11. I Think I Like You


Arion meregangkan tubuhnya sambil menghirup udara segar. Akhirnya ia bisa beristirahat. Bebas dari meeting marathon yang melelahkan. Sejak hari pertama, ia telah dihadapkan pada meeting khusus direksi yang berlanjut ke meeting antar divisi yang digelar di hari kedua.

Pagi itu, ia mengenakan seragam yang wajib dipakai oleh semua peserta outbond. Meskipun tetap saja ditemukan beberapa staf mengenakan kaus yang berbeda. Seragam itu berupa kaus putih lengan panjang bercorak abstrak di bagian depan yang memuat nama perusahaan dan lokasi outbond. Kaus putih tersebut ia padankan dengan Nike running woven warna hitam dan trainers dari brand yang sama. Di kepalanya, Arion memakai topi berwarna putih yang sebetulnya hanya merupakan alternatif tambahan saja. Tampilannya kini dilengkapi sebuah kacamata Tom Ford yang cukup ampuh melindungi matanya dari silau matahari.

Arion memandang berkeliling sambil menenteng Leica M10-P di tangan. Kamera mirrorless itu berdesain minimalis tanpa logo merah yang menjadi ciri khas Leica. Fasilitas istimewa yang dimiliki kamera itu berupa shutter mekanis yang lebih halus, jadi bunyi jepretan nyaris tidak terdengar. Lalu LCD 3 inci dilengkapi panel touchscreen yang memudahkan melihat hasil foto sekaligus memudahkan pengaturan fokus sehingga hasilnya lebih presisi.

Arion sengaja membawa kamera untuk mendokumentasikan kegiatan tersebut. Ia sendiri tidak jago-jago amat dalam fotografi. Ia membawa kamera hanya jika ada event penting yang ia ikuti. Kalau hanya sekadar menggunakan dan mengoperasikan fitur-fitur yang tersedia tentu saja bukan hal yang sulit.

Baik dirinya maupun anggota direksi lainnya tidak diwajibkan untuk ikut kegiatan. Mereka bisa memilih aktivitas lain dengan memanfaatkan fasilitas yang tersedia di resort tersebut, seperti kolam renang, lapangan golf atau arena berkuda. Namun, ia memilih berbaur dengan staf, menyaksikan keriuhan selama mengikuti permainan yang telah ditentukan oleh panitia. Kalau ia bosan di sana, barulah ia akan mulai berjalan-jalan berkeliling resort.

Arion menemukan staf-staf divisinya terpencar ke dalam beberapa kelompok. Aturannya, dalam satu kelompok hanya boleh diisi oleh 1 orang yang mewakili tiap divisi. Ada tiga jenis games yang dimainkan secara bersamaan berdasarkan jadwal yang diberikan. Yaitu, Scavenger Hunt, Human Knot, dan The Mine Field.

Kameranya dibidikkan berkali-kali kepada salah satu grup yang mengikuti Scavenger Hunt.

Gadis itu berada di sana.

Damn.

Sejak kapan kulit di sekitar area leher yang berlumuran peluh jadi terlihat berkali-kali lipat lebih seksi?

Tiba-tiba saja ia merasakan sesuatu di balik celananya mengeras.

Terbayang pergelutan penuh gairah bermandikan peluh, ciuman-ciuman panas, sentuhan demi sentuhan telapak tangannya di kulit telanjang gadis itu, senyum kikuk di wajahnya yang menggemaskan saat lidah Arion bermain-main di puncak payudaranya yang kecil namun cukup kenyal. Gerakan liar pinggul gadis itu saat menerima dirinya, jemari gadis itu yang begitu lembut menyusuri dada dan perut six pack-nya saat mereka saling mencicipi bibir dan lidah satu sama lain.

Ah, sialan! Sialan! Sialan!

Mengapa ia jadi kepikiran lagi hanya dengan melihat gadis itu mengusap keringat?

Arion berdecak.

Ia harus mandi air dingin segera setelah balik ke kamar.

***

Cessa mengusap peluh di dahinya dengan punggung tangan. Ia menarik napas sepanjang mungkin sebelum melanjutkan permainan. Bersama beberapa anggota kelompok tempat ia bergabung, mereka bekerjasama mencari benda-benda yang disembunyikan oleh panitia. Ada tiga kelompok yang berlomba dalam permainan yang dinamakan Scavenger Hunt itu. Aturan permainannya cukup sederhana. Mereka hanya perlu menemukan petunjuk-petunjuk yang tersebar di beberapa tempat yang menunjukkan letak harta karun. Kelompok yang paling cepat akan keluar sebagai pemenang.

Kedengarannya memang sederhana kan?

Namun, ada dua kendala terbesar yang ia temukan dalam permainan tersebut. Pertama, mereka harus mencari petunjuk-petunjuk dengan menyasar lokasi yang begitu luas. Cessa tidak terbiasa berolahraga, jadi ia mudah merasa lelah. Kemudian kendala kedua, sebelum mendapatkan petunjuk, mereka harus menyelesaikan tantangan yang ternyata cukup sulit. Seperti pada tantangan pertama, mereka harus melakukan flip cup dengan satu jari. Itupun cangkir plastik yang harus dibalikkan dengan cara itu tidak hanya satu, tetapi lima!

Setelah berhasil mendapatkan petunjuk pertama, tantangan kedua harus mereka lakukan. Dares or dares, di mana setiap anggota wajib melakukan dare yang berbeda untuk tiap orang. Jumlah anggota tiap kelompok sebanyak 7 orang. Bayangkan saja jika mereka harus melakukan hal-hal konyol.

Ia mendapatkan dare untuk menemukan orang yang mau diajak selfie atau foto bersama. Setelah itu, foto selfie tersebut harus diunggah di Instagram masing-masing, jadi ia harus memastikan orang yang ia ajak berfoto juga memiliki Instagram. Setelah itu, ia pun harus bertukar nomor whatsapp dengan orang tersebut dan menghubunginya. Mengapa? Karena statusnya masih single. Dan orang yang harus ia ajak selfie itu harus laki-laki.

Gila. Game macam apa ini?

Ia masih memikirkan siapa yang ia akan ajak untuk membantunya menyelesaikan misi tersebut. Ia bisa saja memilih secara acak dari penonton yang ada. Hanya saja, bagaimana mungkin ia mengunggah foto berdua bersama orang asing. Memang sih, ada beberapa staf yang ia kenali, termasuk Dennie yang tidak ikut bermain karena menunggu giliran berikutnya.

Apakah Denni mau ya? Selain meragukan soal itu, ia juga tidak mengetahui apakah Denni memiliki akun Instagram.

Sampai kemudian kedua matanya menangkap bayangan sosok Arion yang tengah memotret pemandangan.

Meminta bantuannya tentu saja lebih mustahil lagi.

"Ayana, udah selesai belum? Buruan."

Agis, teman sekelompoknya dari divisi marketing menghampirinya setelah menyelesaikan tantangan memuji orang. Kenapa juga ia yang kebagian tantangan paling sulit. Kenapa tadi ia tidak minta bertukar misi saja?

Ah tidak ada waktu lagi.

Cessa bergegas menuju Denni yang sedang mengangkat banner bertuliskan namanya.

"Den bisa tolongin nggak? Misi gue mesti ngambil foto sama orang lain. Trus nanti diupload di Instagram."

Dennie buru-buru mengangguk. "Pake hape gue atau hape lo?"

"Lo ada Instagram kan?"

"Ng, ada sih. Cuma gue lupa passwordnya." Denni cengengesan. "Apa nunggu gue bikin baru lagi, ga papa?

Astagaaaa kelamaan. Keburu Monas pindah tempat.

Cessa rasanya ingin menangis. Ia tidak bisa begitu saja meminta tolong kepada orang lain, sementara yang ia kenal hanya Dennie dan Arion.

Apa mungkin Arion bisa membantunya?

"Selfie aja kan?"

Suara Arion tiba-tiba menginterupsi percakapannya dengan Dennie.

"Diunggah di Instagram juga...Pak." Cessa berujar ragu.

Hanya dalam hitungan detik, Arion mengeluarkan ponsel dan berdiri di sampingnya. Kamera yang tadi dipegang Arion diberikan kepada Denni. Laki-laki itu begitu cekatan seolah tidak ingin membuang waktu. Cessa tidak tahu harus menangis atau tersenyum menghadapi kenyataan ini.

"Saya ambil angle-nya dari sini biar nggak silau," ucap Arion sambil melemparkan senyum yang menurut Cessa begitu aneh.

Cessa merasakan tubuhnya menegang saat mereka saling mendekatkan wajah. Ia memaksakan dirinya tersenyum karena ia tidak mau harus disuruh mengulang lagi. Bagaimana kalau panitianya mengharapkan foto yang menunjukkan ia dan teman selfie-nya sedang tersenyum?

Ia mengambil ponsel, dan buru-buru mengklik aplikasi Instagram.

"Saya mau ngirim fotonya lewat Whatsapp."

Cessa meringis. ia kan masih memblokir nomor Whatsapp Arion. Trus, sekarang ia harus membuka blokiran hanya demi permainan menyebalkan ini?

Huh, mengapa hari ini semesta jahat sekali padanya?

"Lewat share it aja kan bisa?"

"Kalau saya maunya lewat Whatsapp, bagaimana?" Suara Arion terdengar jengkel bercampur senang. Iya, senang. Buktinya sekarang, laki-laki itu malah tersenyum kepadanya.

Dasar jahat!

"Cessa buruaaan!!!!"

"Ayooo cepat! Keburu kalah nih kita."

Cessa melakukan proses upload foto secepat mungkin, kemudian menunjukkannya kepada panitia. Panitia mengecek postingan Instagram keduanya dan mengacungkan jempol pertanda kelompok mereka telah berhasil menemukan petunjuk berikut.

"Good luck!" seru Arion.

Cessa menatap Arion dari kejauhan.

Bukan. Hari ini adalah hari sial baginya.

***

"Bapak senang banget kelihatannya. Dari tadi senyum-senyum terus."

Arion berbalik melihat Denni, salah satu staf divisinya yang berdiri di sampingnya. Sosok itu yang tadi nampak paling semangat mendukung Ayana bahkan berkali-kali meneriakkan nama panggilan gadis itu di kantor.

Untung saja bukan nama Ayana yang ia teriakkan. Kalau iya, mungkin Arion akan menyuruhnya cepat-cepat menggantinya.

"Iya dong. Senyum yang optimis dan penuh semangat akan membuat harimu jadi lebih menyenangkan." Arion lalu berhenti melihat-lihat foto yang ia jepret tadi. "Memangnya kenapa kamu bilang begitu?"

"Nggak. Saya cuma iseng saja, Pak. Maaf kalau begitu." Denni lalu menyingkir dari posisinya semula.

Arion melirik kertas karton di tangan Denni. Banner kecil itu digunakan Denni untuk menyemangati Ayana.

Justru ia yang seharusnya bertanya kepada Denni, motivasi apa yang membuatnya mendukung Ayana seperti tadi. Begitu bersemangat, seolah sedang menyemangati seseorang yang...spesial?

"Ingat. Nggak boleh ada hubungan asmara di dalam divisi yang sama." Arion menekankan pada kata divisi.

"Bapak ngomong sama saya?" Denni bertanya sambil menunjuk dirinya sendiri menggunakan telunjuk.

"Hanya mengingatkan."

Arion membidikkan kameranya ke arah pepohonan rimbun di sekitarnya.

"Saya sama Cessa nggak ada hubungan selain pertemanan."

"Bagus kalau begitu." Arion mengucapkannya dengan begitu bersemangat. Sadar jika suaranya terlalu bertenaga, Arion berdehem. "Harus profesional, ya kan?"

"Iya, Pak. Harus."

Arion merasa harus berpindah tempat. Ia ingin mengabadikan momen kemenangan bagi salah satu kelompok games Scavenger Hunt.

"Saya ke sana dulu ya?"

"Baik, Pak."

***

Para peserta sedang bersaing untuk memenangkan lomba. Tinggal selangkah lagi mereka akan menang. Kali ini mereka harus menjawab beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan sejarah perusahaan Padma Resources.

"Tahun berapa Padma Tunggal Resources didirikan?"

Pertanyaan itu terlalu mudah untuk dijawab. Vera, staf bagian umum menuliskan jawaban di atas kertas beralas clipboard menggunakan spidol setelah mereka menyimpulkan jawaban yang sama.

1988.

Pertanyaan kedua

"Siapa nama CEO yang menjabat sebelum Pak Altair Gunandhya?"

Mereka saling berpandangan. Cessa mencoba memastikan jawaban.

"Sofia Lynn Johnson," bisiknya kepada Vera sebelum yang lain memberikan jawaban.

Pertanyaan ketiga

"Nama-nama direktur beserta divisinya."

Ini sih gampang. Terimakasih untuk obrolan ngalor-ngidul mereka di bus beberapa hari lalu. Bahkan jika diminta dengan nama manajer divisi pun, ia masih hapal.

Pertanyaan keempat.

"Berapa kali sejak tahun 2000, Padma Tunggal Resources mendapat peringkat lima besar perusahaan manufaktur terbaik di Indonesia versi Forbes?"

Suasana hening karena masing-masing peserta sedang sibuk berpikir. Saat ini kelompok di mana Cessa berada sedang bersaing ketat dengan satu kelompok lain yang juga sedang berusaha menyelesaikan tantangan terakhir.

Cessa menghitung menggunakan tangannya. Tugas mereka di kantor sehari-hari hanya seputar pembiayaan dan segala hal yang berkaitan dengan nominal. Siapapun yang menjawab dengan tepat pertanyaan ini, kemungkinan memang mengetahui dengan pasti atau hanya menebak-nebak saja.

Hmm. Cessa mencoba menebak-nebak. Soal kali ini terbilang tricky. Tinggal menghitung sejak 2011, karena majalah Forbes Indonesia baru ada terhitung November 2011. Sejak 2013, Padma Tunggal Resources selalu masuk lima besar perusahaan terbaik, kecuali tahun 2015 yang melorot ke posisi 7. Jadi rentangnya antara tahun 2013 sampai 2018 minus tahun 2015.

Itu dia! Lima kali!

Cessa membisiki Vera lagi. Ia yakin jawabannya ini benar.

Tiba pada pertanyaan terakhir.

"Tahun berapa pendiri Padma Tunggal Resources lahir?"

Mereka hanya mengetahui nama Valentino Moretti Gunandhya sebagai pendiri, tapi siapa sih yang bisa mengingat tahun kelahirannya?

"Ayo, sisa waktu sepuluh detik lagi." Suara panitia melalui pengeras suara mengingatkan mereka.

Ih kok Arion ada di situ lagi sih?

Cessa bisa mengetahuinya karena Arion berada tidak jauh darinya. Ia berdiri di belakang kursi dewan juri, masih bermain dengan kameranya.

Ia memegangi kamera dengan bentuk gerakan tangan yang aneh. Tiga jari menunjuk keatas, sedangkan ibu jarinya bergerak membentuk bulatan saat bertemu dengan telunjuk.

Apakah Arion sedang memberikan petunjuk?

"1930?"

Cessa tidak begitu yakin. Sementara waktu tidak akan menunggu jawaban mereka.

"Tulis aja 1930," Ia sendiri tidak yakin. Mungkin saja tadi ia hanya salah mengartikan tingkah Arion.

Vera menuliskan tahun 1930 saat panitia sudah nyaris selesai menghitung mundur, dan mengangkat clipboard dan spidol sebagai tanda tidak boleh lagi mengisi atau mengubah jawaban.

Setelah dua kelompok mengumpulkan hasil pekerjaan yang masih diletakkan di atas clipboard, panitia mulai menghitung skor yang diperoleh masing-masing tim.

Setelah semua dewan juri berembug, tanpa berlama-lama lagi mereka memutuskan berdasarkan skor akhir, kelompok Fox menang. Lima pertanyaan dijawab dengan tepat.

"Yeaay!! Menang!"

"Alhamdulillah. Hadiahnya banyak banget."

"Nggak nyangka dapet 5 juta."

***

"Sudah mau balik?"

Cessa mendongak dan wajah Arion sedang tersenyum padanya.

Saat itu ia sedang duduk sendiri, menunggu sampai teman-teman dekatnya selesai dengan permainan mereka.

"Belum. Masih nungguin teman."

Cessa bersikap setenang mungkin dan meneguk lagi air mineral dingin yang disediakan panitia di dalam cool box ditempatkan di beberapa titik. Selain air mineral juga disediakan minuman isotonik yang disediakan oleh sponsor, beserta aneka kudapan seperti risol, aneka pastry dan roti. Cessa mengambil air mineral, orange vitamin water dua buah roti yang dikemas dalam kotak kue.

"Nggak mau jalan-jalan dulu?" tanya Arion yang mengambil duduk di dekatnya.

"Masih capek."

Cessa melirik kamera yang tengah dipegang Arion. Arion rupanya menyadari hal tersebut.

"Kamu suka kameranya?" tanya Arion. "Mau lihat?"

Cessa menggeleng. "Pasti harganya mahal. Leica ya? Atau Canon?"

"Leica," jawab Arion.

"Tipe?"

"M10-P." Arion tersenyum. "Kamu kenapa nanya soal kamera?"

Gya pengen punya satu yang seperti itu.

"Nggak kenapa-napa." Cessa lalu menawarkan roti kepada Arion. Arion mengambil roti keju, padahal dari segi tampilan, roti cokelat lebih menggoda.

Arion alergi cokelat. Hal itu menjelaskan mengapa setiap ulangtahun, tidak ada staf yang memberikan kue cokelat kepadanya.

Cessa bergumam. Kasihan ya? Punya duit banyak tapi nggak bisa makan cokelat?

Cessa mengambil ponsel, memastikan sekali lagi foto yang ia upload tidak menampilkan wajahnya yang berantakan. Apa yang bisa kamu harapkan dari sebuah foto yang diambil dalam waktu terburu-buru dan dilakukan karena terpaksa? Cessa tidak akan heran jika orang-orang menertawai fotonya. Tidak terlalu buruk sih, hanya saja mengapa ekspresinya di foto itu benar-benar lucu? Senyum kaku mirip orang yang sedang menahan buang air besar sementara ekspresi wajah Arion begitu sempurna.

Bukan memuji nih ya? Ih ngapain?

Ah, tidak. Ternyata banyak komentar yang masuk. Ya mau bagaimana lagi?

Cessa harus menghapus foto itu secepatnya.

"Awas ya, jangan dihapus." Arion memperingatkan.

"Terserah saya dong, Pak."

Arion menatapnya. "Kalo kamu hapus, kamu bakal berurusan sama saya."

Cessa beranjak dari duduk. "Ya saya pergi aja kalo gitu."

"Ikut saya."

Baru berjalan beberapa langkah, Arion sudah menyeretnya untuk mengikuti ke arah sebuah tenda bulat berwarna kuning yang berjarak cukup dekat dari tempatnya duduk tadi.

"Mana ponsel kamu. Tunjukin akun Instagram kamu."

Cessa tentu saja menolak. Ia bermaksud pergi, tetapi Arion menahannya.

"Jangan kepo deh, Pak. Lagian foto itu cuma buat keperluan lomba."

Arion mendorong tubuhnya merapat ke tiang tenda, membuat tubuh Cessa terdesak ke belakang.

"Ngomong sekali lagi, saya bakal cium kamu sampai kamu kehabisan napas."

Cessa mendiamkan mulutnya.

"Kenapa kamu selalu saja membuat saya mikirin kamu?"

Cessa berusaha tidak membalas ucapan Arion.

"Kamu jahat sama saya, Ayana." Arion menekan suaranya hingga terdengar mengecil.

Mereka mendengar suara selain mereka di sana.

"Akh, lagi. Aduh, pelan-pelan dong."

Lalu terdengar suara cecapan. Arion hapal jenis suara seperti itu. Suara yang ditimbulkan dari aktivitas olahraga mulut antara dua orang yang terjadi sangat intens.

Mungkin sekarang yang terjadi lebih daripada itu.

"Tadinya saya pengen gituan sama kamu." Arion mengucapkannya enteng. "Tapi kalau saya memaksa, kamu pasti akan semakin jauh dari saya."

"Aku yang di atas dong, Mas."

Arion segera menarik Cessa menjauhi tenda kuning yang menjadi saksi bisu apapun yang terjadi di dalam sana.

"Apa nggak dicek dulu, Pak? Siapa di dalam?" tanya Cessa, benar-benar kikuk dan serba salah.

"Kamu yakin mau menginterupsi orang yang lagi gituan? Selain karena hal itu nggak biasa buat kamu, itu juga urusan mereka."

"Gimana kalau mereka pasangan selingkuh? Atau...,"

"Satu divisi?"

Cessa terdiam. Arion terlihat kesal saat Cessa mengucapkannya.

"Kenapa Bapak jadi ke-trigger saat saya ngucapin soal itu?"

"Karena saya nggak bisa leluasa untuk pacaran dengan karyawan di divisi yang saya pimpin." Arion menudingnya. "Yaitu, kamu."

"Saya juga nggak mau pacaran sama Bapak."

"Kamu pernah bilang kamu mau pacaran sama saya, asalkan kita buat surat kontrak."

"Tapi Bapak bilang lupain aja. Bapak bilang nggak bakal ngejar-ngejar saya lagi." Cessa menelan ludah. "Mm, saya juga sudah mengumpulkan apa saja yang pernah Bapak kasih ke saya. Semuanya akan saya kembalikan."

"Kita pacaran saja," potong Arion.

"A...apa?"

Arion menghela napas. "Kamu buat kontraknya dan kirim ke WA saya. Pastikan isi kontraknya menguntungkan saya sama kamu."

Cessa termenung.

Apa ia harus terlibat lagi dalam hidup Arion sebagai...

Pacar?

***

Akhirnyaaa bisa update lagi. Naskah ini bikin aku rajin nulis padahal ada kerjaan lain yang kudu cepat-cepat diberesin, tapi aku malah nulis mulu.

Teman-teman pembaca, aku rencana bikin cerita ini jumlah partnya ga banyak. Paling banyak 20 part, makanya per part aku usahain nulis panjang-panjang 😂😂😂

Ya gimana ya? Liat tulisanku yang lain jumlah partnya banyak banget ada yang sampe 50-an. Ya mungkin karena isi tiap part pendek2 jadi ga kerasa malah jadi gitu. Aku pengen mengubah setiap cerita yang kubuat jadi lebih ringkas ceritanya. Karena selain aku juga jenuh nulisnya, kalian juga pasti jenuh bacanya. Jadi yang penting poin-poin penting dari ceritanya bisa tersampaikan ke pembaca.

Aku sekarang ga fokus ke jumlah pembaca karena fokusnya bagaimana menyelesaikan cerita. Kelar aja udah syukur banget. Kalo ada yang suka cerita ini, itu udah jadi bonus buatku. Ngapain yang baca banyak tapi naskahnya ga kelar ya kan?

Jadi, aku selalu butuh feedback dari kalian. Entah kritik atau saran, kuterima dengan tangan terbuka.

Tapi kalo kalian lebih nyaman jadi silent reader, sih terserah ya 😂😂😂

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top