#6


Louis menatap Sofia saat Lexi memperkenalkan dirinya sebagai kekasih Sofia, ada rasa hangat menjalar di dada Sofia, meski ia yakin itu hanya jawaban spontan dari Lexi. Louis berdiri dari duduknya dan pamit pada Sofia dan Lexi.

"Aku pulang dulu Sofia, semoga segera pulih Lexi," Louis melihat mata Lexi yang mulai terbuka dan terlihat mengangguk pelan.

"Terima kasih," ucap Lexi hampir tak terdengar.

Louis dan Sofia berjalan beriringan menuju arah pintu, saat akan ke luar Louis menoleh, menatap Sofia.
"Jadi, dia alasanmu menolakku, Sofi?" tatapan lembut Louis membuat Sofia merasa tidak enak.

"Aku...entahlah Luo, aku..," Sofia terlihat bingung. Louis tersenyum dan mengusap pundak Sofia.

"Aku akan tetap jadi sahabat kecilmu, akan tetap menyediakan bahuku jika kamu butuh bersandar," Louis menepuk pipi Sofia dan melangkah meninggalkan apartemen Sofia.

Sofia kembali ke kamarnya dan melihat Lexi yang menatap langit-langit kamar.

"Mengapa lama?" tanya Lexi. Sofia diam saja.

"Apa dia masih merayumu?" tanya Lexi lagi.

"Dia teman kecilku, kami selalu di sekolah yang sama, sampai akhirnya kuliah di tempat berbeda," Sofia memberi penjelasan.

"Tapi dia terlihat menyukaimu, dari suaranya, dari caranya berbicara padamu," ujar Lexi sambil berusaha duduk. Sofia dengan cepat duduk di sisi kasur dan membantu Lexi duduk dengan menata bantal agar lebih tinggi.

"Lalu apa masalahnya, toh kamu lebih tertarik pada wanita itu, aku disukai siapapun tak jadi masalah kan bagimu, sampai kamu rela terluka seperti ini," Sofia masih membetulkan posisi duduk Lexi, saat tiba-tiba Lexi menarik bahunya lebih dekat, wajah mereka hanya berjarak beberapa inci.
"Untuk hubungan lebih serius, aku lebih memilih kamu dari pada Bianca,untuk melahirkan anak-anakku pun aku lebih memilihmu, dan menua bersamamu," mata Lexi terlihat berkaca-kaca.

"Ada hal yang tak bisa aku ungkapkan, mengapa aku ingin Bianca aman dan tak tersakiti," ujar Lexi pelan, mengusap pipi dan bibir Sofia.

Sofia memegang tangan Lexi dan menurunkannya, ia pegang pipi Lexi dengan mata berkaca-kaca.

"Jangan beri aku harapan apapun Lex, jika akhirnya kamu akan menyakiti aku lagi, biarlah kita berteman dulu, jika memang kita akan bersatu pasti akan ada jalan terbuka lebar yang memudahkan langkah kita," diciumnya kening Lexi, meski Sofia sangat ingin mencium bibir Lexi yang sangat dekat dengan wajahnya.

"Istirahatlah, aku akan memasakkan makanan untukmu," Sofia hendak berdiri, namun Lexi menariknya kembali, hingga Sofia terduduk dan jatuh dalam pelukannya, didekapnya erat Sofia.

"Aku akan belajar mencintaimu," suara Lexi terdengar serak.

"Aku merasa aman dan nyaman ada di dekatmu Sofia, peluk aku Sofi," pinta Lexi menahan tangis dan dengan ragu Sofia memeluk Lexi. Mata keduanya berkaca-kaca, keduanya sadar bahwa jalan ke depannya pasti masih berliku.

Sofia melepas pelukannya dan mendorong tubuh Lexi untuk kembali menyandarkan diri pada bantal.

Lexi menatap Sofia yang mata dan hidungnya masih memerah.

"Tunggu sebentar aku akan memasak yang simpel saja, yang penting ada makanan masuk ke perutmu," Sofia bergegas ke dapur.

Lexi memejamkan mata, ia hanya berpikir akan menyelamatkan Bianca dari orang itu, ia yakin bahwa Bianca dimafaatkan dan diambil keuntungannya oleh sekelompok orang. Jika ia dapat menyelamatkan, akan Lexi kembalikan Bianca pada Scott dan keluarganya.

Lexi berusaha berpikir realistis bahwa mamanya tidak akan pernah menerima wanita seperti Bianca, keluarga besarnya adalah keluarga terpandang yang gerak geriknya selalu jadi bahan pembicaraan masyarakat luas dan selalu diintai wartawan.

Memberikan pengertian seperti ini pada mamanya dan Sofia tidaklah mudah dan bahkan tidak akan dimengerti bahwa keinginannya menyelamatkan Bianca hanya karena ia melihat matanya yang seolah minta tolong padanya.

Lexi menghembuskan napas dengan berat. Harum masakan Sofia tercium ke kamar tempat Lexi merebahkan diri.

Sofia masuk membawa piring yang terlihat masih mengepul dan sebotol air mineral.

"Makan yuk, aku suapi, aku bikin cream soup jagung manis sama asparagus," Sofia duduk di samping Lexi, mendekatkan duduknya ke sisi Lexi.

"Aku mau buka kemejaku dulu Sofi, bentar," Lexi mulai membuka kancing bajunya dan menyisakan kaos tanpa lengan yang melekat ditubuhnya. Ia kembali menyandarkan badannya pada bantal. Sofi mulai menyuapi sesendok demi sesendok.

"Ada lagi soupnya Sofi, kayaknya aku lapar banget," Lexi menatap piring yang isinya sudah berpindah ke perutnya. Sofia hanya tersenyum dan melangkah ke dapur. Ia kembali dengan cream soup sepiring penuh.

Saat sedang menyuapi Lexi, Sofi mendengar ponselnya berbunyi dan ia membiarkan sampai selesai menyuapi Lexi.

"Minum dulu ya, aku ambil ponselku, pasti penting karena bolak balik bunyi Lex," Sofia berjalan menuju tasnya dan melihat ada empat panggilan tak terjawab, dari Roi, papa Lexi. Akhirnya Sofia memutuskan untuk menelpon Roi.

Halo pak, maaf saya sedang...

Kamu dan Lexi ada di mana

Diii di apartemen saya pak

Mana Lexi berikan ponselmu pada Lexi, aku mau bicara (Sofi mendengar nada suara Pak Roi yang tak biasa, secepatnya ia berikan ponselnya pada Lexi)

Ada apa papa

Jika kamu ingin membunuh papa jangan dengan cara begini, lihat berita online (Roi mematikan sambungan)

Lexi meletakkan ponsel Sofia di sisinya.

"Apa kata Pak Roi, Lexi, aku mendengar suaranya yang tak biasa," terdengar nada kawatir dari Sofia.

"Aku minta tolong, lihatlah, ada berita apa, papa menyuruhku untuk melihat berita online," Lexi memejamkan matanya, ia merasa bersalah mendengar suara papanya tadi, baru kali ini ia menyakiti papanya, ia tidak mengira sesakit ini efek pada dadanya yang tiba-tiba terasa nyeri.

Secepatnya Sofia menghidupkan ponselnya menggerakkan tangannya dengan cepat dan terlihat wajah kaget Sofia.

"Lex, secepat ini berita beredar, ini harus segera diluruskan, ini akan berpengaruh pada saham perusahaan dan anak-anak perusahaan papamu," wajah Sofia terlihat bingung.

Sofia membaca di berita online bahwa putra mahkota keluarga permana terlibat perkelahian di sebuah hotel ternama karena memperebutkan wanita panggilan.

"Apa beritanya Sofi?" tanya Lexi tetap memejamkan matanya. Sofia memberikan ponselnya pada Lexi dan terlihat mata Lexi yang bergerak-gerak cepat dan menghembuskan napas berat.

"Apa kamu sudah memperhitungkan efeknya akan seperti ini Lexi, nama besar keluargamu yang menjadi taruhannya," Sofia terlihat sedih.

Tak lama ponsel Lexi berbunyi, Sofia mengambil dan terlihat yang menelpon mama Lexi. Sofia memberikan ponselnya pada Lexi.

Lexi kamu di mana (terdengar tangisan mama Lexi, ada perasaan sakit dan menyesal dalam diri Lexi telah membuat kedua orang tuanya bersedih)

Di apartemen Sofi mama

Di mana itu, kasi tau mama alamatnya

(Lexi menyebutkan alamat apartemen Sofi)

Lexi letakkan ponsel di sampingnya dengan lemas. Sofia mendekati Lexi, memegang tangannya.

"Tenanglah, hadapi mamamu, tidak usah berkata apapun yang sifatnya melawan, jawab seperlunya, jika itu akan berakibat mamamu sakit akan lebih baik kamu diam," Sofia berusaha memberi kekuatan pada Lexi, Sofia tahu Lexi merasa bersalah, mata Lexi terlihat memerah berkaca-kaca.

***

Terdengar ketukan di pintu apartemen Sofia, secepatnya Sofi buka dan terlihat wajah mama Lexi, Zee, yang matanya sembab.

"Mana Lexi, Sofi?" tanya Zee dengan suara tercekat.
"Mari saya antar ke kamar," ujar Sofia. Mereka berjalan beriringan dan tangis Zee pecah saat melihat Lexi terbaring dengan wajah luka di sana sini. Mereka berpelukan lama.

"Maafkan Lexi mama, maafkan Lexi," suara Lexi terdengar parau.
" Sejak awal sudah mama ingatkan kamu sayang, wanita itu akan mendatangkan masalah, ini yang mama maksud, papamu punya penyakit jantung, mama takut, mama takut tadi saat dia datang dengan memegang dadanya," tangisan Zee semakin menjadi.

Lexi mempererat pelukannya, rasa sakit di sekujur tubuhnya karena bekas pukulan ternyata lebih sakit dan nyeri dalam dadanya karena menyakiti orang-orang terkasihnya.

"Apa yang kamu lihat pada wanita itu Lexi? apa? dia telah kenyang melayani laki-laki, apa kamu ingin menikahi perempuan seperti itu, ia tidak jelas siapa orang tuanya, dari orang tua macam apa hingga melahirkan wanita yang jalan hidupnya rusak sejak awal," suara Zee terdengar menyayat diantara tangisannya.

Lexi ingin mejelaskan pada mamanya,tapi tidak mungkin, kondisi seperti ini akan semakin memperburuk keadaan. Ia hanya diam saja sambil memeluk mamanya.

"Matamu dibutakan oleh wanita itu, sampai tak melihat wanita baik-baik, cantik, terpelajar seperti Sofia yang selalu ada di sisimu dalam keadaan susah dan senang, malah kamu abaikan, mama dan papa akan sangat bahagia jika kamu mau menikah dengan Sofi, bukan dengan wanita itu, tidak akan pernah ada celah bagi wanita itu masuk dalam keluarga mama," suara Zee terdengar emosional, antara marah, kesal dan sedih.

"Mama ... aku akan menikahi Sofia....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top