Pink Bloosom
Pagi yang cerah untuk memulai hari. Namun,Tia Andini sangat malas untuk kekampus. Ini adalah semester kedua dikampus rasanya dia ingin minta pindah dari kampus itu. Tapi,sepertinya orang tuanya tidak akan mengijinkan. Karena Tia memasuki kampus itu dengan beasiswa.
Mau tidak mau dia harus menerima kampus itu. Meski berat hati. Tia malas ke kampus karena isi anak kampus disana sangat tidak berbobot. Tapi Tia sudah bertekad untuk tidak perduli dengan apa kata orang. Dia harus fokus kepada dirinya sendiri.
Tia akhirnya berangkat ke kampus dengan menaiki ojek. Rumah dan kampus berjarak tidak terlalu jauh. Ibunya sudah membuka warung saat ini. Jadi dia tidak melihat ketika dirumah. Ayahnya sudah pergi mengajar dan tentu saja adiknya itu sudah berangkat sekolah.
Tinggal dia sendiri dirumah yang masih belum pergi. Tia pergi kekampus sangat pagi. Dia sengaja untuk menghindari macet dan juga kedatangan anak-anak borjuis yang menganggu pemandangan matanya.
Ada alasan Tia sangat tidak menyukai mereka. Itu karena mereka hanya terus menganggu anak-anak lemah. Anak-anak yang terlihat sok kuat. Tapi memiliki perangai yang tidak baik.
"Hey gendut," ujar salah seorang anak kepada Tia. Tia memasang wajah masamnya. Itu bukan hal baru untuk Tia. Tubuhnya memang gempal. Parasnya tidak secantik wanita-wanita lain dikampus.
"Kenapa cungkring." Jawab Tia ketus dan berlalu dari para pria kurang kerjaan itu. Tia malas ke kampus adalah karena alasan ini. Dia selalu dibuly dengan keadaan tubuhnya.
Apa yang salah wanita bertubuh berisi. Tidak ada yang salah dengan itu. Yang terpenting mereka sehat. Yang salah adalah pikiran orang-orang. Yang hanya melihat dan memandang orang dari fisik.
Tia malas memperdulikan mereka dan terus berjalan menuju kelasnya. Di kampus ini Tia memutuskan tidak ingin berteman dengan siapapun. Dia memilih untuk tidak perduli dengan siapapun dan apa kata mereka.
Terserah mereka ingin memandang dirinya seperti apa. Yang jelas saat ini dirinya tidak ingin memperdulikan orang-orang disekitarnya. Yang berpikir sempit dan hanya bisa mengatai orang.
Tia tidak jelek,parasnya cukup manis. Namun,seiring waktu dirinya patah hati dia kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Tia mengalihkan semua kemakanan. Dia sampai tidak sadar sejak kapan tubuhnya mulai membengkak.
"Tia Andini,untuk semester ini menempati peringkat pertama nilai tertinggi untuk jurusan desain seni," ujar salah seorang dosen ketika anak-anak sudah berada di kelas. Suara riuh sorak sorai mencemooh mulai terdengar. Tia hanya menghela nafas. Meski tubuh Tia bukan tipe ideal wanita dia memiliki prestasi yang bagus.
Mencoba untuk tidak perduli dengan semua suara disekitarnya. Tia maju untuk mengambil nilainya. Dia tidak ingin mengucapkan apapun selain terimakasih kepada dosennya.
Tia kembali ke kursinya. Lukisan yang dia buat bulan lalu benar-benar mendapatkan apresiasi tinggi dari para dosen. Tia benar-benar tidak menyangka hal itu akan terjadi. Artinya seni lukisnya semakin meningkat. Tidak sia-sia setiap kali dia mulai stress Tia mulai melukis. Melukis adalah bagian dari hobynya. Dan untuk itulah alasan mengapa dia mengambil jurusan desain seni ini.
Tia keluar dari kelas. Namun,segerombolan anak-anak mulai menghadang jalannya. Para wanita didepannya ini sangat menyebalkan. Tia tahu mereka sering mengolok dirinya. Tapi,apakah tidak cukup untuk itu dan sekarang mereka ingin membuat ulah.
"Ada apa?" Tanya Tia malas menatap sekumpulan wanita berpakaian kurang bahan didepannya ini.
"Wuah si gendut sudah berani bersikap sombong sekarang," ujar salah seorang anak gadis berambut pirang.
"Jika tidak ada hal penting aku pergi," Tia bermaksud untuk menghindari mereka. Dia malas bertengkar lebih tepatnya malas mencari masalah.
Dia melangkahkan kakinya keluar dari kelas. Seorang anak laki-laki tiba-tiba menghadang langkah Tia. Pria didepannya ini salah satu dari geng wanita itu.
"Apa aku harus mengulangi perkataanku bahwa aku ingin pergi?" Tanya Tia lagi mulai kesal. Pria didepannya menyungingkan senyum mengejek.
"Jangan sok jual mahal. Hanya karena nilaimu bagus."
"Itu bukan urusanmu jika kau iri sebaiknya kau belajar lebih lagi." Tia sudah malas untuk berbasi basi. Dia sudah cukup mengabaikan mereka selama ini. Semakin membuat mereka semena-mena. Sudah waktunya dia melindungi dirinya dan hatinya.
Selama ini Tia selalu diam diperlakukan dan dibicarakan seenak mereka. Di cemooh dan sebagainya. Tapi untuk kali ini Tia tidak ingin lagi. Tidak boleh ada yang menginjak harga dirinya lagi. Mengatai dirinya seenaknya. Dia juga manusia punya hati dan pikiran. Dia berhak untuk di hargai sebagai manusia.
"Kau berani melawan."
"Kenapa aku harus takut. Untuk orang-orang pecundang seperti kalian yang selalu bermain dibalik penampilan dan gaya. Kalian bahkan tidak memiliki otak."
Ucapan Tia membuat semua anak-anak disana memandangi mereka. Baru kali ini mereka melihat Tia melawan diperlakukan seperti itu. Itu menjadi menarik. Seperti bunga yang bermekaran dan jatuh ketanah.
Memang sudah sepatutnya ada yang melawan anak-anak itu. Selama ini mereka merasa bahwa mereka selalu diatas angin. Semena-mena mengatai orang lain. Membicarakan orang dan menilai orang hanya dari tampilan luar.
"Kau,jaga mulutmu." Wanita pirang itu maju kehadapan Tia. Tia menaikkan alisnya tajam.
"Apa kau bilang? Jaga mulut? Apa kau tahu arti dari perkataanmu itu? Apa kau tidak malu mengatakan itu?" Wanita pirang didepan Tia mengeram kesal. Dia tidak bisa menjambak rambut Tia karena anak-anak mulai memperhatikan mereka.
"Kenapa? Apa kau sadar sekarang arti menjaga mulut? Ketika kau mengatai orang lain apa kau sadar bahwa kau seharusnya menjaga mulutmu itu lebih dulu." Tia maju selangkah menatap tajam gadis berambut pirang didepannya.
"Aku akan mengajarimu apa arti menjaga mulut. Mulutmu itu kau pergunakan untuk membicarkan kebaikan orang lain buka keburukan orang. Kau paham? Bukan untuk mengatai kekurangan orang lain tapi harus kau pakai untuk mengatakan kebaikan dan kelebihan orang. Apa kau paham sekarang makna menjaga mulut?" Wanita pirang itu mengeram kesal. Dia ingin meninggalkan Tia. Dia sudah dipermalukan disini. Anak-anak mulai menatap kearah mereka.
Tia menatap anak-anak disini. Melihat mereka satu persatu. Malas rasanya mengatakan hal ini. Tapi sepertinya ini harus diakhiri disini agar tidak ada Tia lain seperti dirinya.
"Ku pikir kalian cukup pintar untuk menggunakan otak kalian untuk berpikir. Memakai mata kalian untuk melihat dengan benar dan tentu saja memakai mulut kalian untuk bukan membicarakan keburukan orang. Dan menggunakan tubuh kalian bukan untuk membuat drama dan pertengkaran dengan orang lain." Tia menghela nafas dan menatap gadis pirang didepannya.
"Hanya karena kalian berpenampilan menarik bukan berarti kalian bisa menghina orang lain yang terlihat jelek dari kalian. Hanya karena kalian memiliki uang lebih banyak bukan berarti kalian bisa merendahkan orang tidak punya. Hanya karena kalian pintar,terlihat sopan,dan sebagainya bukan berarti kalian berhak menilai orang lain buruk. Hanya karena kalian memiliki banyak kelebihan yang baik bukan berarti kalian bisa mengajari orang lain seenak kalian. Meminta orang untuk bersikap sopan. Meminta orang untuk menjaga mulut. Tapi pernakah kalian berkaca seperti apa diri kalian kepada orang lain? Ku pikir orang hanya memantulkan kembali apa yang kalian berikan kepada orang itu. Seperti yang ku lakukan hari ini." Pada akhirnya Tia bisa mengatakan ini setelah sekian lama dia menyimpannya
"Aku selesai hari ini dengan kalian. Jangan lagi mengangguku dan urusi hidup kalian. Bercerminlah maka kalianpun pasti tahu apa yang ku maksud." Tia berjalan dengan santai dan percaya diri melewati kerumunan itu. Rasanya lega bisa mengatakan semua itu.
Banyak pasang mata melihat kearahnya. Dia tidak perduli pandangan mereka. Entah itu kekaguman dan sebagainya. Satu-satunya hal yang dia inginkan saat ini adalah menjaga dirinya. Dia hanya ingin ketenangan dan tidak memperdulikan apapun kata orang. Dia tidak pernah hidup orang lain. Dan dia berharap orang-orang juga begitu. Bahkan wanita-wanita yang mencoba menujukkan dirinya lebih baik daripada dirinya. Itu bukan urusannya. Seperti bunga merah muda yang bermekaran. Tia hanya ingin seperti itu.
Mecintai dirinya sendiri,melindungi dirinya dari berbagai pandangan dan omongan orang. Dia hanya tidak ingin perduli kepada hal-hal yang menyakitinya. Dia hanya ingin melindungi hati dan pikirannya. Di dunia yang seperti sekarang. Tia hanya harus semakin mencintai dirinya dan melindungi harga dirinya. Itulah bagian dari bagaimana dia mencintai dirinya sendiri. Karena tidak akan ada yang bisa melakukannya jika bukan diri kita sendiri.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top