannya, mengangguk saat Cessa berpamitan sebelum keluar dari mobil. Mereka sama-sama saling mengucapkan selamat malam, dimulai dari Arion yang dibalas Cessa dengan ucapan yang sama.
Cessa mendapati sikap Arion yang satu ini sangat manis. Ia mendapati dirinya tersenyum saat berjalan masuk ke dalam kamar kostnya. Bungkusan paket diletakkan di atas meja kecil.
Gya tidak ada di sana.
Mungkin sedang berada di dapur kostan. Cessa memilih menunggu Gya sampai ia kembali.
Dugaannya tepat saat Gya mengatakan jika ia baru datang dari dapur untuk mencuci peralatan makan mereka tadi yaitu mangkuk bekas wadah bakmi dan gelas. Kini ia menenteng dua gelas. Katanya ia ingin minum sirup sambil menonton TV.
"Lo lama banget deh. Ampir aja gue tidur nungguin lo."
"Pulsanya lagi kosong di Pak Man, makanya gue cari di kounter lain." Cessa merutuki dirinya yang harus berbohong. Ia berjanji ini terakhir kalinya ia berbohong kepada Gya.
Gya hanya mengangkat bahu, kelihatan malas menanggapi lagi. Ia duduk bersila sambil memangku bantal setelah menyetel TV. Di kamarnya juga ada TV, tapi Gya lebih senang menonton di kamar Cessa. Sejak Cessa kost di situ, Gya jadi lebih sering menghabiskan waktu di kamar Cessa. Cessa sih senang dengan keberadaan Gya karena ia tidak kesepian dan mereka bisa menghabiskan waktu bersama, entah menonton atau mengobrol tentang apa saja.
Sebuah film yang sedang tayang di TV menjadi fokus perhatian Gya. Di dekatnya tergeletak satu renceng jajanan jadul berupa mie kering berbumbu yang akan jadi cemilan menemani nonton. Hanya bersantai sambil menonton TV di kamar kostan ternyata sudah cukup menjadi hiburan menyenangkan ketimbang berkeliaran di luar rumah, mengeluarkan uang untuk nongkrong.
Tadinya Cessa ingin menunjukkan paket yang dibawakan Arion. Namun, ia jadi ragu, mengingat pertanyaan yang akan muncul. Tidak mungkin kan Gya menerima paket makanan tanpa menanyakan dari mana paket itu berasal.
Masa ia harus bohong lagi sih?
Tapi kalau tidak diberitahu sekarang, ia khawatir makanan di dalamnya cepat basi. Kekeliruan Arion juga sih, yang tidak memberitahunya saat akan memesan makanan takeaway tersebut.
"Gy, ini ada paket makanan."
Gya menggumam sebelum menoleh untuk melihat isi dari wadah makanan yang sedang dibuka oleh Cessa. Masalahnya, aroma makanan Jepang itu terlalu menggoda.
"Dari mana nih?"
"Udah makan aja. Ada orang baik tadi yang nganterin," jawab Cessa saat sedang mengambil sumpit. Ia mengambil nasi kemudian beef yakiniku menggunakan sumpit.
"Enak bangeet ini." Gya berdecak melihat logo restoran di wadah bento. "Restoran mehong. Sayangnya gue masih kenyang, Cess. Ntar tunggu sejam lagi." Gya menutup ucapannya dengan tawa. Namun hal itu tidak menghalanginya untuk mencomot sebuah eggroll dan sushi rol berisi salmon. "Mouthwatering banget. Siapapun orang baik itu, makasih banget udah ngasih makanan senikmat ini."
"Ayo sini, ikutan makan aja lagi," Cessa kali ini mengambil sushi topping telur ikan. Diikuti telur dadar khas Jepang yang bentuknya sangat cantik. Ia menggeleng tidak percaya melihat porsi yang dipesan Arion. Menu sebanyak ini cukup untuk dinikmati oleh dua orang. Dan semua makanannya sangat lezat.
Ia berhenti mengunyah.
Tadi, ia lupa mengucapkan terimakasih kepada Arion.
Cessa mengetikkan ucapan terimakasih dan mengirimkannya langsung. Kebetulan, ponsel yang tadi ia kantungi saat bertemu Arion ia letakkan di sisi duduknya.
Arion : glad you like it J kapan mau makan bareng di restonya?
Cessa ragu antara ingin membalas atau tidak.
Ah, nanti aja deh dibalas.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top