#5
Lexi masih menggenggam jemari Sofia saat ada notifikasi masuk ke ponselnya. Sofia menarik tangannya pelan dari genggaman Lexi.
"Kenapa?" tanya Lexi saat melihat Sofia menarik tangannya dengan wajah memerah.
"Nggak papa, aku hanya menjaga hatiku, agar tidak jatuh terlalu dalam, perlakuanmu padaku membuat aku semakin...," Sofia tak melanjutkan, hanya menggeleng pelan dan menyatukan piring kotor menjadi satu.
"Kamu nggak pulang Lexi, ini sudah malam, tadi ada notif masuk, pasti mamamu, aku bukan ngusir tapi nggak enak sama Pak Roi dan Ibu Azalea," ujar Sofia yang memandangi badan Lexi yang masih menggunakan kaos tanpa lengan.
"Iya, sudah jam 11 malam ternyata, makasih makanannya Sofia, aku pulang ya," Lexi memakai kemejanya dan melipat jas serta menyelipkan dasi di saku celananya.
Sofia mengantarkan Lexi sampai pintu, Lexi menoleh sekali lagi pada Sofia dan menatapnya dengan lembut.
"Selamat malam Sofi."
"Yah selamat malam," jawab Sofia sambil tersenyum.
***
Jam 11.30 Lexi melangkah memasuki rumahnya, saat melewati ruang tamu ia melihat mamanya masih menunggunya.
"Kok malam sih sayang, baru pertama ngantor langsung malam pulangnya," sapa Zee lembut pada Lexi. Lexi tersenyum dan mencium kening mamanya.
"Dari apartemen Sofi tadi ma," jawab Lexi. Kening Zee berkerut.
"Loh katanya kalian ada di apartemen kamu sayang?" tanya Zee.
"Iya ma tadi ke apartemenku eh ternyata akunya kelaperan ya sudah mampir di Sofi dulu, dimasakin fettucini, ternyata Sofi pinter masak, enak lagi," ujar Lexi memperlihatkan jempolnya.
"Nah apalagi yang kamu pikir, cantik smart, pinter masak, apalagi yang kamu cari, dan yang pasti dia suka sama kamu," sahut Zee dengan cepat.
Lexi duduk di dekat mamanya, dan melihat mamanya dengan pandangan memelas.
"Ya itu tadi ma, aku tanyakan ke Sofi, dia suka nggak ke aku, eh dianya malah bilang percuma juga aku bilang ke kamu, kan kamu nggak suka aku, bilang gitu Sofi ma, trus dia nangis ma, aku merasa bersalah banget, seumur-umur nggak pernah bikin cewek nangis, jadinya duh mangkel sama diri sendiri ma," Lexi terlihat menekuri lantai.
"Kok bisa gitu, ada kejadian apa sebelumnya?" tanya Zee dan Lexi bercerita tentang kejadian saat dirinya dan Sofia makan siamg di sebuah rumah makan dan dia melihat wanita yang Lexi yakin itu Bianca.
Zee menghembuskan napas degan berat.
"Sayaaang bisa nggak kamu melupakan wanita itu, dia akan mengganggu hidupmu selamanya, bukan dianya sih, kamunya yang terobsesi, bahaya kalo kamu sudah nikah, bisa merusak kehidupan rumah tangga kamu, lupakan dia, hadapi yang lebih pasti dan sudah jelas, Sofia ada di sisimu, jangan abaikan dia," Zee mengusap lengan Lexi perlahan. Lexi mengangguk perlahan.
"Tidurlah, besok kamu harus ke kantor," ucap Zee dan Lexi mengangguk, mereka melangkah ke kamar masing-masing.
***
Sebulan berlalu...
Pagi, Zee menyiapkan sarapan untuk Roi dan Lexi dibantu oleh beberapa maid.
Roi menepuk pundak Lexi dan duduk di sampingnya.
"Lex kamu papa kasi tugas ya antarkan dokumen ke perusahaan sahabat papa, dia sudah tau kalo kamu anak papa, kemarin papa sudah bicara banyak sama dia, kamu akan didampingi Sofi, dia tau apa yang harus dipersiapkan," ujar papa mulai menyesap cappucinonya perlahan.
"Iya pa, trus papa gimana kalo Sofi dampingi aku?" tanya Lexi.
"Nggak apa-apa, ada Caroll yang lebih senior dari Sofi yang dampingi papa," jawab Roi.
"Ok dah kalo gitu," Lexi menganggukkan kepalanya.
"Belajarlah pada papamu, segeralah beradaptasi, kalo kamu bingung bisa tanya ke Sofia dulu kalo papamu pas sibuk," ujar Zee mendekatkan piring berisi setangkup roti bakar ke sisi suaminya.
Saat selesai sarapan, Roi dan Lexi pamit pada Zee dan mereka diantar sampai pintu depan. Roi mencium kening dan bibir Zee saat akan berangkat. Lexi hanya geleng-geleng kepala saja tiap melihat kemesraan orang tuanya.
"Ayolah pa, masih sibuk ciuman segala," teriak Lexi.
"Heeeh gini ini yang bikin papa semangat kerja Lex, rasa manis bibir mamamu, yang bikin papa kayak dapat doping tiap bagi untuk kerja lebih giat lagi," Roi melambaikan tangan pada Zee dan masuk ke dalam mobil. Zee hanya tersenyum melihat dua lelakinya yang sangat ia cintai.
Zee melangkah masuk dan akan membangunkan Alexa yang masih kuliah di jam siang nanti.
***
"Ini tugas pertamaku dari papa Sofi, bantu aku ya," pinta Lexi sambil menatap Sofia dari samping. Ia mengangguk, ah siapa yang tak tertarik pada Sofia, wajahnya cantik, selalu berpenampilan menarik, tapi mengapa aku masih saja belum merasakan debaran di dadaku tiap kali melihat wajahnya.
Sofia mengalihkan pandangannya saat Lexi masih menatap wajahnya. Ia selalu saja berdebar tiap mata Lexi menghujam matanya.
Sekitar setengah jam mereka sampai di sebuah pusat perkantoran yang sangat besar. Menaiki lift ke lantai 6 dan masuk ke sebuah ruangan besar dan megah. Mereka menemui sekretaris dan sebentar kemudian mereka diantar masuk menuju ruangan direktur.
"Duh, kayak apa ntar orangnya ya Sof?" tanya Lexi terlihat grogi.
"Santai sajalah, kamu putra pengusaha terkenal, PD aja lagi, lagian orangnya deket banget sama papa kamu, kamu kok bisa nggak tau," ujar Sofia menenangkan Lexi.
Tak lama muncul Pak Smith, orang yang ramah, dan masih terlihat gagah, seumuran dengan papa Lexi. Ia tersenyum lebar dan menyalami Lexi dan Sofia.
"Mari silakan duduk, ini Lexi ya, ah ya, maaf menunggu lama, tadi ada meeting sebentar," Pak Smith terlihat menuju mejanya dan menelpon seseorang, kemudian datang sekretarisnya membawakan minuman dan beberapa kudapan.
"Mari silakan Lexi daaan Sofia ya sekretaris barunya Pak Roi Permana, kayaknya sengaja nih dipersiapkan buat mendapingi Lexi hahahah pilihan yang cerdas Pak Roi nih," Pak Smith tertawa namun Lexi dan Sofia terlihat saling pandang dan sama-sama tersenyum meski keduanya sempat bingung maksud perkataan Pak Smith.
Tak lama sekretaris Pak Smith membawakan beberapa berkas dan Sofia juga memberikannya pada Pak Smith.
"Nah ini perjanjian kerja sama kami Lexi, kami punya usaha baru yang kami sepakati, akan membuka resort, lengkap dengan segala fasilitasnya," Pak Smith memberikan penjelasan pada Lexi.
"Dan nantinya kami percayakan padamu untuk menanganinya Lex, kamu pasti mampu," ujar Pak Smith menepuk pundak Lexi. Lexi hanya mengangguk sambil berusaha mengerti penjelasan dari sahabat papanya.
Setelah berkas ditandantangani oleh Pak Smith akhirnya ada beberapa berkas yang ditinggal oleh Lexi dan beberapa berkas lagi dimasukkan dalam map oleh Sofia dan map dimasukkan dalam tasnya.
Setelah selesai mereka pamit kembali ke kantor papa Lexi.
***
Dalam perjalanan pulang mereka sama-sama diam. Lexi menoleh sekilas dan kembali konsentrasi pada kemudinya.
"Aku masih nggak ngerti maksud sahabat papa tadi, yang bilang kamu memang dipersiapkan untukku," ujar Lexi pelan.
"Nggak usah dipikir, ambil mudahnya saja, kan kata Pak Smith tadi, kamu akan pegang tuh resort, nah sebagai seorang CEO kamu butuh sekretaris pastinya kan, nah aku yang ditunjuk papamu ntar jadi sekretarisnya sudah selesai, gitu aja kamu pikir Lexi," ujar Sofia menjelaskan tanpa menoleh pada Lexi.
"Makan yuk Sofi, di dekat sini ada hotel yang buffetnya enak-enak, kita ke sana ya, papa sama mama pelanggan tetap di hotel itu malah biasanya kami dilayani khusus kalo pas makan di sana, mau ya Sofi?" pinta Lexi.
"Terserah kamu, pasti mahal ntar Lex," ujar Sofia terlihat enggan.
"Ayolah, anggaplah ini kencan pertama kita," Lexi mengedipkan sebelah matanya dan Sofia menepuk pelan bahu Lexi.
Akhirnya mereka menuju hotel yang dimaksud.
***
"Wah Lex, ini sih benar-benar bikin betah, haduh pilihan makanannya kayak gini, aku baru sekarang ke sini," Sofia terlihat kagum. Lexi terlihat membimbing Sofia dalam memilih makanan di buffet.
Kemudian keduanya mulai menikmati makanan mereka.
"Mau kan malam minggu depan kita ke sini lagi?" tanya Lexi sambil menatap lekat wajah cantik di depannya. Sofia hanya tersenyum.
Selesai makan Lexi pamit akan ke toilet tak jauh dari tempat mereka duduk. Saat akan berbelok, kembali hati Lexi berdesir, ia melihat Bianca dengan wajah dinginnya, bersama dua orang laki-laki, salah satunya yang ia lihat bersama Bianca tempo hari.
Lexi menyelinap di belakang tempat duduk mereka, ia ingin tahu apa yang mereka bicarakan.
"Bawalah dia, bersenang-senanglah, ini lebih dari cukup, ingat jika lebih dari satu hari berarti kamu harus transfer padaku, sebesar uang ini," ujar laki-laki yang dikira Lexi adalah pacar Bianca, namun ternyata malah menyerahkan Bianca pada orang lain. Terdengar tawa mereka.
"Ayo cantik, kita akan bersenang-senang, aku bawa wanita ini Jack," ujar laki-laki asing satunya. Secepatnya Lexi menarik tangan Bianca.
"Mau kau bawa kemana Bianca, lepaskan dia," Lexi berteriak nyaring sambil menarik Bianca ke sisinya.
"Eh kau lagi rupanya, benar-benar cari mati, bawa Nefertiti, John, aku selesaikan orang ini," Jack mengarahkan pukulannya ke pelipis Lexi, Lexi yang tidak siap terhuyung terkena pukulan Jack. Sedangkan John membawa Bianca ke luar dari hotel dan menariknya dengan terburu-buru.
Lexi membalas pukulan Jack dan mengenai perutnya Jack, Jack jatuh terjengkan di lantai dan terlihat mengeluarkan pisau kecil. Orang-orang disekitarnya sudah berteriak-teriak dan berusaha melerai, tapi semuanya takut karena melihat Jack mengeluarkan pisau.
Sofia baru menyadari jika yang terlibat perkelahian adalah Lexi setelah ia mendengar teriakan histeris dari belakang mejanya,tempat perkelahian agak jauh dari tempa ia duduk, secepatnya Sofia berlari dan sudah menemukan Lexi yang jatuh terkapar dengan beberapa luka di wajahnya.
Beberapa petugas kemanan yang datang segera mengejar Jack, namun kejadian tadi begitu cepat terjadi, Jack yang juga terluka tidak dapat ditangkap oleh petugas keamanan.
"Lexii, Lexiii," Sofia terlihat panik, ia melihat Lexi yang membuka matanya perlahan dan berusaha berbicara dengan nafas tak teratur.
"Bawa aku ke apartemenmu Sofi, jangan bilang mama dan papa," suara lemah Lexi membuat Sofia hampir menangis.
Dengan dibantu oleh seorang petugas kemanan, Lexi dipapah menuju mobil. Sofia secepatnya mengemudikan mobil, membawa Lexi ke apartemennya.
Setelah sampai ia memapah Lexi meski terasa berat, ia usahakan sebisa mungkin mengerahkan segala tenaganya, mencari idcardnya dengan satu tangan dan saat pintu terbuka ia peluk kembali pinggamg Lexi dan membawanya ke kamarnya, menidurkannya di sana dan Sofia terlihat menelpon seseorang.
"Jangan telpon mama papa, Sofi," suara Lexi terdengar lemah.
"Aku menelpon temanku, dia seorang dokter, aku mau memastikan luka-luka di wajahmu dapat segera disembuhkan," Sofia membuka sepatu dan kaos kaki Lexi. Lalu membuka jasnya, menarik perlahan dasinya dan membuka dua kancing paling atas.
Sofia memandangi wajah Lexi yang terpejam, apa yang kamu cari Lexi, perempuan seperti apa yang kamu inginkan, sedemikian terobsesinya hingga kamu mengorbankan keselamatanmu.
Air mata mulai menggenang di mata Sofi, ia merasa hatinya diremas sampai remuk tak bersisa, sedemikian kuat perempuan itu menarik Lexi, hingga semuanya Lexi abaikan, termasuk keselamatan dirinya sendiri.
Sofi masih duduk di samping Lexi yang terpejam, menyusut air matanya perlahan dan menahan isaknya.
Lexi membuka matanya perlahan dan mendapati Sofia yang masih menyusut air matanya. Ia genggam tangan Sofia, Sofia berusaha menariknya namun Lexi mengeratkan genggamannya sambil memejamkan matanya kembali.
"Maaf, aku membuatmu menangis lagi," ujar Lexi pelan.
"Kau memintaku untuk membuatmu menyukaimu, mencintaimu, bagaimana bisa aku lakukan jika setiap inci ingatanmu hanya ada wajahnya, apa yang inginkan dari wanita itu, menikahinya, tubuhnya?" tanya Sofi sambil menangis tertahan.
Lexi menggeleng perlahan. Berusaha menormalkan napasnya yang terasa sesak karena merasa bersalah dan menahan rasa nyeri di wajah dan sekujur tubuhnya.
"Saat remaja,.memang sempat terbersit untuk menikahinya, namun dengan bertambahnya usiaku, keinginan menikahinya jadi sirna dan hanya berganti ingin melindunginya, memastikan hidupnya, bahwa ia baik-baik saja, jangan pernah kamu berpikir aku ingin menikmati tubuhnya karena dua kali aku melihatnya berpakaian yang tidak wajar, tidak, tidak Sofi, aku hanya ingin memastikannya baik-baik saja," Lexi membawa tangan Sofia ke dadanya.
"Jika aku ingin menikah, aku ingin menikah denganmu, jika aku ingin bercinta, aku ingin bercinta denganmu Sofia, hanya aku belum bisa memastikann perasaanku padamu,aku tidak mau jadi laki-laki berengsek yang menikmati tubuh perempuan tanpa cinta, kedekatanku pada mamaku dan adikkulah yang membuatku tidak ingin menyakiti perempuan manapun," Lexi menatap Sofia yang air matanya semakin deras turun dan bahunya perlahan naik dan turun menahan isak.
Pintu apartemen ada yang mengetuk dan bel yang berbunyi berulang, Sofia menarik tangannya dari genggaman Lexi dan menghapus air matanya dengan kasar, bergegas membuka pintu dan menyembul wajah tampan berkacamata. Tersenyum lembut dan melangkah masuk.
"Siapa yang sakit Sofia?" tanyanya sambil mengekor di belakang Sofia.
"Nggak usah tanya dulu, cepat tangani dia Lou, aku kan di telpon tadi sudah bilang luka-lukanya, aku harap kamu bawa alat dan obat yang lengkap," ujar Sofia terlihat cemas.
Louis memandang tajam pasiennya, mengambil kursi, menyeretnya duduk di samping Lexi. Meletakkan tasnya, membuka jasnya dan menggulung lengan kemejanya sampai siku. Terlihat Louis mulai melihat luka-luka di wajah Lexi.
"Ada luka cukup dalam di dekat bibirnya, aku akan membersihkannya, harusnya ini dibawa ke rumah sakit Sofia," ujar Louis sambil menggunakan sarung tangannya, mengeluarkan obat-obatan dan alat-alat medis yang dibutuhkan. Lexi diam saja dan tetap memejamkan matanya.
Louis membersihkan luka-luka di wajah Lexi.
"Sofia, yang di dekat bibirnya cukup dalam lukanya, aku harus menjahitnya, sepertinya bekas benda tajam, kalo pelipisnya dan di bibirnya hanya luka karena pukulan saja."
"Harus ya Lou, apa nanti akan ada bekasnya?" tanya Sofia cemas.
" Akan kau lakukan yang terbaik demi kamu, tidak usah kawatir, dia akan tetap tampan Sofi," Louis menatap Sofia dengan tatapan yang sulit diartikan.
Louis mengerjakan semuanya seorang diri, Sofia hanya mengamati saja, tangan cekatan Louis yang bergerak cepat dan satu jam kemudian telah selesai.
"Ah selesai sudah Sofia, kau tidak menawariku makan, aku kangen masakanmu," suara Louis terdengar sangat dekat di telinga Lexi.
Lexi membuka matanya perlahan dan menatap wajah laki-laki yang masih di sampingnya dengan tatapan tak suka.
"Dia masih akan merawat saya, tidak akan sempat menawari anda makan, saya akan mentransfer semua biaya pengobatan hari ini, terima kasih," ujar Lexi dengan wajah tanpa senyum.
Sofia merasa tidak enak pada Louis.
"Ah maaf jika kata-kata saya menyinggung anda, saya Louis, teman Sofia sejak ia kecil," Louis memperkenalkan dirinya.
"Saya Lexi, kekasih Sofia," Lexi memejamkan matanya...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top