Testuto

Malam ini Alfi balik dengan postingan lebih banya. Hohoho... ini tandanya Alfi bakal jarang update, soalnya ini kan bulan puasa, takut ngetiknya kebablasan (?)

Hehehe... intinya, aku jarang update. Doakan saat kembali, aku membawa cerita yang banyak. Oh iya, Alfi mau mengucapkan "Selamat Menunaikan Ibadah Puasa" bagi yang merayakan. Alfi juga minta maaf kalo punya salah sama kalian.

Oke, tanpa banya basa basi lagi, takutnya ni cerita beneran basi, langsung simak aja noh ceritanya ====>>>>

Setelah mendapat kejutan dari Midorima, Hanako tidak dapat tidur. Sudah berkali - kali ia mengubah posisi tidurnya, tapi matanya juga tak mau terpejam. "Arrrgghhh..." Hanako mengacak - ngacak rambutnya dengan frustasi. "Shintarou rese!" dengan geramnya, Hanako meraih ponselnya yang ia letakkan di laci meja kecil yang ada di sebelah ranjangnya.

Setelah menunggu beberapa kali nada sambung terdengar, akhirnya orang yang dihubungi Hanako menjawab telephone nya. "Moshi moshi," ucap pria di seberang sana dengan suara yang serak, tanda pria tersebut sudah tidur nyenyak dan tiba - tiba harus dibangunkan dengan paksa oleh deringan ponselnya yang memekakkan telinga.

"Shin-chan?" panggil Hanako pada pria yang ada di ujung sambungan telephone.

"Hmmm?" Midorima hanya sanggup bergumam karena sangking ngantuknya.

"Shin-chan..."

"Apa nanodayo?" ucap Midorima dengan malas.

"Aku tidak bisa tidur," rengek Hanako.

"Tidurlah nanodayo... besok kau ada test masuk ke Seirin' kan?"

"Hai... aku mengerti. Tapi..."

"Tidurlah nanodayo," Midorima memotong ucapan Hanako. "Kalau kau tidak tidur, besok kau bisa terlambat nanodayo," ucap Midorima dengan malas. "Bukan berarti aku tidak ingin kau datang terlambat ke sana nanodayo. Aku tetap ingin kau masuk ke Shutoku nanodayo... hoaammm..."

"Anoo... Shin-chan..." Hanako ragu untuk mengucapkannya, karena jam sudah menunjukkan pukul 11 malam.

"Nan desu ka nanodayo?"

"Bisakah kau mainkan satu lagu untukku, Shin-chan...? Aku... tidak bisa tidur..." Hanako duduk dengan cemas di tepi ranjangnya.

"Kau itu ada - ada saja nanodayo. Aku ngantuk nanodayo."

"Ayolah Shin-chan... untuk malam ini saja... kumohon... besok - besok aku tidak akan mengganggumu lagi untuk hal ini deh... aku akan mengganggu Sei-chan saja," ucap Hanako. "Tapi karena besok Sei-chan juga ada test, jadi aku tidak berani mengganggunya, Shin-chan..."

"Wakatta! Wakatta! Kau mau lagu apa nanodayo?" terdengar derap langkah di sebrang sana. Sepertinya Midorima sudah mulai melangkah ke pianonya yang ada di lantai bawah.

"Chopin! Piano Nocturne in Ebm!" seru Hanako bersemangat. Gadis itu mulau merebahkan tubuhnya lagi di kasur, sembari mencari posisi yang nyaman. Ia menekan tombol loudspeaker dan meletakkan ponselnya di sebelahnya.

Dari seberang sana, suara piano yang masih di pencet secara asal. Mungkin Midorima masih melakukan sedikit pemanasan. "Kenapa harus Chopin lagi sih nanodayo? Kenapa tidak Mozart, Beethoven, atau yang lainnya sih, nanodayo?" keluh Midorima.

"Kenapa baby? Jangan bilang kalau lagunya Chopin itu susah?" goda Hanako. "Bukankah lagu - lagu Beethoven itu lebih menyusahkan dari pada Mozart. Apalagi Chopin. Astaga... Shin-chan... lagu - lagu Chopin itu sangat-"

"Wakatta nanodayo!" potong Midorima. "Habis ini langsung tidur ya!? Awas kalau habis ini kau tidak tidur nanodayo. Aku tidak ingin begadang hanya karena kau yang tidak bisa tidur nanodayo," omel Midorima.

"Iya Shin-chan ku sayang... cepat mainkan lagunya, my baby Shin," goda Hanako.

Hanako mungkin tidak sadar, kalau ucapan barusan berafek dahsyat pada jantung Midorima yang serasa habis ikut lomba marathon, dan wajahnya juga terlihat sangat merah. Untunglah Hanako tidak sedang ada di hadapannya. Kalau Hanako ada di hadapannya, bisa - bisa Midorima diledek oleh Hanako habis - habisan.

"Hai, Hai, Hana-chan. aku paham nanodayo," Midorima langung menggerakkan jari - jarinya dengan perlahan menekan tuts piano. Memainkan melodi piano yang sangat lembut di telinga Hanako. Permainan Midorima yang lembut itu benar - benar membuat mata Hanako perlahan tertutup.

Saat permainan Midorima selesai, pria itu meraih ponselnya kembali yang ia letakkan di atas piano.

"Hana-chan?" panggil Midorima, tapi sudah menunggu beberapa detik, Hanako tidak menjawab panggilan Midorima. "Hana-chan? apa kau sudah tidur nanodayo?" tanya Midorima yang lagi - lagi tidak disahuti oleh Hanako.

Midorima tersenyum saat tidak mendengar sahutan dari sebrang sana, "akhirnya aku bisa tidur nyenyak nanodayo. Jangan mengganggu orang lagi ya Hana-chan, kalau kamu tidak bisa tidur nanodayo. Awas saja kalau kau sampai mengganggu orang lain kecuali aku nanodayo," omel Midorima yang sebenarnya tidak jelas ditujukan pada siapa? Soalnya Hanako sudah masuk ke alam mimpi di pertengahan permainan piano Midorima.

"Bukan berarti aku mau kau ganggu untuk hal yang tidak penting seperti ini nanodayo," Midorima mengusap wajahnya, untuk menghilangkan rasa kantuk.

"Semoga kau sukses di ujian nanti ya nanodayo, walaupun aku tau kau tidak akan pernah gagal dalam hal apapun nanodayo," ucap Midorima.

"Hah... selamat tidur Hana-chan. Mimpikan aku ya nanodayo," setelah berucap hal yang memalukan itu, Midorima langsung menutup sambungan telephone nya.

"Kenapa aku bisa berucap hal gila seperti itu sih, nanodayo?" Midorima kesal terhadap perubahan dirinya akhir - akhir ini. "Sepertinya sihirmu terlalu kuat, Hana-chan," Midorima tersenyum simpul, lalu berjalan kembali ke kamarnya untuk melanjutkan tidur yang sempat tertunda.

***

Pagi harinya, Hanako, Airi dan Mayumi sudah berkumpul di depan gerbang SMA Seirin untuk menghadiri test masuk. "Kemana Hikari dan Emi?" tanya Mayumi pada kedua temannya.

Hanako menggedikkan bahunya dengan cuek, "mana kutahu, mereka tidak ada yang bisa dihubungi."

Tak lama kemudian, salah satu dari yang meraka tunggu sedang berjalan ke arah mereka, "Oh, Emi-chan!!!" Airi melambai - lambaikan tangannya dengan ceria pada Emi yang sedang berjalan ke arah mereka.

"Oy, Mi-chan, mana Ri-chan?" Hanako menanyakan keberadaan Hikari pada Emi yang malah datang sendiri ke mari.

"Ish... kemana sih, anak itu?" Mayumi meraih ponselnya dengan perasaan jengkel. Sebenarnya sudah sejak tadi ia menghubungi nomor Hikari, tapi tidak ada jawaban.

"Ya sudahlah, kalian masuk saja dulu," ucap Hanako.

"Lalu Hikari?" tanya Airi dengan dahi berkerut.

"Aku akan menunggunya disini. Sudahlah, cepat kalian masuk," usir Hanako.

Akhirnya dengan perasaan jengkel, Mayumi masuk ke dalam daerah SMA Seirin.

"Mayumi-chan! tunggu aku...!" Airi langsung mengejar Mayumi yang sudah masuk duluan.

Hanako menepuk punggung Emi, "cepatlah masuk."

"Lalu kau?"

"Aku ada urusan sebentar dengan seseorang. Cepat masuk," Hanako membalikkan tubuh Emi dan mendorong gadis itu masuk. Akhirnya, tanpa ada penolakan lagi, Emi melangkah masuk ke SMA Seirin.

"Lama sekali sih dia..." Hanako mengetuk - ngetuk sepatunya ke aspal sambil menunggu seseorang yang tak kunjung datang.

Saat mata Hanako menangkap bayangan seseorang yang ia tunggu dari tadi, Hanako langsung berlari ke arahnya.

Buk! Tanpa sadar, Hanako menabrak seseorang saat ingin menghampiri orang tersebut. "Ah, Gom-" ucapan Hanako dipotong oleh amarah pria yang ia tabrak barusan.

"Hey! Apa kau buta ya!?" bentak pria berwajah garang itu.

Mendengar kata - kata kurang ajar yang keluar dari mulut pria itu, membuat dirinya kesal. "Oh, I'm so sorry, fake boy," cibir Hanako, lalu ia berlari lagi menghampiri orang yang ia tunggu sejak tadi.

"Ish, dasari gadis aneh!" gerutu pria itu sambil berjalan masuk ke SMA Seirin.

Setelah tiba di hadapan pria bersurai biru langit itu, Hanako langsung berdecak kesal, "ck! Kenapa kau lama sekali sih, Kuro-chan?"

"Gomen, tadi aku membantu nenek - nenek untuk membawakan barang - barangnya sebentar," sesal Kuroko yang sebenarnya dari wajahnya tidak terlihat menyesal karena ekspresi wajahnya yang terlalu datar.

Hanako celingkukkan ke kanan dan ke kiri, "Anoo... mana Hikari?" Hanako kebingungan saat melihat Kuroko datang ke sini sendirian.

"Dia sedang sakit, jadi tidak bisa hadir," ungkap Kuroko.

Hanako seperti melihat kekecewaan yang terpancar dari mata Kuroko. Walaupun Kuroko terkenal dengan sebutan pria berwajah paling datar sedunia, tapi tetap saja, sebenarnya Kuroko itu juga memiliki berjuta perasaan yang pernah dirasakan oleh orang lain.

Hanako menepuk bahu pria itu lalu merangkulnya, "nah, ayo Kuro-chan. kita masuk," ajak Hanako.

Kuroko hanya mengangguk, lalu mereka berdua berjalan beriringan memasuki SMA Seirin.

***

Setelah selesai mengerjakan berbagai macam ujian tertulis, akhirnya Airi, Emi, Hanako dan Mayumi memutuskan untuk berkumpul di salah satu café terdekat. Setelah duduk di tempat khusus yang sebenarnya sudah dipesan Hanako beserta makanan dan minumannya, mereka memulai percakapan ringan ala gadis remaja.

"Kenapa Kuroko-kun tidak ikut sih, Hanako-chan?" tanya Airi.

Hanako menyeruput green tea latte nya. "Dia mau menjaga Hikari yang sedang sakit."

"Eh, Hikari sakit!? Sakit apa dia!? Kenap-" mendengar keributan yang keluar dari mulut Airi, Mayumi langsung membungkam mulut Airi dengan tangan kirinya, karena kebetulan gadis itu duduk tepat di sebelah kiri Mayumi.

"Kau itu ya... berisik tau. Mana suaramu cepreng banget lagi," omel Mayumi dengan suara pelan yang menusuk tepat ke hati. Sepertinya Mayumi memang memiliki bakat untuk membungkam orang lain dengan ucapannya yang tajam dan sinis.

Hanako menahan tawanya ketika melihat Airi diam tak bergutik setelah mendengar suara Mayumi yang begitu sinis, "sudahlah Mayumi-chan... kau bisa dibunuh Akashi Seijurou kalau membuat kekasih hatinya meninggal karena kehabisan napas."

Mayumi langsung menarik tangannya kembali ke atas meja, "suaranya benar - benar bisa membuat gendang telingaku pecah, Hanako-chan. Kau tau sendiri' kan, kalau suaranya benar - benar cempreng."

"Hai... hai... Mayumi-chan... aku paham akan penderitaanmu kok," Hanako tersenyum geli ke arah Airi yang sekarang sedang menggembungkan pipinya dengan sebal. "Jangan seperti itu Ai-chan. Kalau kau terus menggembungkan pipimu seperti itu, aku akan mencubitnya loh..."

Airi langsung memegang kedua pipinya, "awas saja kalau kau berani menyubitnya, Hanako-chan," ucap Airi dengan sebal. Ia benar - benar tidak ingin pipinya menjadi korban kegemasan Hanako, soalnya gadis itu kalau mencubit sakit sekali rasanya.

"Sepertinya, semenjak menjadi pacarnya Akashi-sama, dia berani menentangmu, Hana-chan," ungkap Emi dengan wajah datar.

Hanako mengulurkan tangan kananya untuk merangkul Emi yang duduk di sebelah kanannya, "sepertinya sih... seperti itu Mi-chan," jawab Hanako yang sedang memandang Airi dengan kerutan di keningnya sambil mengangguk kecil tanda ia setuju dengan perkataan Emi barusan.

"Wah, wah, wah... Emi-chan. Kau jahat sekali sih padaku. Memangnya aku pernah buat dosa apa terhadapmu," ungkap Airi dengan memasang wajah sedihnya yang malah membuatnya terlihat lucu dan menggemaskan (?)

"Kau lucu sekali saat bertanya dosamu apa saja terhadapku," jawab Emi dengan suara yang benar - benar datar. "Apa perlu, aku menjabarkan semua dosa - dosamu padaku?" tanya Emi balik.

"Sudah - sudah, kalian berdua jangan berantem," Hanako berusaha menengahi adu argument antara kedua sahabatnya itu. "Aku tau kalau dosa kalian berdua itu banyak, jadi tidak usah dijabarkan lagi, oke?"

Dengan spontan, Mayumi melempar wajah Hanako dengan sepotong kentang goreng, "kau menengahi orang dengan kata - kata bodoh seperti itu. Kayak dosamu tidak banyak saja, Hanako-chan."

"Lah, siapa yang bilang dosaku sedikit sih?" Hanako memasang muka terkejut yang agak berlebihan terhadap Mayumi.

"Ah, yasudahlah. Terserah kau saja," Mayumi membuang pandangannya ke arah lain. Percuma jika ia berdebat dengan Hanako, ujung - ujungnya gadis itu selalu menang.

"Oh iya, Mayumi-chan," panggilan Hanako membuat Mayumi yang sempat mengalihkan pandangannya ke arah lain jadi memandang Hanako lagi.

"Ada apa?"

"Kenapa kau jadi masuk ke Seirin sih? Bukannya kau mau ke Yosein bersama Murachin?" goda Hanako.

"Apa - apaan sih Hanako-chan. kau tidak cocok tau, untuk apa kau menirukan cara bicaranya Atsushi?" bukannya menjawab, Mayumi malah balik bertanya.

Hanako balas melempar Mayumi dengan sepotong kentang goreng, "kau itu apa - apaan sih, aku tanya, kau malah balik tanya. Jawab saja kenapa?" kali ini Hanako mengambil kentang goreng itu untuk dimakannya.

"Alasannya cukup singkat dan jelas," jawab Mayumi dengan tegas, "kalau tempat - tempat pemotretan dan agency ku lebih dekat dengan SMA Seirin ketimbang Yosein."

Hanako mencibir alasan sepele Mayumi, "kau bertindak seperti itu, apa Mura tidak merengek padamu?"

"Tentu saja dia agak sedikit kesal dan mogok berbicara padaku," jawab Mayumi.

"Sogok saja dengan pocky, dia pasti mau lagi berbicara denganmu," jawab Emi dengan asal.

Mayumi tersenyum geli, "sudah kubelikan selusin pocky untuknya, tapi dia tetap mogok bicara denganku."

"Tapi pocky nya tidak kembali?" tanya Airi.

"Tentu saja tidak Airi-chan. Jangan harap Mura mau mengembalikan makanan yang sudah kau berikan untuknya," kali ini malah Emi yang menjawab.

Hanako menjentikkan jarinya, "kalau begitu, kau belikan saja dia seloyang pai, pai apa yang membuatmu jatuh cinta padanya?" Hanako mengetuk - ngetuk jarinya ke atas meja, tanda ia sedang mencari - cari informasi di otaknya.

"Pai apel caramel, Hanako-chan..." jawab Mayumi.

"Ah... iya... itu maksudku. Belikan saja dia pai apel caramel, terus kau harus memandang Mura dengan tatapan memohon yang bisa meluluhkan hatinya," saran Hanako yang sebenarnya hanya asal saja ia ucapkan.

Mayumi menjentikkan jarinya, "kau memang cerdas Hanako! Kenapa aku tidak kepikiran ya...?"

Baru saja Hanako ingin menyombongkan dirinya, tiba - tiba saja ada yang mendahului ucapanya, "eh iya, Hanako-chan. Boleh aku tanya sesuatu?" tanya Airi dengan ragu.

"Apa Ai-chan?"

"Kalau Hikari tidak jadi masuk Seirin, lalu ia mau masuk ke SMA mana?" pertanyaan Airi seperti menyadarkan mereka akan hal yang sempat mereka lupakan.

Hanako menepuk jidatnya, "astaga... kenapa aku bisa lupa ya?" Hanako mengetuk - ngetuk meja dengan jarinya.

"SMA Shutoku baru mengadakan ujian tiga hari lagi," sahut Emi yang membuat pandangan ketiga gadis itu beralih padanya.

"Loh, loh, kata Shintarou... ujiannya hari ini," jawab Hanako.

"Itu hanya wawancara, siswa sebenarnya tidak diwajibkan untuk hadir, tapi mereka akan diberikan nilai tambah jika pertanyaan yang diajukan itu dijawab dengan baik. Intinya, yang terpenting adalah nilai ujian tertulisnya, bukan wawancara," jelas Emi panjang lebar.

"Sugoi... kau memang yang terbaik Mi-chan," Hanako langsung meraih ponselnya untuk mengirim sebuah pesan singkat soal sekolah mana yang bisa dituju Hikari. "Semoga Hikari cepat sembuh dan bisa mengikuti ujian tertulis di Shutoku," doa Hanako yang diamini oleh ketiga temannya.

***

Setelah makan - makan di café, Hanako segera kembali ke rumahnya yang sepi. Sebenarnya tidak bisa dibilang sepi juga, karena ada beberapa butler dan maid yang berkeliaran di rumah Hanako yang sedang sibuk membersihkan rumahnya.

Hanako meletakkan tas nya di meja belajarnya dan merebahkan dirinya di atas kasur. "Hah... Shin-chan sudah pulang belum ya? Apa ku telephone saja?" tanya Hanako pada dirinya sendiri. "Ah, jangan deh. Dia pasti sedang sibuk untuk mempersiapkan ujian tertulisnya. Semoga aku tidak mengacaukan wawancaranya tadi pagi."

Hanako meraih boneka panda berukuran jumbo, pemberian Akashi saat Hanako berulang tahun yang ke sepuluh itu untuk dipeluk.

Hanako selalu menyukai sensasi saat kulitnya menyentu bulu - bulu halus boneka panda tersebut, ditambah ukurannya yang besar, pas sekali untuk dipeluk. Boneka itu selalu berhasil membuatnya merasa nyaman dan rileks.

Saat kedua matanya hampir terpejam, ponsel Hanako tiba - tiba saja bordering. Dengan malas, Hanako meraih ponselnya yang ia letakkan di sebelahnya, "moshi moshi."

"Moshi moshi, Hana-chan," sahut pria di sebrang sana.

Mendengar suara pria itu, mendadak kantuk Hanako menghilang,

"Shin-chan?" ucap Hanako tak percaya. Tumben pria itu menelephone nya terlebih dahulu. Biasanya, kalau bukan Hanako yang menghubunginya, Midorima tidak akan menghubunginya terlebih dahulu.

"Ada apa baby?" ucap Hanako dengan nada yang sengaja ia buat centil untuk menggoda Midorima. Sebenarnya gadis itu agak geli juga saat mengucapkan kata 'baby' untuk Midorima, tapi yang namanya Hanako, dia selalu melawan perasaan tidak nyamannya itu untuk menggoda kekasih hatinya.

"Kau menggelikan Hana-chan," ucap Midorima dengan sebal.

"Hahaha!" mendadak tawa Hanako pecah saat mendengar suara kesal yang keluar dari mulut Midorima. "Walaupun aku menggelikan, kau tetap tidak mau berpisah denganku' kan, baby Shin~?"

"Ish! Cukup Hana-chan!" omel Midorima. "Kau ditunggu Akashi di rumahnya nanodayo. Lima menit tidak datang, kau akan dihukumnya nanodayo, itu katanya nanodayo."

Hanako langsung bangkit dari tidurnya, "dasar sinting! Dikira jarak dari rumahnya ke rumahku itu hanya tinggal kepeleset!?" kesal Hanako yang langsung meraih tasnya dan berjalan dengan langkah lebar keluar kamar.

"Kalau kau mau memaki, jangan memaki padaku nanodayo. Dan tidak sepantasnya seorang wanita itu berucap denga kasar seperti itu nanodayo."

"Ya ya ya, terserah apa katamu pak tua," ucap Hanako dengan kesal saat memakai sepatu talinya. "Nanti ku telephone lagi ya, baby. Kalau bisa kau yang menelphone ku terlebih dahulu nanti malam, jaa..."

"Siapa juga ya-" sambungan langsung diputuskan oleh Hanako secara sepihak.

"Ck! Percaya diri sekali kau, Hana. Aku tidak akan menghubungimu duluan nanodayo!" omel Midorima pada ponselnya yang tidak bersalah.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top